Teologi Sistematika-Henry C Tiesen




Ringkasan Teologi Sistematika-

Henry C. Tiesen

Oleh:

Hendryanus Rodman






VIII       
Sifat Dasar Allah:Hakikat dan Sifat

I.HAKIKAT ALLAH
Istilah-istilah “hakikat” dan “zat” praktis sinonim bila di pakai untuk Allah. Keduanya dapat di definisikan sebagai yang melandasi semua perwujudan keluar;kenyataan itu baik yang bendawi maupun yang tidak bendawi; dasar dari segala sesuatu; di dalamnya sifat semua berada. Kedua istilah ini menunjuk kepada aspek dasar dari sifat dasar Allah; bila tidak ada hakikat dan zat maka tidak mungkin ada sifat-sifat. Kerohanian, ada dengan sendirinya,kebesarannya yang tak terhingga,dan kekelan merupakan pokok-pokok yang di maksudkan.
A.KEROHANIAN
Allah bukanlah zat bendawi melainkan zat rohani. Yesus mengatakan “Allah itu Roh” (Yohanes 4:24). Pernyataan ini menetapkan sifat dasar Allah sebagai rohani.
1).Allah tidak berbadan dan tidak berwujud. Yesus mengatakan, “…roh [hantu]tidak ada daging dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku” (Lukas 24:39). Jika Allah adalah roh,maka dengan sendirinya Ia tidak berbadan dan tidak berwujud. Manusia berbeda karena memiliki roh yang terbatas, yaitu roh yang dapat tinggal di dalam badan jasmaniah.
2).Ia tidak dapat dilihat. Allah mengatakan kepada Musa bahwa tidak ada manusia yang dapat melihat-Nya dan tetap hidup (Keluaran 33:20). Ketika musa melihat “belakang” Allah (Keluaran 33:23) hal itu terjadi sebagai tanggapan Allah terhadap permintaan Musa untuk melihat kemuliaan Tuhan (ayat 18). Teofani merupakan penakpakan ilahi yang dapat di lihat oleh mata jasmaniah. Yakub berkata setelah bergumul dengan seseorang ”Aku telah melihat Allah berhadapan muka”(Kejadian 32:30). “Malaikat Tuhan”merupakan penampakan ilahi yang dapat di lihat oleh mata jasmaniah (Kejadian 16:7-14, 18:13-33,22:1-18). Perlu di perhatikan bahwa dalam beberapa ayat di atas “malaikat Allah” diidentifikasikan sebagai “Tuhan” (misalnya Kejadian 16:11).
3).Allah itu hidup. Hidup menandakan adanya perasaan, kuasa, dan kegiatan. Allah juga merupakan sumber dan pemelihara segenap kehidupan yang ada; tanaman, hewan, manusia , rohani, dan kekal (Mazmur 36:10;Yohanes 5:26). Allah kita hidup;Ia melihat,mendengar dan mengasihi. Berhala ciptaan orang kafir itu mati, tidak mampu melihat, mendengar, dan mengasihi.
4).Allah itu berkepribadian. Terlepas dari Alkitab maka satu-satunya cara untuk menetapkan seperti apa roh itu ialah melalui analogi dengan roh manusia.Karena roh manusia itu berkepribadian, maka pastilah Roh ilahi juga berkepribadian sebab kalau tidak Roh ilahi lebih rendah tingkatannya dari roh manusia. Akan tetapi, di dalam Tuhan ada kepribadian tanpa tubuh jasamaniah. Alkitab mengaitkan kesadaran diri dan kemampuan membuat keputusan sendiri dengan Allah. Allah dapat berkata “Aku” (keluaran 20:2-3) dan dapat menanggapi ketika di sapa sebagai “Engkau” (Mazmur 90).Alkitab juga mengatakan juga bahwa Allah memiliki ciri-ciri psikologis dari kepribadian; Intelek(Kejadian 18:19), perasaan (Kejadian 6:6) dan kemauan (Kejadian 3:15). Allah di tampilkan sebagai berbicara (Kejadian 1:3), melihat(Kejadian 11:5), mendengar (Mazmur 94:9), berduka, menyesal (Kejadian 6:6), marah (Ulangan 1:37), cemburu (Keluaran 20:5) dan iba (Mazmur 111:4). Allah di sebut sebagai pencipta (Kisah 14:15), penopang alam semesta (Nehemia 9:6), penguasa(Mazmur 75:8) dan pemelihara (Mazmur 104:27-30).
B.ADA DENGAN SENDIRINYA
Walaupun sumber keberadaan manusia berada di luar dirinya sendiri, keberadaan Allah tidak bergantung pada apapun di luar diri-Nya. Dia ada dengan sendirinya tersirat dari kesaksian-Nya, ”Aku adalah Aku” (Keluaran 3:14) “Aku ada” dari ajaran Kristus tentang diri-Nya sendiri (Yohanes 8:58; Yesaya 41:4; Wahyu 1:8), dan sebagaimana umumnya di kenal dengan nama “Tuhan” atau “Yehovah” (keluaran 6:3). Ia ada karena sifat dasar-Nya  demikian sebagai yang tidak memiliki penyebab.
C.KEBESARAN YANG TAK TERHINGGA
Sesungguhnya Allah melebihi tempat. Denga jelas Alkitab mengajarkan kebesaran Allah yang tak terhingga ini ( I Raja-Raja 8:27;II Tawarikh 2:6; Mazmur 113:4-6;138:7-8). Allah itu transenden dan imanen, Ia ada dimana-mana dalam hakikat maupun dalam pengetahuan dan kuasa-Nya. Kapan pun dan dimana pun zat rohani itu ada,maka seperti jiwa, pastilah ia utuh adanya.
D.KEKEKALAN
Allah tidak memiliki awal atau akhir, Ia bebas dari keterbatasan kurun waktu, Ialah pencipta waktu. Allah di sebut sebagai “Allah yang kekal”(Kejadian 21:33). Pemazmur mengatakan “...dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah Allah” (Mazmur 90:2) dan Yesaya menggambarkan Allah sebagai “...Yang Mahatinggi dan Maha Mulia, yang bersemayam untuk selama-lamanya” (Yesaya 57:15). Paulus mengatakan bahwa Allah ialah “ satu-satunya yang tidak takluk kepada maut”( I Timotius 6:16). Ia memiliki seluruh keberadaan-Nya dalam satu masa kini yang tidak dapat di penggal. Lebih tepat lagi kalau di katakan bahwa Ia melihat masa yang lalu dan masa yang akan datang sama jelas dan terangnya sebagaimana Ia melihat masa kini.
II.SIFAT-SIFAT ALLAH
Sifat-sifat Allah, berbeda dengan zat atau hakikat Allah, merupakan sifat-sifat yang terdapat di dalam zat dan merupakan perian yang analitis dan lebih terinci dari zat Allah tersebut. Sifat-sifat Allah telah di bagi menurut klasifikasinya. Salah satu yang paling di kenal ialah pembagian dalam sifat-sifat alamiah, yaitu sifat-sifat Allah yang ada kaitan atau yang kontras dengan alam, dan sifat-sifat moral  yaitu sifat-sifat Allah sebagai pengawas kesusilaan.
A.SIFAT-SIFAT NONMORAL
Sifat-sifat nonmoral merupakan sifat-sifat Allah yan tidak melibatkan hal-hal moral.Sifat-sifat tersebut ialah,
1.Mahahadir. Ketiga sifat Allah yang pertama merupakan kata majemuk dengan awalan bahasa Latin Omni, yang artinya “segala-galanya”. Jadi,mahahadir (omnipresent) berarti äda dimana-mana pada saat yang bersamaan”. Ajaran harus di ingat selalu bahwa kemahahadiran Tuhan bukanlah suatu bagian yang harus ada di dalam kepribadian Allah, jika Allah berkehendak untuk menghancurkan alam semesta ini, maka kemahahadiran-Nya akan berakhir, tetapi Allah sendiri tetap ada.
2.Mahatahu. Ia mengenal dirinya sendiri serta ciptaan-Nya secara sempurna sejak segenap kekekalan, apakah itu bersifat aktual atau hanya merupakan kemungkinan, apakah itu sesuatu yang sudah lampau, masih ada, maupun akan ada. Manifestasi yang tertinggi dari semuanya itu terdapat di dalam akal manusia. Alkitab menyatakan bahwa pemahaman Tuhan itu tidak ada batasnya (Yesaya 46:10). Tindakan-tindakan bebas tidak terjadi karena sudah di ketahui sebelumnya.
3.Mahakuasa. Karena kehendak-Nya itu di batasi oleh watk-Nya maka Tuhan dapat melakukan segala sesuatu yang sesuai dengan kesempurnaan-Nya. Selanjutnya, Allah tidak bisa melakukan hal-hal yang tak masuk akal atau yang bertentangan dengan hakikat diri-Nya. Allah dapat melakukan apa yang Ia ingin lakukan, namun hal ini tidak berarti bahwa Allah harus selalu ingin melakukan sesuatu, maksudnya, Allah berkuasa atas kuasa-Nya. Kita dapat membedakan antara kuasa Allah yang absolut dengan kuasa Allah yang tidak absolut. Kuasa yang absolut artinya Allah dapat bekerja langsung tanpa bantuan sarana apapun juga. Penyelenggaraan alam semesta ini merupakan contoh kuasa Allah yang tidak absolut karena Allah memakai sarana-sarana tertentu. Dalam kedua hal ini, Allah menjalankan efisiensi ilahi-Nya.
4.Tidak berubah. Semua perubahan merupakan kepada keadaan yang lebih baik atau yang lebih buruk.Akan tetapi, Allah tidak mungkin berubah menjadi makin baik karena Ia betul-betul sempurna; demikian pula Allah tidak mungkin berubah menjadi makin buruk karena alasannya yang sama. Manusia memiliki jiwa dan tubuh, dua hakikat, yaitu yang rohani dan yangn jasmani, Allah itu esa; Ia tidak berubah. Sifat tidak berubah pada Allah ini nampak dalam hal Dia selalu melakukan yang benar dan ia senantiasa menangani secara adil makhluk-makluk ciptaan-Nya sesuai dengan watak dan kelakuan mereka.
B.SIFAT-SIFAT MORAL
Sifat-sifat moral Allah merupakan sifat-sifat yang mengandung umsur-unsur moral dalam hakikat ilahi.
1.Kekudusan. Kekudusan Allah sebenarnya bukan suatu sifat yang sederajat dengan sifat-sifat lainnya, namun lebih tepat kalau di katakan bahwa sifat Allah  ini sejajar atau sejalan dengan sifat-sifat lainnya. Kekudusan itu di pandang sebagai keselarasan kekal dari diri Allah dengan kehendak-Nya. Lebih tepat kalau di katakan bahwa kehendak Allah merupakan wujud sifat dasar Allah yang kudus itu.
2.Kebenaran dan keadilan. Kebenaran dan keadilan Allah merupakan unsur kekudusan Allah yang nampak di dalam cara Allah menghadapi manusia ciptaan-Nya.Karena ada sangsi, Allah melaksanakan hukum-hukum-Nya dengancara memberi hadiah atau menjatuhkan hukuman. Keadilan yang memberi pahala di landaskan pada kasih ilahi dan bukan semata-mata pada jasa. Pemberian hukum di kenal dengan istilah keadilan yang mnghukum. Keadilan menghukum merupakan ungkapan murka ilahi (Kejadian 2:17).
3.Kebaikan. Kebaikan Allah meliputi semua sifat-Nya yang sesuai dengan gambaran kita tentang seseorang yang sempurna; maksudnya, kebaikan Allah meliputi sifat-sifat seperti kekudusan-Nya, keadilan dan kebenaran-Nya, belas kasihan-Nya dan anugrah-Nya. Kasih Allah merupakan kesempunaan dari tabiat Allah yang selalu mendorong Allah untuk menyatakan diri-Nya. Kasih Allah pertama-tama dan terutama tunjukkan kepada oknum-oknum lain di dalam tritunggal. Kemurahan Allah di nyatakan dalam perhatian-Nya terhadap kesejahteraan makhluk-makhluk ciptaan-Nya serta senantiasa menyediakan apa yang di perlukan oleh mereka sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Belas kasihan Allah merupakan kebaikan-Nya yang di nyatakan kepada orang-orang yang berada di dalam penderitaan atau kesukaran. Belas kasihan merupakan sifat kekal yang perlu di dalam diri Allah sebagai yang mahasempurna, namun perwujudannya dalam kasus-kasus tertentu adalah bebas pilih.
Anugrah atau kasih karunia Allah merupakan kebaikan Allah yang di tunjukkan kepada orang-orang yang sebenarnya tidak layak menerima kebaikan itu. Anugerah berkaitan dengan orang berdosa karena ia bersalah, sedangkan belaskasihan berkaitan dengan orang berdosa karena ia di dalam keadaan yang menyedihkan. Alkitab menunjukkan bahwa anugerah Allah di nyatakan kepada orang duniawi di dalam kesabaran-Nya dan di dalam menunda penghukuman atas dosa (Keluaran 34:6; Roma 2:4; 3:25; 9:22). Alkitab juga menunjukakan bahwa anugerah atau kasih karunia-Nya di nyatakan khusus kepada orang-orang pilihan-Nya  dalam pemilihan dan penentuan dari semula (Efesus 1:4-6), penebusan (Efesus 1:7-8) Penyelamatan(Kisah 18:27), Pengudusan (Roma 5:21), Ketekunan (II Korintus 12:9), Pelayanan (Roma 12:6) serta pemuliaan (I Petrus 1:13).
4.Kebenaran. Kebenaran Allah bukan sekedar landasan semua agama, tetapi juga landasan semua pengetahuan. Allah adalah benar-benar Allah, dalam arti Dia adalah Allah yang sejati maupun Allah yang selalu mengatakan hal yang sebenarnya. Yesus menegaskan bahwa Allah adalah “satu-satunya Allah yang benar” (Yohanes 17:3). Yohanes menulis bahwa kita ada di dalam Yang Benar” (I Yohanes 5:20). Kesetiaan Allah membuat Ia menepati semua janji-Nya, baik yang telah di ucapkan-Nya maupun yang tersirat di dalam hukum-hukum yang Ia berika kepada kita.

IX
Sifat-Dasar Allah:Keesaan dan Ketritunggalan
I.KEESAAN ALLAH
Keesaan Allah berarti bahwa hanya ada satu Allah saja dan bahwa sifat dasar atau watak Allah tidak dapat di pisah-psahkan atau di bagi. Namun, keesaanini tidak inkonsisten dengan konsep ketritunggalan,karena suatu keesaan tidak sama dengan suatu satuan. Keesaan Allah memberi peluang bagi adanya perbedaan-pebedaan pribadi dalam sifat ilahi, sekalipun pada saat yang sama di akui bahwa  sifat-dasar ilahi itu secara matematis dan kekal tetap satu.
II.KETRITUNGGALAN ALLAH
Ajaran tinitas atau ketritunggalan Allah bukanlah suatu kebenaran yang di peroleh melalui akal budi atau yang di kenal dengan istilah teologi natural, tetapi suatu kebenaranyang dapat di ketahui melalui  penyataan atau wahyu. Dalam teologi kristen istilah ”trinitas” atau  tritunggal berarti bahwa ada tiga oknum kekal dalam hakikat ilahi yang satu itu, yang masing-masing di kenal sebagai Allah Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Ketiga pribadi ilahi ini sama kekal dan sama kedudukan satu dengan yang lain, sehingga kita bisa memuja keesaan utuh dalam trinitas dan trinitas dalam keesaan.
A.PETUNJUK-PETUNJUK AWAL DALAM PERJANJIAN LAMA
Menarik untuk di catat bahwa Allah berkali-kali memakai kata ganti jamak (Kejadian 1:26; 3:22; 11:17; Yesaya 6:8)serta kata kerja jamak (Kejadian 1:26; 11:27) ketika menunjuk pada diri-Nya sendiri. Nama Allah yang di pakai dalam ayat-ayat ini ialah Elohim. Yaitu sebuah istilah jamak yang mungkin saja menyiratkan perihal jamak, sekalipun hal itu tidak dapat di katakan dengan pasti.
                       Petunjuk-petunjuk yang lebih tegas bahwa keadaan jamak ini merupakan suatu trinitas dapat di temukan dalam kenyataan-kenyataan berikut (1) Tuhan di beda-bedakan dari Tuhan (Allah). Kejadian 19:24 berbunyi “Kemudian Tuhan menurunkan hujan belerang dan api atas Sodom dan Gomora, berasal dari Tuhan (Allah), dari langit”
Istilah yang sering di pakai, yaitu “malaikat Tuhan”, di seluruh Perjanjian Lama, merupakan penunjuk khusus kepada pribadi kedua dalam ke-Allahan sebelum penjelmaan-Nya. Penampilan-Nya dalam perjanjian Lama ini merupakan petanda dari kedatangan-Nya sebagai manusia di kemudian hari. Malaikat Tuhan ini di samakan dengan Tuhan, namun berbeda dengan Tuhan.
B.AJARAN PERJANJIAN BARU
Ajaran tentang trinitas di uraikan dengan lebih jelas dalam Perjanjian Baru daripada dalam Perjanjian Lama.Kenyataan ini dapat di buktikan dengan dua cara; melalui pernyataan-peryataan dan kiasan-kiasan umum dan dengan menunjukkan bahwa ada tiga pribadi ke-Allahan yang di akui sebagai Allah.
1.Pernyataan-pernyataan dan kiasan-kiasan umum. Pada saat Yesus di babtis, Roh turun ke atas-Nya dan suara Allah terdengar dari sorga serta menyatakan Yesus sebagai Anak yang di kasihi-Nya(Matius 3:16-17). Para murid di tugaskan untuk membabtis orang dalam nama Bapa,Anak dan Roh Kudus (Matius 28:19). Ketiga pribadi dalam tritunggal itu bergabung bersama-sama dalam melaksanakan pekerjaan mereka ( I Korintus 12:4-6;Efesus 1:3-14).

2.Bapa di kenal sebagai Allah.
3.Anak di kenal sebagai Allah. Memang Yesus adalah manusia yang paling luhur, namun Ia jelas jauh lebih besar dari manusia biasa. (a). Sifat-sifat ilahi. Kristus memiliki lima sifat yang secara khas dan jelas adalah ilahi: kekal, mahahadir, mahatahu, mahakuasa, dan tidak berubah. Memang harus di akui bahwa ada beberapa peryataan Yesus yang seakan-akan menunjukkan bahwa Ia tidak mahatahu. Yesus tidak mengetahui saat Ia akan datang untuk kedua kalinya ( Markus 13:32). (b). Jabatan-jabatan ilahi. Yesus adalah pencipta (Yohanes 1:3; Ibrani 1:10; Kolose 1:16). (c). Hak-hak istimewa Allah. Kristus mengampuni dosa (Matius 9:2,6; Lukas 7:47-48). Ia akan membangkitkan orang mati pada hari Kebangkitan ( Yohanes 5:25-29; 6:39-40; 11:25). Ia akan menghakimi ( Yohanes 5:22). (d). Ia di samakan dengan Yehova dari Perjanjian Lama. Apa yang dalam Perjanjian Lama di katakan mengenai Yehova juga di katakan mengenai Kristus dalam Perjanjian Baru. Ia adalah Pencipta ( Mazmurn 102:26-28; Ibrani 1:10-12). (e). Nama-nama Yesus yang menyatakan keilahian. Ia memakai beberapa kiasan yang menyirat sifat adikodrati. Misalnya, Alfa dan Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian,  Yang Awal dan Yang Akhir ( Wahyu 22:13). Ia lahir dari seorang pahlawan  dan di beri nama Imanuel, yang artinya, Allah menyertai kita. Istilah Firman (Logos) di pakai untuk menekankan keilahian-Nya (Yohanes 1:1-14). Nama yang di sukai oleh Yesus sendiri adalah Anak Manusia, sebagai Anak Manusia Ia menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak  orang ( Matius 20:28) dan  Ia akan datang lagi (Matius 24:44;26:64). Dalam Yohanes 1:1 penekanannya sangat kuat, ayat itu berbunyi” Dan Firman ituvadalah Allah”. Ketiadaan kata sandang sebelum istilah Theos menunjukkan bahwa Allah dalam kalimat ini berfungsi sebagai predikat. Yang di pertanyakan dalam ayat itu bukan siapa Allah itu, tetapi siapa Logos. Ia bukan saja Anak tunggal, tetapi juga Allah yang tunggal (Yohanes 1:18). (f). Beberapa hubungan membuktikan keilahian Yesus Kristus. Ia merupakan cahaya kemuliaan ( Ibrani 1:3) serta gambar Allah ( Kolose 1:15). Apapun yang di milik oleh Bapa juga di miliki oleh Kristus ( Yohanes 16:15;17:10). (g). Penyembahan yang di nyatakan kepada dan di terima oleh Yesus Kristus(h). Kesadaran dan tuntutan Kristus sendiri merupakan bukti bahwa Ia adalah Allah. Yesus menegaskan bahwa Ia sudah ada sejak dahulu kala  ( Yohanes 8:58; 17:5). Ia menyatakan bahwa diri-Nya satu dengan Bapa ( Yohanes 10:30; 14:9; 17:11).
4.Roh Kudus di kenal sebagai Allah. Beberapa ciri khas di kaitkan dengan Roh Kudus. Ia memiliki 3 unsur utama kepribadian: akal ( I Korintus 2:11), perasaan ( Roma 8:27; 15:30) dan kehendak (I Korintus 12:11). Roh Kudus berhubungan dengan Allah Bapa, dan Allah Anak sebagai pribadi. Kekristenan ortodoks senantiasa berkeyakinan bahwa Roh Kudus adalah Allah. Sebagaimana Yesus Kristus itu Anak  Allah, demikian pula Roh Kudus ialah Roh Allah.
C.BEBERAPA PENGAMATAN DAN KESIMPULAN YANG DI DASARKAN PADA PENELITIAN TENTANG TRINITAS.
1.Ajaran ini tidak bertentangan dengan ajaran mengenai keesaan Allah.
2.Perbedaan-perbedaan ini sifatnya kekal. Sifat hubungan kekal antara Bapa dengan Anak biasanya di sebut “generation” (sifat di peranakan).
3.Ketiga oknum trinitas sederajat. Urutan bahwa Allah Bapa adalah yang pertama, Allah Anak yang kedua dan Allah Roh Kudus yang ketiga. Urutan bukanlah perbedaan dalam kemuliaan, Roh dan Anak adalah sederajat dengan Bapa sekalipun mereka tunduk kepada Bapa.
4. Ajaran ini memiliki nilai praktis yang tinggi. Kasih sudah ada sebelum alam di ciptakan , namun kasih memerlukan objek. Hanya Allah yang dapat mengadakan perdamaian karena dosa. Sulit memikirkan adanya kepribadian tanpa masyarakat. Jika tidak ada trinitas maka tidak akan ada penjelmaan, tidak ada penebusan yang objektif, dan karena itu tidak ada penyelamatan. Karena takkan ada oknum yang mampu bertindak sebagai pengantara antara Allah dan manusia.

X
Ketetapan-ketetapan Tuhan

       I.            Defenisi Ketetapan-Ketetapan Tuhan

Ketetapan-ketetapan Tuhan dapat didefinisikan sebagai rencana atau rencana-rencana abadi Tuhan yang dilandaskan pada pertimbangan Ilahi yang paling bijaksana. Tuhan telah menetapkan ketetapannya baik secara efektif maupun permisif segala sesuatu yang akan terjadi. Definisi ini mencakup beberapa hal:
1.      Ketetapan-ketetapan itu merupakan rencana abadi Tuhan. Ia tidak mengubah rencananya dan membuat rencana itu dalam kekekalan, dan rencananya tersebut tidak akan pernah berubah (Maz 33:11 ; Yak 1:17).
2.      Ketetapan-ketetapan tersebut didasarkan pada pertimbangan Tuhan yang paling bijaksana dan kudus. Ia mengetahui yang terbaik dan Ia tidak mungkin merencanakan sesuatu yang salah (Yes 48:11).
3.      Ketetapan-ketetapan Tuhan bersumber pada kebebasan Tuhan (Maz 135:6 ; Ef 1:11).
4.      Ia mahakuasa dan sanggup melakukan segala sesuatu yang dikehendakiNya (Dan 4:35).
5.      Tujuan akhir dari ketetapan Tuhan ialah kemuliaanNya. Ketetapan itu diarahkan bukan untuk mendatangkan kebahagiaan makhluk ciptaanNya, atau untuk menyempurnakan orang kudus. Tetapi semua ketetapan ini dimaksudkan untuk kemuliaan Dia yang mahasempurna (Bil 14:21 ; Yes 6:3).
6.      Ada dua jenis ketetapan Tuhan, yang efektif dan permisif. Ada hal-hal yang yang direncanakan Tuhan dan yang ditetapkanNya harus terjadi secara efektif, dan ada hal-hal yang lain hanya sekedar diizinkan Tuhan terjadi (Rm 8:28). Dan dalam hal itu pun semua mengarahkan bagi kemuliaan namaNya (Mat 18:7 ; Kis 2:23).
7.      Ketetapan-ketetapan itu meliputi segala sesuatu di masa lampau, masa kini, dan masa depan. Ketetapan-ketetapan yang diadakanNya secara efektif dan sekedar diizinkanNya (Yes 46:10-11). Dengan kuasa dan kebijaksanaanNya yang tidak terbatas bagi segenap kekekalan yang akan datang.

    II.            Bukti Adanya Ketetapan-Ketetapan Tuhan

Peristiwa-peristiwa yang terjadi di alam semesta ini bukan sekadar peristiwa kebetulan yang mengejutkan Tuhan, tetapi merupakan pelaksanaan maksud dan rencana Tuhan yang nyata yang terarah, yang telah diajarkan oleh Alkitab:
Tuhan semesta alam, firmanNya, “sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana....itulah rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang teracung terhadap segala bangsa. Tuhan semesta alam telah merancang, siapakah yang dapat menggagalkannya? TanganNya yang telah teracung, siapakah yang dapat membuatnya ditarik kembali? (Yes 14:24, 26-27).
Sebab Ia telah menyatakan rahasia kehendakNya kepada kita, sesuai dengan rencana kerelaanNya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkanNya di dalam Kristus....di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan – kami yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud Tuhan, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya (Ef 1:9-11)”.
Ketetapan-ketetapan itu sering kali diketengahkan sebagai satu ketetapan saja: “terpanggil sesuai dengan rencana Allah” (Rm 8:28, bandingkan dengan Ef 1:11). Sekalipun ketetapan-ketetapan itu nampaknya terdiri dari atas banyak maksud, bagi Allah sebenarnya ada satu maksud saja, yaitu satu maksud besar yang meliputi semuanya.
Selanjutnya, ketetapan-ketetapan dianggap sebagai  bersifat kekal, “sesuai dengan maksud abadi yang telah dilaksanakanNya dalam Kristus Yesus Tuhan kita” (Ef 3:11), “telah dipilih sebelum dunia dijadikan” (I Pet 1:20), “Tuhan telah memilih kita sebelum dunia dijadikan” (Ef 1:4), “berdasarkan maksud dan kasih karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus sebelum permulaan zaman” (II Tim 1:9), “berdasarkan pengharapan akan hidup yang kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh Tuhan yang tidak berdusta” (Tit 1:2).

 III.            Landasan Ketetapan-Ketetapan Tuhan

Apa yang ditetapkan Tuhan telah ditetapkanNya secara bebas dan sukarela dan ketetapan yang telah dibuatNya tidak berdasarkan paksaan. Mungkin saja kadang-kadang Tuhan tidak menjelaskan alasanNya ketika menetapkan sesuatu, namun kita dapat yakin bahwa sekalipun tidak dijelaskan semua ketetapan mempunyai alasan (Ul 29:29). “Engkau akan mengertinya kelak” (Yoh 13:7). Beberapa tokoh aliran determinisme yang ekstrem telah beranggapan bahwa kehendak Tuhan itu mutlak adanya. Segala sesuatu adalah benar karena Tuhan telah menghendakinya. Bila ini benar, maka kematian Kristus juga tidak ditentukan oleh suatu prinsip di dalam diri Tuhan, tetapi sekadar oleh kehendak Tuhan, dan apabila Tuhan telah ingin untuk menyelamatkan manusia tanpa kematian Kristus maka hal tersebut dapat dilaksanakanNya dan tindakan itu tetap benar.
Lebih tepat bila dikatakan bahwa semua ketetapan Tuhan dilandaskan pada pertimbangan Ilahi yang paling bijaksana dan kudus. Dan semua yang dilakukanNya yaitu hendak menyelamatkan manusia maka Ia melandaskan segala rencanaNya atas segenap pengetahuan dan pengertianNya. Dengan demikian, Tuhan tetap penuh kasih dan pada saat yang sama juga adil (Maz 85:10). Jadi, atas dasar kebijaksanaan dan kekudusanNya Tuhan membuat segala ketetapan itu, baik yang efektif maupun yang permisif.

 IV.            Tujuan Dari Ketetapan-Ketetapan Tuhan

Jelaslah bahwa tujuan Tuhan bukanlah terutama kebahagiaan atau pun kekudusan manusia ciptaanNya. Tuhan memang menghendaki kebahagiaan manusia ciptaanNya. Paulus berkata ketika berada di Listra, “dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa menuruti jalannya masing-masing, namun Ia bukan tidak menyatakan diriNya dengan berbagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan kegembiraan” (Kis 14:16,17). Tuhan memang berusaha untuk membahagiakan umat manusia, bahkan memberikan kebahagiaan jasmaniah, namun kebahagiaan tersebut adalah tujuan yang skunder, bukan tujuan primer.
Tujuan terakhir dan tertinggi dari semua ketetapan Tuhan ialah kemuliaanNya. Ciptaan memuliakan Dia. Daud mengatakan “langit menceritakan kemuliaanNya dan cakrawala menceritakan pekerjaan tanganNya” (Maz 19:2). Tuhan menyatakan bahwa Ia akan memurnikan Israel dalam perapian penderitaan, lalu ditambahkanNya, “Aku akan melakukannya oleh karena Aku, ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan namaKu akan dinajiskan? Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain!” (Yes 48:11). Dan kedua puluh emapat tua-tua melemparkan mahkota mereka di depan takhta Tuhan sambil berkata, “Ya Tuhan Allah kami, Engkau layak menerima puji-pujian dan hormat dan kuasa, sebab Engkau telah menciptakan segala sesuatu, dan oleh karena kehendak Mu semuanya itu ada dan diciptakan” (Wahyu 4:11). Jadi, tujuan akhir dari segala sesuatu ialah kemuliaan Tuhan, dan hanya pada saat kita menerima kenyataan ini sebagai tujuan akhir kehidupan kita juga maka barulah kita hidup pada tingkatan yang paling tinggi dan paling selaras dengan kehendakNya.

    V.            Isi Dan Susunan Ketetapan-Ketetapan Tuhan

A.     Ketetapan Dalam Dunia Kebendaan dan Fisik
Allah telah menetapkan untuk menciptakan alam semesta ini serta manusia (Kej 1:26; Maz 33:6-11; Ams 8:22-31; Yes 45:18). Tuhan telah menetapkan untuk menegakkan bumi (Maz 119:90-91). Ia juga telah menetapkan untuk tidak lagi menghancurkan penduduk bumi lewat air bah seperti yang pernah dilakukanNya dulu (Kej 9:8-17). Selanjutnya Tuhan menetapkan pembagian bangsa-bangsa (Ul 32:8). Tuhan juga menetapkan usia manusia (Ayub 14:5). Semua peristiwa lain yang terjadi dalam dunia kebendaan dan fisik juga telah ditetapkan oleh Tuhan sebelumnya sehingga termasuk dalam rencana dan tujuan Tuhan (Maz 104:3-4, Yes 14:26-27).

B.     Ketetapan Dalam Dunia Moral dan Rohani
Pada saat kita mengaitkan ketetapan-ketetapan Tuhan dengan dunia moral dan rohani, kita diperhadapkan dengan dua masalah dasar yaitu adanya kejahatan dalam dunia dan kebebasan manusia. Bagaiman mungkin Tuhan yang kudus dapat membiarkan begitu saja kejahatan-kejahatan moral, dan bagaimana Tuhan yang berdaulat dapat membiarkan manusia tetap bebas? Beberapa asumsi dan praduga harus dibuat lebih dahulu:
1)        Tuhan bukanlah pencipta dosa.
2)        Tuhan mengambil langkah pertama dalam menyelamatkan manusia.
3)        Manusia bertanggung jawab atas tindakannya.
4)        Tindakan-tindakan Tuhan didasarkan pada pertimbangan Tuhan yang paling bijaksana dan kudus.
Namun beberapa pendapat para teologi mengenai ketetapan Tuhan bahwa Tuhan telah menetapkan:
1)        Untuk menyelamatkan sebagian orang serta menolak yang lain.
2)        Untuk menciptakan kedua golongan orang itu.
3)        Untuk mengizinkan kedua golongan itu jatuh dalam dosa.
4)        Mengutus Kristus untuk menebus orang-orang yang telah dipilih untuk diselamatkan.
5)        Mengutus Roh Kudus untuk menerapkan karya penebusan itu pada orang-orang yang telah dipilih atau diselamatkan.
Bahkan banyak pandangan-pandangan yang lain, sehingga timbul variasi yang mengajarkan pendamaian tak terbatas, bahwa Tuhan telah menetapkan:
1)        Untuk menciptakan manusia.
2)        Untuk mengizinkan manusia jatuh dalam dosa.
3)        Untuk menyediakan di dalam Kristus penebusan yang cukup bagi seluruh umat manusia.
4)        Memilih beberapa orang untuk diselamatkan dan membiarkan yang lain sebagaimana adanya.
5)        Untuk mengutus Roh Kudus agar memastikan bahwa penebusan itu diterima oleh orang-orang yang telah dipilihNya.
Untuk lebih memahami tempat dosa serta pemberian keselamatan bagi orang berdosa, ada empat hal yang perlu diperhatikan. 1. Tuhan telah menentukan untuk mengizinkan dosa. Sekalipun Tuhan bukan pencipta dosa (Yak 1:13-14), dan Tuhan tidak mengharuskan adanya dosa itu, namun berlandaskan pertimbanganNya yang bijaksana dan kudus, Ia telah menetapkan untuk mengizinkan terjadinya kejatuhan dan dosa. Ketetapan ini dibuatNya karenna Ia mengetahui bagaimana sifat dosa itu, apa yang akan dilakukan oleh dosa terhadap makhluk ciptaaanNya, dan apa yang harus dilakukanNya untuk menyelamatkan manusia. Akan tetapi alasan-alasan yang bijaksana dan kudus, yang nampaknya belum sanggup kita pahami seluruhnya (Rm 11:33), Tuhan memutuskan untuk mengizinkan dosa. 2. Tuhan menetapkan untuk mengatasi dosa demi kebaikan. Ketetapan ini tidak dapat dipisahkan dari ketetapan untuk mengizinkan dosa. Tuhan bukan saja mengizinkan dosa, namun juga mengatasinya demi kebaikan. Pemazmur mengatakan, “Tuhan mengagalkan rencana bangsa-bangsa; Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; tetapi rencana Tuhan tetap untuk selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun” (Maz 33:10-11). Nampak jelas bahwa Dia yang sebenarnya sanggup mencegah dosa memasuki kehidupan manusia, Ia juga dapat mengatur dan menguasai pernyataan dosa itu. Tuhan membenci dosa (Yer 44:4, Amos 5:21-24); Tuhan tidak mengizinkan dosa merintangi tujuan-tujuanNya untuk kekudusan, dosa harus dikalahkan demi kebaikan. 3. Tuhan menetapkan untuk menyelamatkan dari dosa. Pada mulanya manusia memiliki kebebasan dalam dua arti: kebebasan untuk melaksanakan hal-hal yang sesuai dengan kodratnya dan kebebasan untuk bertindak bertolak belakang dengan kodratnya. Manusia memiliki kemampuan untuk berbuat dosa dan kemampuan untuk tidak berbuat dosa . (Kej 6:5; Ayub 14:4; Yer 13:23, 17:9). Kini manusia hanya bebas, dalam arti mampu melakukan apa saja yang dianjurkan oleh kodratnya yang telah rusak itu. Karena manusia kini tidak mampu dan tidak berkeinginan untuk berubah, Tuhan turun tangan melalui kasih karunia pendahuluan. Akibat adanya kasih karunia pendahuluan manusia mampu memberikan suatu tanggapan awal terhadap Tuhan, dan Tuhan kemudian akan memberikan kepadanya pertobatan dan iman (Yer 31:18; Kis 5:31; 11:18; Rm 12:3). Diakui bahwa kasih karunia umum itu diberikan kepada semau orang (Kis 14:17), karena Tuhan menginginkan agar jangan seorang pun binasa (II Pet 3:9). 4. Tuhan menetapkan untuk memberi pahala kepada hamba-hambaNya serta menghukum orang-orang yang tidak taat. Dalam kemurahanNya Tuhan bukan sekadar menetapkan untuk menyelamatkan beberapa orang, tetapi juga memberi pahala kepada mereka yang melayani Dia (Yes 62:11, Mat 6:4, 19-20; 10:41-42; I Kor 3:8; I Tim 5:18). Yesus mengatakan, “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami adalah hamba-hamba yang tidak berguna: kami hanya melakukan apa yang kami harus lakukan” (Luk 17:10). Karena sifatNya yang adil dan kudus, Tuhan juga telah menetapkan untuk menghukum orang-orang yang fasik dan yang tidak taat. Kenyataan ini berlaku juga untuk iblis beserta pasukannya (Kej 3:15; Mat 25:41; Rm 16:20), dan untuk manusia (Maz 37:20; Yehezkiel18:4; Nahum 1:3).

C.  Ketetapan Dalam Dunia Sosial dan Politik
1. Keluarga dan pemerintahan manusia. Pada mulanya Tuhan mengatakan, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja, Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kej 2:18). Kenyataan bahwa Tuhan pada mulanya menciptakan seorang laki-laki dan seorang perempuan saja dengan jelas menunjukan bahwa Tuhan memaksudkan agar pernikahan bersifat monogami dan tidak dapat diceraikan (Mat 19:3-9). Sepanjang Alkitab kekudusan pernikahan diakui (II Sam 12:1-15; Mat 14:3-4; Yoh 2:1-2; Ef 5:22-33; Ibr 13:4). Ketetapan pernikahan menyangkut ketetapan untuk berkembang biak (Kej 1:27-28; 9:1,7; Maz 127:3-5) serta membangun rumah tangga (Ul 24:5; Yoh 19:27). Yang berkaitan erat sekali dengan ketetapan ini adalah ketetapan pemerintahan manusia (Kej 9:5-6).
2. Tugas dan panggilan Israel. Tuhan memilih Israel untuk menjadi umatNya, untuk menjadikan mereka imamat yang rajani, suatu bangsa yang kudus (Kel 19:4-6). Ketetapan ini bukanlah terutama suatu ketetapan untuk memperoleh keselamatan, tetapi suatu ketetapan untuk memperoleh kedudukan dan kehormatan lahiriah, lewat hukum Taurat yang kudus serta pranata ilahi, akan menuntun kepada keselamatan serta ibadat yang berkenan kepada Tuhan.
3. Pendirian dan tugas gereja. Sejak kekekalan Tuhan telah menetapkan pendirian dan pembangunan gereja. Kenyataan bahwa Yesus mengatakan akan membangun gerejaNya (Mat 16:18) menunjukan bahwa gereja waktu itu belum ada. Tujuan Tuhan sekarang ini ialah memanggil suatu umat bagi namaNya dari antara bangsa-bangsa  bukan Yahudi serta sisa umat Yahudi yang masih setia, menurut pilihan kasih karuniaNya (Kis 15:13-18; Rm 11:1, 30-31). Roh Kudus dan gereja merupakan dua sarana yang dipakai oleh Tuhan untuk mencapai tujuanNya (Mat 28:19-20; Kis 1:8).
4. Kemenangan terakhir bagi Tuhan. Tuhan telah memutuskan untuk menyerahkan semua kerajaan dunia kepada Kristus (Maz 2:6-9; Dan 7:13-14; Luk 1:31-33; Wahyu 11:15-17; 19:11; 20:6). Tahap pertama dalam kemenangan Tuhan atas bumi akan berlangsung selama seribu tahun (Wahyu 20:1-6). Setelah pemberontakan terakhir iblis serta penghakiman di hadapan takhta putih (Wahyu 20:7-15), akan datang langit yang baru, dunia yang baru, dan Yerusalem baru (Wahyu 21:1 – 22:5). Kemudian Kristus akan menyerahkan kerajaan kepada Bapa, dan kemudian Tritunggal: Bapa, Anak, dan Roh Kudus akan memerintah sampai selama-lamanya (I Kor 15:23-28). Semuanya ini sudah ditetapkan Tuhan dan pastilah suatu saat akan tergenapi.





XI
Karya-Karya Tuhan: Penciptaan

1.      Definisi Penciptaan
Istilah “menciptakan” dipakai dalam dua arti di dalam Alkitab: dalam arti penciptaan langsung dan dalam arti penciptaan tidak langsung. Penciptaan langsung merupakan tindakan bebas Tuhan tritunggal. Melalui tindakan ini Tuhan pada mulanya menciptakan segala sesuatu yang nampak dan yang tidak nampak untuk kemuliaanNya sendiri tanpa memakai bahan yang sudah ada sebelum dunia diciptakan atau tanpa sebab-sebab sekunder. Penciptaan tidak langsung merupakan tindakan-tindakan Tuhan yang juga disebut “penciptaan”, namun tidak bermula dari ketiadaan atau ex nihilo. Melalui tindakan-tindakan ini Tuhan membentuk, menyesuaikan, menggabungkan atau mengubah bahan-bahan yang sudah ada. Hodge mengatakan, ketika membandingkan penciptaan langsung dengan penciptaan tidak langsung, “penciptaan langsung jadi seketika, penciptaan tidak langsung terjadi secara bertahap”.
2.      Bukti Adanya Penciptaan
Ilmu pengetahuan memang berusaha untuk menjawab masalah sekitar asal mula alam semesta ini, namun karena ilmu pengetahuan bergerak dalam wawasan pengetahuan empiris saja, maka penelitian terhadap asal mula alam semesta dan sebab-sebab pertama dengan sendirinya sudah berada di luar bidangnya. Pemecahan terhadap teka-teki asal mula alam semesta ini harus datang dari Alkitab dan harus diterima dengan iman (Ibr 11:3). Alkitab menyatakan bagaimana dan mengapa terjadi keberadaan jasmaniah dan rohaniah.
A.             Kisah Penciptaan yang Diceritakan Musa

1.    Penciptaan langsung alam semesta. Kalimat pembukaan Alkitab menyatakan bahwa “pada mulanya Allah menciptakan langit dan bumi” (Kej 1:1). Menurut kata-kata tersebut, alam semesta tidak kekal, juga tidak dibentuk dari bahan yang sudah ada sebelumnya, atau terjadi karena prinsip penyebab yang universal, tetapi karena tindakan penciptaan langsung dari Tuhan.
2.        Penciptaan tidak langsung alam semesta masa kini. (a) Apakah penciptaan kali ini bersifat langsung, tidak langsung ataukah kombinasi dari keduanya? Matahari mungkin saja telah diciptakan sejak mula pertama dan terang itu (ayat 3-5) mungkin berasal dari matahari. Bibit-bibit kehidupan tanaman mungkin saja masih bertahan dari suatu keadaan yang primitif, sehingga Tuhan hanya memerintahkan bumi untuk “menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji” (ayat 11). (b) Apa yang termasuk dalam penciptaan yang langsung? Pastilah bukan hanya langit, tetapi juga malaikat-malaikat yang ada di surga (Ayub 38:7; Nehemia 9:6), dan pasti juga bukan hanya bumi, tetapi juga semua air dan udara (Yes 42:5l; Kol 1:16; Wahyu 4:11). Beberapa sarjana mengetengahkan bahwa mungkin beberapa dari malaikat-malaikat itu, di bawah pimpinan makhluk yang kemudian dikenal dengan nama iblis, ditugaskan menguasai bumi (Luk 4:5-8). (c) Adakah Kejadian 1:2 melukiskan keadaan asli bumi ini atau suatu keadaan akibat terjadinya suatu bencana yang dahsyat? Pertanyaan ini dijawab dengan tiga cara: (1) beberapa teori mengemukakan bahwa setelah penciptaan yang mula-mula (ayat 1), iblis jatuh sehingga mengakibatkan hukuman Ilahi menimpa bumi ini (ayat 2). Ayat-ayat berikutnya menggambarkan penciptaan ulang bumi selama enam hari. Selanjutnnya dikemukakan bahwa gambaran tiada bentuk, kosong, gelap gulita (ayat 2). (2) Ayat 2 menunjukkan hukuman yang ditetapkan Tuhan, tetapi bagaimana dan mengapa terjadi hukuman ini tetap merupakan rahasia. Mungkin kejatuhan iblis merupakan penyebab. (3) Gambaran tentang keadaan yang tidak berbentuk, kosong, serta gelap gulita tidak perlu menggambarkan hukuman, tetapi menggambarkan keadaan kurang lengkap. Bumi ciptaan Tuhan dimaksudkan untuk didiami (Yes 45:18). Kisah penciptaan ini sama sekali tidak menaruh perhatian pada peristiwa kejatuhan iblis, sekalipun demikian, pastilah kejatuhan iblis terjadi sebelum Kejadian 3. (d) Adakah enam hari penciptaan itu harus dianggap sebagai enam hari yang berkenan dengan penyataan, masa-masa yang lama, ataukah enam hari yang terdiri atas dua puluh empat jam? Beberapa sarjana beranggapan bahwa enam hari itu merupakan enam hari dalam kehidupan Musa, dan bukan enam hari penciptaan. Pandangan ini bertentangan dengan Keluaran 20:11, “sebab enam hari lamanya Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada hari ketujuh”. Banyak yang menafsirkan keenam hari penciptaan itu sebagai enam hari yang dua puluh empat jam lamanya. Namun apa arti kata “hari” menurut Alkitab? Kata ini dipakai di Alkitab dengan berbagai arti: siang yang berbeda dengan malam (Kej 1:5, 16, 18), siang (terang) dan malam (gelap) bersamaan (1:5). (e) Berapakah usia bumi? Standard Geological Column, yang dipakai oleh para ahli geologi untuk menentukan usia lapisan tanah, telah dikembangkan dari suatu penelitian tentang fosil-fosil (paleontologi) yang terdapat dalam berbagai batuan endapan dan lapisan tanah. Standard Geological Column, menentukan tanggal pembentukan bumi menurut beberapa era: era Pra-Kambrium (dari 3.500 juta tahun yang lalu atau lebih), era Paleozoik (dari 600 juta sampai 225 juta tahun yang lalu), era Mesozoik (dari 225 juta sampai 65 juta tahun yang lalu), dan era Senozoik (dari 65 juta tahun yang lalu hingga kini). Berbagai cara penentuan tanggal telah dipakai. Salah satu cara, dengan mengukur pertambahan kadar sodium per tahun dalam samudera raya, dapat ditentukan bahwa samudera baru berumur sekitar 100 juta tahun.








B.     Bukti-Bukti Lain di Alkitab Tentang Penciptaan
Beberapa ayat berbicara mengenai penciptaan langit dan bumi yang mula-mula (Yes 40:26; 45:18). Sebagian besar ayat berbicara soal penciptaan seluruh umat manusia oleh Tuhan (Maz 102:19; 139:13-16; Yes 43:1). Banyak sekali ayat yang menerangkan bahwa Tuhan adalah pencipta langit dan bumi beserta segala isinya (Yes 45:12; Kis 17:24; Rm 11:36; Ef 3:9; Wahyu 4:11). Ateisme, yang menolak adanya Tuhan, terpaksa harus membuat zat bersifat kekal atau mencari suatu penyebab alamiah lainnya. Dualisme mengakui adanya dua prinsip kekal, yang satubaik, dan yang lain jahat, atau dua oknum yang kekal, Tuhan dengan iblis atau Tuhan dengan zat. Agnossitisme mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat tahu tentang Tuhan atau hasil ciptaanNya.
3.      Tujuan Tuhan Dalam Penciptaan
Alasan yang sama yang menyebabkan Tuhan merumuskan tujuan-tujuan dan ketetapan-ketetapanNya juga telah mendorongNya untuk melaksanakan ketetapan-ketetapan itu. Maksudnya, Ia menciptakan segala sesuatu untuk kemuliaanNya sendiri. Pertama, Ia menciptakan alam semesta ini untuk mempertunjukan kemuliaanNya. Alkitab menyatakan, “Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya namaMu di seluruh bumi! (Maz 8:2). Kedua, Tuhan menciptakan alam semesta untuk menerima kemuliaan. Alkitab memerintahkan, ”Berilah kepada Tuhan kemuliaan namaNya “ (I Tawarikh 16:29). Alam semesta merupakan hasil karya Tuhan yang diciptakan dengan tujuan untuk memperlihatkan kemuliaanNya. Seperti yang Paulus nasihatkan, “jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika engkau melakukan segala sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk kemuliaan Tuhan” (I Kor 10:31).

XIII
Asal Mula, Sifat,Kejatuhan, dan Penggolongan Malaikat

I.                   ASAL MULA MALAIKAT
Seluruh Alkitab beranggapan bahwa malaikat itu ada, yaitu baik Malaikat yang baik maupun yang jahat. Maz 148 :2-5 mendaftarkan malaikat bersama dengan matahari,bulan,dan bintang sebagai dari ciptaan Allah. saat penciptaan Malaikat tidak disebut dengan jelas dalam Alkitab,namun sangatlah mungkin bahwa malaikat di Ciptakan sebelum langkit dan bumi di Ciptakan karena menurut Ayub 38:4-7, semua anak Allah bersorak-sorai ketika Allah meletakkan dasar bumi.sekalipun Alkitab tidak memberitau jumlah yang pasti,kita diberi tau bahwa jumlah mereka banyak sekali.
II.                SIFAT MALAIKAT
A.    MALAIKAT BUKAN MANUSIA YANG DIMULIAKAN
Manusia dan Malaikat dibedakan.dalam Matius 22:30 dikatakan bahwa orang-orang percaya suatu saat akan menjadi seperti Malaikat,tetapi tidak dikatakan bahwa mereka akan menjadi Malaikat.berdasarkan Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani (septuaginta)dikatakan bahwa manusia telah di Ciptakan lebih rendah dari pada Malaikat, tetapi kemudian akan menjadi lebih tinggi dari pada malaikat ( Mazmur 8:6, bandingkan dengan Ibrani 2:7). Orang-orang percaya suatu saatakan menghakimi Malaikat (I Korintus 6:3).
B.     MALAIKAT TIDAK BERBADAN
Para Malaikat disebut “angin” atau “roh” (Ibrani 1:7, dengan mazmur 104:4), dan Ibrani 1:14. Malaikat sudah sering nampakkan diri dengan memakai tubuh namun kenyataannya ini tidak berarti bahwa mereka mempunyai tubuh jasmaniah sebagai bagian yang perlu dari kehidupan mereka.
C.     MALAIKAT MERUPAKAN SUATU KELOMPOK,BUKAN SUATU BANGSA
Dalam Alkitab melaikan disebut sebagai bala tentara,dan bukan sebagai bangsa (Mazmur 148:2). Malaikat tidak pernah menikah atau dinikai, juga tidak pernah mati (Lukas 20:34-36). Karena Malaikat suatu kelompok dan bukan suatu bangsa,maka mereka berbuat dosa secara perorangan.
D.    PENGETAHUAN MALAIKAT LEBIH TINGGI DARI PADA PENGETAHUAN MANUSIA, WALAUPUN MEREKA TIDAK MAHA
Kebijaksanaan seorang Malaikat dianggap sebagai kebijaksanaan yang tinggi (II Samuel 14:20). Malaikat-malaikat yang telah jatuh pun memiliki kebijaksanaan yang melebihi kebijaksanaan biasa.


E.     MALAIKAT LEBIH KUAT DARI PADA MANUSIA,WALAUPUN MEREKA TIDAK MAHAKUASA
Malaikat dikatakan lebih perkasa dan berkuasa dari pada manusia (II Petrus 2:11, Mazmur 103:20).kekuatan para malaikat itu terbatas seperti yang telihat dalam pertemuan antara Malaikat yang jahat dengan malaikat yang baik (Wahyu 12:7).
F.      MALAIKAT LEBIH LUHUR DARI PADA MANUSIA,WALAUPUN TIDAK MAHA HADIR
Malaikat tidak bisa berada didua tempat sekaligus.mereka menggambar diatas muka bumi (Ayub 1:7; Zakharia 1:11; I Petrus 5:8).bahkan dalam gagasan terbang tersirat bahwa para Malaikat adalah Roh-roh yang melayani,yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan (Ibrani 1:14).

III.             KEJATUHAN MALAIKAT
A.    KENYATAAN KEJATUHAN MEREKA
Masalah asal mula kejahatan harus dipertimbangkan sekarang ini,karena kejahatan mula-mula terjadi disorga dan bukan dibumi. Terkecuali beberapa filsuf hindu yang menyebut kejahatan sebagai “maya” atau “khayalan”, dan golongan Christian Science yang menyebutnya sebagai “kesalahan pikiran manusia”, semua orang mengakui kenyataan yang buruk dan keseriusan mengenai adanya kejahatan didalam semesta ini. Sesungguhnya hadirnya kejahatan di dunia ini merupakan salah satu masalah yang paling memusingkan dalam Filsafat dan Theologi. Hal ini disebabkan karena sulit sekali untuk meyelaraskan gagasan kejahatan dengan konsep mengenai Allah yang murah hati, kudus, serta mahakuasa. Beberapa orang beranggapan bahwa kedua gagasan ini tidak dapat dipertemukan samasekali sehingga mengusulkan pandangan dualisme,yaitu bahwa kejahatan dan kebaikan sama-sama kekal. Karena itu, tidak pernah ada alam semesta yang sempurna, dan sebagai akitabnya, tidak ada pula namanya “kejatuhan”.
            Namun ada cukup alasan untuk percaya bahwa malaikat telah diciptakan dalam keadaan sempurna. Dalam Kisah Penciptaan (Kejadian 1), kita diberi tau sebanyak tujuh kali bahwa segala sesuatu yang diciptakan Alla itu baik. Dalam Kejadian 1:31 kita membaca, “Maka Allah melihat segala yang dijadikan–Nya itu sungguh amat baik.” Pastilah, kalimat ini mencangkup kesempurnaan para malaikat dalam kekudusan ketika mula-mula diciptakan. Jikalau Yehezkiel 28:15 menunjuk kepada Iblis, sebagai mana di anjurkan banyak pihak, maka dengan tegas dinyatakan bahwa Iblis itu diciptakan dengan sempurna. Akan tetapi, beberapa ayat Alkitab menunjukkan bahwa ada malaikat yang jatuh (Mazmur 78:49; Matius 25:41; Wahyu 9:11; 12:7-9). Ini terjadi karena malaikat-malaikat itu berbuat dosa, dengan cara meninggalkan batas-batas kekuasaan mereka dan tempat kediaman mereka (II petrus 2:4; Yudas 6). Pastilah, Iblis yang memimpin para malaikat yang murtad itu. Yehezkiel 28:15-17 nampaknya mengisahkan kejatuhannya. Petunjuk lainya yang mungkin menyinggung kejatuhan Iblis dapat ditemukan dalam Yesaya 14:12-15. Tidak dapat disangkal lagi bahwa memang ada malaikat-malaikat yang telah jatuh.


B.     SAAT KEJATUHAN MEREKA
Alkitab tidak menyebut hal ini, tetapi jelaslah bahwa kejatuhan Malaikat-malaikat itu terjadi sebelum kejatuhan manusia, karena iblis memasuki taman Eden sebagai ular dan menggoda Hawa untuk berbuat dosa (Kejadian 3:1-5). Namun kita tidak tahu dengan pasti berapa lama Malaikat-malaikat itu telah jatuh sebelum terjadi peristiwa ditaman Eden. Orang-orang yang beranggapan bahwa setiap ikut serta melawan pekerjaan para Malaikat yang baik (Daniel 10:12-13, 20-21; Yudas 9; Wahyu 12:7-9). (4) mungkin juga peristiwa kejatuhan itu meninggalkan dampak pada penciptaan yang mula-mula. Kita membaca bagaimana terkutuk akibat dosa Adam (Kejadian 3:17-19) dan bahwa seluruh mengerang oleh karna kejatuhan (Roma 8:19-22). Ada yang mengatakan bahwa dosa malaikat-malaikat itu telah menyebabkan kehancuran ciptaan yang mula-mula dalam Kejadian 1:2. (5) pada suatu hari kelak semua malaikat yang jatuh akan dicampakkan kebumi (Wahyu 12:8-9) dan setelah dihakimi (1 Korintus 6:3), mereka akan dicampakkan kedalam lautan api (Matius 25:41; II Petrus 2:4; Yudas 6). Iblis akan dilemparkan kedalam jurang maut selama seribu tahun sebelum ia dicampakkan ke dalam lautan api (Wahyu 20:1-3, 10).

IV.             PENGGOLONGAN MALAIKAT-MALAIKAT
Para malaikat dapat dibagi dalam dua golongan besar: Malaikat yang baik dan malaikat yang jahat. Terdapat berbagai-bagian dalam kedua golongan besar ini.

A.    MALAIKAT YANG BAIK
Ada beberapa jenis malaikat yang baik:
1.      Para malaikat
Kata Malaikat, dalam bahasa Ibrani maupun dalam bahasa Yunani, bearti “utusan”. Murid-murid yang diutus oleh yohanes pembabtis kepada Yesus disebut aggeloi  atau utusan (Lukas 7:24). Hanya konteknya yang menjelaskan apakah kata malaikat itu menunjukkan kepada utusan malaikat ataukah utusan manusia biasa. Jumlah malaikat itu berjuta-juta. Daniel mengatakan, “Seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa kali berlaksa-laksa berdiri dihadapan-Nya” (Daniel 7:10, bandingkan dengan Wahyu 5:11). Pemazmur mengatakan, “kereta-kereta Allah puluhan ribu, bahkan beribu-ribu banyaknya” (68:18). Tuhan memberi tahu kepada petrus bahwa Bapak-Nya akan mengirm lebih dari pada dua belas pasukan Malaikat bila dia memintanya (Matius 26:53). Dalam kitab Ibrani kita membaca tentang “beribu-ribu” Malaikat (12:22). Malaikat-malaikat ini mungkin mungkin muncul sendiri (Kisah 5:19), berpasangan (Kisah 1:10) atau berkelompok (Lukas 2:13).
2.      Kerub / kerubin
Kerub disebutkn dalam Kejadian 3:24; II Raja-raja 19:15; Yehezkiel 10:1-22; 28:14-16. Etimologi kata ini tidak diketahui dengan pasti, sekalipun ada yang mengusulkan bahwa kerub artinya “menutup” atau “menjaga”. Rub menjaga pintu masuk ketaman Eden (Kejadian 3:24). Dua kerub diukur diatas tutup tabut perjanjian yang ditepatkan didalam kemah sembahyang dan bait suci (Keluaran 25:19; I Raja-raja 6:23-28). Kerub juga disulam pada tirai-tirai Tabernakel (Keluaran 26:1, 31) dan diukur pada gerbang-gerbang bait Allah (I Raja-raja 6:32, 35). Dari menyataan bahwa mereka digambarkan sebagai menopang takhta Allah (Mazmur 18:11; 80:2; 99:1),dan bahwa mereka disulam pada tirai-tirai kemah sembayang dan diukir pada pintu-pintu bait Allah,  Kita menyimpulkan bahwa tugas utama para kerub ialah mengawal takhta Allah. Iblis sebelum jatuh mungkin juga termasuk golongan kerub (Yehezkiel 28:14-16).
3.      Serafim
Nama serafim disebutkan hanya dalam Yesaya 6:2, 6.serafim nampaknya berbeda dengan kerub,karena dikatakan bahwa Allah duduk diatas para kerub (I samuel 4:4; Mazmur 80:2; 99:1), tetapi para serafim berdri di sebelah atasnya (Yesaya 6:2). Tugas para serafim juga berbeda dengan tugas para kerub.para serafim memimpin penghuni sorga dalam permujaan kepada Allah yang mahakuasa dan menyucikan Hamba-ahamba Allah sehingga pemujaan dan pelayanan mereka berkenan kepada-Nya. MaksutNya, tugas para serafim rupanya di bidang pemujaan dan kekudusan, dan bukan dibidang penghakiman dan kekuasaan. Dengan kerendahan hati yang mendalam dan penghormatan yang sungguh-sungguh,para serafim melaksanankan pelayanan mereka. Sebaliknya, para kerub merupakan pengawal tahta Allah serta duta-duta luar biasa Allah. Jadi kerub serafim berbeda kedudukan dan pelayanannya.
4.      Makhluk-makhluk hidup
Beberapa sarjana mengatakan bahwa makhluk-makhluk hidup dalam Wahyu 4:6-9 adalah serafim dan  ada pula yang mengatakan bahwa mereka itu adalah kerub. Terdapat perbedaan yang sangat mencolok sekali diantara makhluk-makhluk itu, sehingga lebih baik rasanya untuk mengatakan bahwa makhluk-makhluk tersebut merupakan jenis malaikat lainnya dan bukan termasuk kerub atau serafim. Makhluk-makhluk itu memuja Allah, Mengatur penghakiman Allah (wahyu 6:1-3; 15:7), dan menyaksikan penyembahan seratus empat puluh empat ribu orang dala wahyu 14:3. Makhluk-makhluk ini aktif disekitar tahta Allah sebagaimana halnya para kerub dan serafim.
5.      Penghulu malaikat
Istilah “penghulu malaikat” muncul hanya dua kali dalam Alkitab (I tesalonika 4:16; Yudas 9), namun ada beberapa rujukan lainnya kepada paling tidak satu penghulu malaikat, Mikhael. Dikatakan bahwa Mikhael memiliki malaikat-malaikat. Dikatakan bahwa Mikhael memiliki malaikat-malaikatnya sendiri (Wahyu 12:7) dan bahwa dia adalah pemimpin terkemuka bangsa israel (daniel 10:13, 21; 12:1). Kitab Apokrifa Henokh (Pasal 20:1-7) menyebutkan adanya enam malaikat yang berkedudukan tinggi: Uriel, Rafael, Raguel, Mikhael, Zariel, dan Gabriel. Bacaan lain dipingiran kitab itu menambahkan satu nama lagi yaitu Remiel. Tobit 12:15 berbunyi, “Aku ini Rafael,satu dari ketujuh malaikat yang melayani dihadapan Tuhan yang mulia”. Walaupun kitab-kitab tersebut diatas termasuk dalam apokrifa namun kitab-kitab itu menunjukkan apa yang dipercayai oleh para leluhur mengenai hal itu. Nampak Gabriel memenuhi syarat sebagai penghulu malaikat yang kedua (Daniel 8:16; 9:21; Lukas 1:19, 26).
      Para penghulu malaikat nampaknya mempunyai tanggung jawab khusus untuk menjaga dan menjadikan Israel makmur (Daniel 10:13, 21; 12:1), memberikan kelahiran sang Juruselamat (Lukas 1:26-38), mengalahkan Iblis dengan pasukan malaikatnya dalam usaha membunuh perempuan itu dan anak laki-lakinya (Wahyu 12:3-12), serta mengumumkan edatangan kristus untuk menjemput umat-nya (I Tesalonika 4:16-18)
6.      Penjaga
Dalam Daniel 4:13 tercatat adanya seorang penjaga yang kudus; sedangkan dalam ayat 17 dari pasal yang sama terdapat istilah jamak “para penjaga”. Para penjaga ini nampaknya adalah Malaikat-malaikat yang diutus Allah untuk mengamati. Istilah penjaga yang dipakai menunjukkan adanya kewaspadaan.para penjaga juga terlibat dalam membawa amanat Allah kepada manusia. Apakah mereka ini merupakan jenis Malaikat yang khusus tidak diketahui.
7.      Anak-anak Alkitab
Istilah lain yang dipakai untuk malaikat dalam Alkitab ialah “anak-anak.” Istilah ini dipakai dalam Ayub  1:6; 2:1; dan 38:7 untuk menunjukkan kepada malaikat-malaikat, termasuk iblis. Mereka ini disebut anak-anak Allah karena mereka diciptakan oleh Allah. Sesungguhnya istilah “Allah” (Elohim) dipakai untuk malaikat (Mazmur 8:6, bandingkan dengan Ibrani 2:7). Beberapa kalangan berpendapat bahwa anak-anak Allah tersebut menunjuk kepada keturunan Set yang saleh.
      Namun, tidak mungkin bahwa dalam Kolose 1:16 Paulus hendak mengemukakan adanya suatu Hierarki Malaikat, dan Paulus tidak memiliki suatu sistem aeon-aeon untuk dipakai dalam Theologi dan Etika metafisik. Perjanjian Dua belas Patriarkh, yaitu sebuah kitab yang ditulis menjelang akhir abad pertama, mengajarkan adanya tujuh sorga. Sorga pertama tidak ada penghuninya, namun semua sorga lain diatasnya dihuni oleh berbagai jenis malaikat atau Roh. Akan tetapi, Paulus tidak mengajarkan adanya susunan tingkat malaikat yang sistematis seperti itu. Kita hanya dapat mengatakan bahwa singgasana-singgasana itu mungkin menunjukkan kepada malaikat-malaikat yang berkedudukan dekat sekali dengan kehadiran Allah. Malaikat-malaikat ini dberi kekuasaan untuk memerintah, yang dilaksanakan dibawah pengawasan Allah. Kerajaan nampaknya berkedudukan setingkat dibawah singgassana. Karena itu Mikhael disebut pemimpin Israel (Daniel 10:21; 12:1); kita juga membaca tentang adanya pemimpin orang persia dan pemimpin Yunani (Daniel 10:20). Artinya masing-masing menjadi pemimpin diatas salah satu kerajaan itu. Hal ini nampaknya juga berlaku bagi gereja,karena dalam kitab Wahyu disebut malaikat-malaikat yang mengawasi ketujuh jemaat (1:20). Para penguasa kemungkinan adalah Malaikat-malaikat yang kedudukanya dibawah salah satu tingkat Malaikat.
      Istilah “malaikat Tuhan” sering kali nampak diperanjian lama, tetapi jelas bahwa istilah ini tidak mengacu kepada malaikat yang biasa, tetapi kepada kristus yang belum menjelma.
B.     MALAIKAT-MALAIKAT YANG JAHAT

1.      Malaikat-malaikat yang dipenjara
Malaikat-malaikat ini disebut secara khusus dalam II Petrus 2:4 dan Yudas 6. Rupanya semua setuju bahwa Petrus dan Yudas sedang memikirkan malaikat-malaikat yang sama. Petrus hanya mengatakan bahwa mereka berbuat dosa sehingga Allah meleparkan mereka ke Tartarus (Neraka), memasukkan mereka kedalam gua –gua yang lengkap serta mengurang mereka disitu hingga penghakiman. Namun Yudas mengemukakan bahwa dosa mereka ialah tidak mematuhi batas-batas kekuasaan mereka serta meninggalkan tempat tinggal mereka yang sebenarnya. Mungkin yudas sedang memakai versi septuaginta dari Ulangan 32:8 ketika menuliskan ayat-ayat ini.menurut versi itu Allah telah membagi bangsa-bangsa “menurut jumlah malaikat-malaikat Allah” (dalam Alkitab indonesia terjemahan baru LAI disebutkan “menurut bilangan anak-anak Israel”). Dianggapbahwa Allah menetapkan satu atau lebih malaikat diatas tiap-tiap bangsa. kenyataan bahwa berbagai bangsa dengan demikian diperintahi oleh malaikat-malaikat yang menjadi pemimpin kerajaan tersebut, jelas dalam Daniel (10:13, 20-21; 12:1).
Suatu penafsiran yang lain juga telah dikemukakan. Dalam Yudas 7, dosa sodom dan gomora nampaknya disamakan dengan dosa-dosa malaikat-malaikat yang terbelenggu itu. Penafsiran ini bisa berarti bahwa dosa malaikat-malaikat itu pelanggaran susila yang mencolok. Beberapa ahli telah mengajukan bahwa dosa yang disebut di Kejadian 6:2 adalah persetubuhan yang dilakukan oleh malaikat-malaikat dengan wanita. Sebagai hukuman atas dosa mereka, Allah mencampakkan mereka ke tartarus. Dalam Perjanjian Baru istilah “Tartarus” (“Neraka” dalam Alkitab indonesia) hanya dipakai satu kali yaitu dalam II Petrus 2:4, walaupun istilah ini dipakai tiga kali dalam septuaginta. Dalam karya sastera karangan Homer, tartarus merupakan tempat yang suram dibawah Hades.
2.      Malaikat-malaikat jahat yang bebas
Mereka ini sering disebut dalam kaidah dengan Iblis, pemimpin mereka (Matius 25:41; Wahyu 12:7-9). Diayat-ayat lain mereka disebutkan secara terpisah (Mazmur 78:49; 1 Korintus 6:3; Roma 8:38; Wahyu 9:14).mereka termasuk dalam daftar  “pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan kerajaan” dalam Efesus 1:21 dan disebut secara tegas dalam Efesus 6:12 dan Kolese 2:15. Pekerjaan umum mereka nampaknya terdiri atas mendukung Iblis dalam peperangannya melawan Malaikat-malaikat yang baik dan umat Allah dengan segenap rencana mereka.
3.      Setan-setan
Setan-setan seringkali disebutkan dalam Alkitab, khususnya dalam kitab-kitab Injil. Setan-setan ini merupakan makhluk halus (Matius 8:16), yang sering disebut sebagai “Roh jahat” (Markus 9:25). Mereka adalah anak buah Iblis (Lukas 11:15-19), walaupun pada akhirnya mereka harus tunduk kepada Allah (Matius 8:29). Setan-setan dapat mengakibatkan kebisuan (Matius 9:32-33), kebutuhan (Matius 12:22), luka dan cedera (Markus 9:18) serta cacat dan penyakit jasmani lainnya (Lukas 13:11-17). Mereka melawan pekerjaan Allah dengan cara merusak ajaran yang benar ( I Timotius 4:1-3), kebijaksanaan ilahi  (Yakobus 3:15), serta persekutuan kristen (I Korintus 10:20-21).
4.      Iblis
Makhluk yang melebihi manusia biasa ini dengan jelas disebut dalam perjanjian Lama, tetapi hanya dalam Kejadian 3:1-15; I Tawarikh 21:1; Ayub 1:6-12; 2:1-7; dan Zaharia 3:1-2. Boleh jadi Iblis juga disebutkan dalam kaitan dengan kambing korban penghapusan dosa yang terdapat dalam Imamat16:8, yaitu seekor dari dua ekor kambing jantan yang dipersembahkan pada hari raya pendamaian. Dalam Perjanjian Baru Iblis sering kali disebut (Matius 4:1-11; Lukas 10:18-19; Yohanes 13:2, 27; 1 Petrus 5:8-9; Wahyu 12; 20:1-3, 7-10).
            Dalam Alkitab makhluk yang dahsyat ini disebut dengan berbagai nama.
1.      Iblis (satan, Alkitab inggris) (I Tawarikh 21:1; Ayub 1:6; Zakharia 3:1; Matius 4:10; II Korintus 2:11; I Timotius 1:20). Istilah ini artinya “musuh”; dia adalah musuh Allah dan manusia (I Petrus 5:8).
2.      Iblis (Devil, Alkitab inggris) (Matius 13:39; Yohanes 13:2; Efesus 6:11; Yakobus 4:7). Istilah Devil hanya dipakai dalam Perjanjian Baru dengan arti pemfitnah dan pendakwa (Wahyu 12:10). Ia memfitnah Allah pada manusia (Kejadian 3:1-7), dan memfitnah manusia pada Allah (Ayub 1:9; 2:4).
3.      Naga (Wahyu 12:3,7; 13:2; 20:2, bandingkan dengan Yesaya 51:9). Kata “naga” nampaknya secara harfiah bearti ular besar atau binatang laut yang dasyat. Naga dianggap sebagai lambang Iblis, sebagaimana halnya dalam Yehezkiel 29:3 dan 32:2. Naga sebagai binatang laut dengan tepat menunjukkan kegiatan Iblis dalam samudra dunia.
4.      Ular (Kejadian 3:1; Wahyu 12:9; 20:2, bandingkan dengan Yesaya 27:1).dengan istilah ini maka segenap kelicikan dan ketidak jujuran Iblis ditonjolkan (II Korintus 11:3).
5.      Beelzebub atau Beelzebul (Matius 10:25; 12:24-27; Markus 3:22; Lukas 11:15-19). Artinya yang jelasdari istilah ini tidak diketahui. Dalam bahasa siria istilah ini artinya “penguasa kotoran hewan.” Ada pula yang mengusulkan bahwa artinya ialah “penguasa rumah”.
6.      Belial atau beliar (II Korintu 6:15). Istilah ini dpakai dalam Perjanjian Lama dalam arti “ketidak layakan” (II Samuel 23:6). Dengan demikian kita membaca tentang “orang-orang dursila” atau “orang yang tidak layak” (secara harfiah “anak-anak belial/beliar”. Hakim-hakim 20:12, bandingkan dengan I Samuel 10:27; 30:22; I Raja-raja 21:13).
7.      Lusifer (Yesaya 14:12). Istilah ini artinya bintang pagi, sebuah nama untuk Planet venus.secara harafiah lusifer artinya “pembawa terang”, yang nampaknya mengacu kepada Iblis. Sebagai Lusifer, Iblis dilihat sebagai malaikat terang (II Korintus 11:14). Iblis juga mendapatkan beberapa nama lain yang agak berbeda sifatnya. Ia juga mendapat beberapa julukan dan sebutan yang menggambarkan sifatnya.
8.      Si jahat (Matius 13:19, 38; Efesus 6:16; I Yohanes 2:13-14; 5:19). Sebutan ini mengmbarkan watak dan pekerjaan si Iblis. Dia itu jahat, culas, kejam, dan sangat lalim terhadap segala sesuatu yang dikuasainya, dan dia itu senangtiasa melalukan kejahatan bila ada kesempatan.
9.      Si pencoba/pengoda (Matius 4:3; I Tesalonika 3:5). Nama ini menunjukkan bahwa Iblis senangtiasa berniat dan berusaha untuk menghasut manusia agar berbuat dosa.
10.  Ilah zaman (II Korintus 4:4). Sebagai ilah zaman, iblis memiliki pelayan-pelayan (II Korintus 11:15), ajaran-ajaran (I Timotius 4:1), upacara korban sendiri (I Korintus 10:20), serta jemaah-jemaah sendiri (Wahyu 2:9). Ia mensponsori usaha-usaha keagamaan manusia duniawi, dan, sudah pasti, menyokong semua bidat serta ajaran yang membuat gereja yang benar menderita sepanjang zaman.
11.  Penguasa kerajaan angkasa (Efesus 2:2). Sebagai pengusaha kerajaan angkasa, Iblis meupakan pemimpin malaikat yang jahat (Matius 12:24; 25:41; Wahyu 12:7; 16:13-14). Ia mempunyai banyak sekali anak buah yang melaksanakan kehendaknya, dan ia memimpin dengan lalim.
12.  Penguasa dunia ini (Yohanes 12:31; 14:30; 16:11). Jujulkan ia nampaknya menuju kepada pengaruhnya atas perintah-perintah dalam dunia ini. Yesus tidak membantah tuntunan Iblis bahwa ia berkuasa atas planet ini (Matius 4:8-9); namun Allah telah menetapkan batas-batas kekuasaan itu.xxxxxxxx
XIV
Pekerjaan dan Nasib Para Malaikat

I.                   PEKERJAAN PARA MALAIKAT
Pembagian ini dapat dibagi menjadi tiga bagian: pekerjaan para malaikat yang baik, pekerjaan para malaikat yang jahat, dan pekerjaan iblis.
A.    PEKERJAAN PARA MALAIKAT YANG BAIK
            Untuk memudahkan pembahasan ada dua bagian :
1.      Pekerjaan para malaikat berhubungan dengan kehidupan dan pelayanan kristus.
Suatu fakta yang mencolok ialah bahwa Tuhan kita samasekali tidak menolak kepercayaan akan malaikat,tetapi banyak kali menerima pertolongan mereka.Beri tau oleh malaikat Gabriel bahwa ia akan menjadi ibu kandung sang Juruselamat (Lukas 1:26-38). Yusuf diyakinkan oleh seorang malaikat bahwa “anak yang didalam kandungannya (Maria) adalah dari Roh kudus” (Matius 1:20). Para Malaikat memberitahukan para gembala di padang bahwa Kristus telah lahir di Betlehem (Lukas 2:8-15). Para malaikat turun dan melayani Yesus setelah ia dicobai oleh Iblis di padang gurun (Matius 4:11). Yesus mengatakan kepada Natanael bahwa ia akan melihat malaikat-malaikat Allah turun-naikkepada Anak Manusia (Yohanes 1:51).
2.      Pekerjaan para malaikat yang baik pada umumnya.
Pertama-tama, terdapat pelayanan para malaikat yang terus-menerus dan tetap. (1) mereka berdiri dihadapan Allah dan menyembah Dia (Mazmur 148:2; Matius 18:10; Ibrani 1:6; Wahyu 5:11). (2) mereka melindungi dan membebaskan umat Allah (Kejadian 19:11; 1 Raja-raja 19:5; Daniel 3:28; 6:22; Kisah 5:19; 12:10-11).Alkitab menjanjikan kepada orang percaya, “malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan kepadamu untuk menjaga engkau di segala jalanmu” (Mazmur 91:11, bandingkan dengan Matius 4:6). Malaikat-malaikat ialah “Roh-roh yang melayani, yang diutus untuk melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan” (Ibrani 1:14). Mikhael adalah malaikat pelindung Israel (Daniel 10:13, 21; 12:1). Tidak mustahil bahwa ketujuh jemaat di Asia merupakan malaikat pelindung untuk setiap gereja itu (Wahyu 1:20). Yesus mengingatkan orang-orang yang kurang menyenangi anak-anak kecil sebagai berikut, “ingatlah jangan menganggap rendah seorang dari anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka disorga yang selalu memandang wajah bapa-Ku disorga” (Matius 18:10). (3) mereka menuntun dan memberikan semangat kepada hamba-hamba Allah (Matius 28:5-7; Kisah 8:26; 27:23-24). (4) mereka  menerangkan kehendak Allah bagi manusia (Ayub 33:23). Hal ini jelas sekali dalam pengalaman Daniel (Daniel 7:16; 10:5, 11), Zakharia (1:9, 19), dan Yohanes (Wahyu 1:1). (5) mereka merupakan pelaksana hukum atas orang-orang dan bangsa-bangsa, seperti Sodom dan Gomora (Kejadian 19:12-13), Yerusalem (11 Samuel 24:16; Yehezkiel 9:1), dan Herodes (Kisah 12:23), serta juga terhadap bumi (Wahyu 16). (6) mereka membawa orang-orang yang sudah diselamatkan pulang kesorga setelah orang-orang tersebut meninggalkan dunia (Lukas 16:22).
            Para malaikat yang baik ini di kemudian hari akan terlibat secara aktif sekali. (1) kedatangan Tuhan yang kedua kalinya akan disertai dengan seruan penghulu malaikat (I Tesalonika 4:16). (2) mereka akan bekerja dengan giat sebagai pelaksana hukum Allah selama masa kesengsaraan (Wahyu 7:2; 16:1). (3) ketika yesus datang kembali untuk menghakimi, ia akan disertai oleh “Malaikat-malaikat-Nya dalam kuasanya” (II Tesalonika 1:7, bandingkan dengan Yudas 14). (4) para Malaikat akan mengumpulkan orang-orang Israel yang terpilih pada saat kedatangan kembali Kristus (Matius 24:31). (5) pada masa penulisan pada akhir zaman para malaikat akan ikut terlibat dalam memisahkan yang palsu dari yang benar, dan yang jahat dari yang baik (Matius 13:39, 49-50). (6) mereka akan berdiri di pintu-pitu gerbang Yerusalem baru, agaknya untuk bertugas sebagai pasukan kehormatan yang mengawal, seakan-akan untuk memastikan bahwa tidak ada suatu apa pun yang najis atau tercemar memasuki kota itu (Wahyu 21:12)

       B.PEKERJAAN PARA MALAIKAT YANG JAHAT
Mereka sangat aktif dalam segala usaha untuk melawan Allah serta pelaksanaan rencananya.
1.      Mereka berusaha untuk memisahkan orang percaya dari kristus (Roma 8:38)
2.      Mereka melawan kegiatan para malaikat yang baik (daniel 10:12-13)
3.      Mereka bekerja sama dengan iblis dalam pelaksanaan maksud dan rencana (Matius 25:41; Efesus 6:12; Wahyu 12:7-12).
4.      Mereka menyebabkan kekacauan mental dan penyakit jasmani (Matius 9:33; 12:22; Markus 5:1-16; Lukas 9:37-42).
5.      Istilah “Roh jahat” menunjukkan manusia untuk melakukan kenajisan moral (Matius 10:1; Kisah 5:16).
6.      Mereka menyebarkan ajaran-ajaran sesat ( II Tesalonika 2:2; I Timotius 4:1).
7.      Mereka menghambat anak-anak Tuhan dalam kemajuan kerohanian mereka (Efesus 6:12)
8.      Mareka kadang-kadang merasuki manusia dan bahkan binatang (Matius 4:24; Markus 5:8-14; Lukas 8:2; Kisah 8:7; 16:16).
9.      Mereka kadang-kadang dipakai oleh Allah untuk melaksanakan maksudnya (Hakim-hakim 9:23;1 Raja-raja 22 :21-23; Mazmur 78:49). Tuhan akan memakai mereka secara khusus selama masa kesengsaraan (Wahyu 9:1-12;16:13-16). Jelas bahwa setan-setan ini akan diberi kuasa yang ajaib untuk sementara waktu (II Tes 2:9;Why 16:14)
Terdapat tiga macam perbuatan kuasa setan yang secara khusus perlu disebut di sini. Yang pertama ialah meramal. Pada tingkatan terendah, meramal bisa merupakan sekedar rekaan manusiawi,penipuan
C.     PEKERJAAN IBLIS
       Iblis memakai beberapa cara untuk mendapatkan apa yang diinginkannya. Karena ia tidak mungkin menyerang langsung, Allah, yaitu manusia.dengan cara memakai iblis :berdusta,mencobai,merampas,menggangu,menghalangi,menampi,meniru.
II. NASIB PARA MALAIKAT
A.    NASIB MALAIKAT YANG BAIK
Sungguh beralasan untuk percaya bahwa malaikat yang baik akan melanjutkan pelayananya. Dalam penglihatannya Yohanes tentang Yerusalem Baru, yang pastilah akan terjadi pada masa depan dan jelas sekali direncanakan berlangsung selama-lamanya bersama dengan langit dan bumi baru (Wahyu 21:1-2), ia melihat malaikat-malaikat berdiri dikedua belas pintu gerbang kota itu (Wahyu 21:12). Bila ada malaikat yang bertugas waktu itu, maka tidak ada alasan untuk tidak percaya bahwa semua malaikat yang baik akan tetap melanjutkan tugas-tugas mereka.
B.     NASIB MALAIKAT YANG JAHAT
Para malaikat yang jahat akan memperoleh bagian mereka dalam lautan api (Matius 25:41). Saat ini ada Malaikat-malaikat jahat yang sedang dirantai dan berada dalam kegelapan sampai pada hari penghakiman terakhir mereka (II Petrus 2:4; Yudas 6), sedangkan yang lain masih bebas berkeliaran. Pada saat kedatangan Kristus yang kedua kalinya, semua orang percaya akan kut menghakimi Malaikat-malaikat yang jahat (I Korintus 6:3), dan malaikat-malaikat ini akan dicampakkan dalam lautan api bersama dengan Iblis.
C.     NASIB MALAIKAT
Sejarah kehidupan Iblis dapat dirunut secara singkat. Mula-mula ia ditemukan disorga (Yehezkiel 28:14; Lukas 10:18). Tidak diketahui beapa lama ia hidup berkenan kepada Allah, tetapi pada suatu ketika ia bersama-sama dengan sejumlah malaikat jatuh. Berikutnya mereka bersama-sama di taman Eden dalam rupa seekor ular (Kejadian 31:1; Yehezkiel 28:13). Di situ ia menyebabkan kajatuhan manusia. Kemudia ia ditemukan diudara, serta dapat memasuki sorga dan bumi (Ayub 1:6-7; 2:1-2; Efesus 2:2; 6:12). Rupaya angkasa merupakan markas besarnya sejak kejatuhan manusia. Di masa depan ia akan dicampakkan kebumi (Wahyu 12:9-13). Peristiwa ini rupaya akan terjadi pada masa kesengsaraan besar. Ketika kristus datang kembali kebumi daam kuasa dan kemuliaanNya untuk mendirikan kerajaanNya, Iblis akan dimasukan ke dalam jurang maut yang tidak tertuga dalamnya (Wahyu 20:1-3).
Xv
Asal Usul dan Watak Semula
Manusia

I.    ASAL USUL MANUSIA

Golongan evolusionis yang berhaluan teistis mengajarkan bahwa manusia itu merupakan hasil proses evolusi alamiah dari suatu bentuk kehidupan yang lebih sederhana. Golongan evolusi ambang dan golongan kreasionisme beranggapan bahwa manusia diciptakan oleh Allah. Carnell, seorang sarjana berhaluan evolusi ambang, menulis, “Manusia diciptakan dari debu dengan suatu tindakan, ab extra, ilahi yang khusus, dengan tubuh yang secara struktural mirip dengan golongan vertebrata (hewan yang bertulang belakang), dan dengan jiwa yang dibentuk menurut gambar dan rupa Allah.” Beberapa pihak yang berhaluan evolusionis mengusulkan bahwa tubuh manusia berkembang melalui suatu proses evolusi yang panjang, tetapi pada suatu ketika Allah campur tangan dan secara langsung menciptakan jiwa, sehingga jadilah manusia.

A.      ARGUMEN-ARGUMEN PENDUKUNG HIPOTESIS EVOLUSIONER

1.    Anatomi perbandingan. Terdapat kesamaan-kesamaan mencolok antara anatomi manusia dengan anatomi hewan bertulang belakang dari golongan yang lebih tinggi. Akan tetapi, jikalau manusia dan hewan memakan makanan yang sama, menghirup udara yang sama, dan hidup dalam lingkungan yang sama pula, tidakkah seharusnya paru-paru, sistem pencernaan, kulit, mata, dan sebagainya sama juga? Selanjutnya, kesamaan dalam anatomi menunjukkan bahwa pencipta yang sama yang telah menciptakan manusia dan hewan, bukan bahwa makhluk yang satu telah terbit dari makhluk yang lain.

2.    Organ-organ yang tertinggal. Di dalam tubuh kita ditemukan organ-organ, misalnya amandel, usus buntu, serta kelenjar timus, yang menurut golongan evolusionis diperlukan ketika nenek moyang manusia modern masih dalam tahap-tahap evolusi yang terdahulu namun sekarang secara fungsional tidak ada gunanya lagi.

3.    Embriologi. Para evolusionis mengatakan bahwa janin manusia berkembang melalui aneka tahap yang sejajar dengan proses yang dianggap evolusioner, yaitu dari organisme bersel satu sampai menjadi spesies yang dewasa. Akan tetapi, suatu penelitian yang cermat terhadap janin manusia menunjukkan adanya terlalu banyak ketidaksamaan dengan tahap-tahap yang disangka serupa dalam perkembangan cacing, ikan, ekor dan rambut. Selanjutnya, perkembangan-perkembangan yang terjadi sering kali kebalikan dari apa yang diduga sebelumnya. Cacing tanah itu memiliki sirkulasi darah namun tidak mempunyai jantung dan karena itu dikemukakan bahwa peredaran darah pasti telah mendahului adanya jantung. Namun, dalam janin manusia, jantung terjadi lebih dulu dan kemudian baru ada peredaran darah.

4.    Biokimia. Semua organisme hidup mempunyai kesamaan dalam tatanan biokimianya. Hal ini tidak perlu merisaukan karena aneka sistem kehidupan yang ada semuanya bergantung pada zat-zat asam, protein dan zat-zat lainnya yang sama.

5.    Paleontologi. Penelitian terhadap fosil-fosil umumnya dipakai untuk mendukung ajaran evolusi. Bukti-bukti tentang berbagai jenis makhluk hidup ditemukan dalam berbagai lapisan sedimen sejak zaman prakambrium dan seterusnya. Para evolusionis berusaha mencari bukti adanya kesinambungan antara, misalnya, manusia dengan hewan, ikan dengan unggas, dan binatang melata dengan ikan. Akan tetapi, dalam penelitian fosil terdapat banyak bukti baik yang mendukung kesinambungan maupun yang mendukung ketidaksinambungan.

6.    Genetika. Genetika merupakan studi tentang faktor-faktor keturunan serta aneka variasi di antara organisme-organisme yang berhubungan. Ada tiga hal yang harus diperhatikan. Pertama, memang diakui bahwa mutasi-mutasi (perubahan material genetis) terjadi, namun mutasi-mutasi ini begitu kecil, sehingga akan diperlukan sangat banyak mutasi untuk mengakibatkan efek yang penting. Lagi pula, perubahan-perubahan itu cenderung membuat organisme yang mengalaminya menjadi kurang cocok dengan lingkungannya, sehingga kelangsungan hidupnya justru terancam. Akhirnya, setelah meneliti banyak generasi lalat buah, tidaklah terjadi transmutasi, yaitu perubahan suatu spesies ke spesies yang lain.

B.  ARGUMEN-ARGUMEN ALKITAB YANG MENDUKUNG PENCIPTAAN LANGSUNG MANUSIA

1.         Ajaran harfiah Alkitab. Sekalipun golongan evolusionis yang ateistis menolak ajaran Alkitab, golongan evolusionis teistis mungkin akan meragukan watak Allah ketika mereka berusaha untuk menjelaskan kisah penciptaan secara simbolis. Bila Alkitab ditafsirkan secara harfiah, maka terbitlah suatu penjelasan yang masuk akal tentang asal usul manusia. Sekalipun golongan evolusi dapat membuktikan ajaran mereka bahwa yang paling kuat akan bertahan hidup, namun ajaran mereka tidak dapat menjelaskan hadirnya jenis makhluk hidup yang pertama. Alkitab menjelaskan kepada kita bahwa Allah “menciptakan” manusia (Kejadian 1:27; 5:1; Ulangan 4:32; Mazmur 104:30; Yesaya 45:12; I Korintus 11:9) dan bahwa Allah “menjadikan” dan “membentuk” manusia (Kejadian 1:26; 2:22; 6:6-7; Mazmur 100:3; 103:14; I Timotius 2:13).

2.         Adam dan Hawa diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Jikalau Adam dan Hawa belum manusiawi sebelum Allah menghembuskan napas-Nya ke dalam mereka, pastilah mereka sudah berupa makhluk jantan dan betina, tetapi Alkitab menyatakan bahwa Allah yang menciptakan mereka sebagai laki-laki dan perempuan (Kejadian 1:27; 2:7; Matius 19:4).

3.         Hawa diciptakan langsung oleh Allah. Hawa diciptakan dari rusuk Adam (Kejadian 2:21-22; I Korintus 11:8). Bahasa yang dipakai dalam Kejadian pasal 2 tidak mengizinkan suatu penafsiran yang lain, dan jika Hawa secara langsung dibentuk oleh Tuhan, sangatlah masuk akal untuk beranggapan bahwa Adam juga langsung diciptakan oleh Tuhan.

4.         Manusia berasal dari debu dan kembali kepada debu. Bila debu dalam Kejadian 2:7 ditafsirkan sebagai manusia telah berkembang dari binatang, maka istilah kembali menjadi tanah dalam Kejadian 3:19 pastilah berarti bahwa manusia menjadi binatang lagi. Jelas sekali bahwa pandangan semacam ini tidak dapat diterima.

5.         Manusia menjadi makhluk yang hidup. Ketika manusia diciptakan maka ia menjadi makhluk hidup, dan bukan sebelumnya. Manusia bukan makhluk hidup yang berasal dari makhluk hidup lainnya.

6.         Alkitab membedakan antara daging manusia dengan daging binatang. Paulus tidak mengizinkan terjadinya percampuran antara daging binatang, daging ikan, daging unggas, atau daging manusia; jenis-jenis daging itu harus senantiasa dibeda-bedakan (I Korintus 15:39).


II. WATAK SEMULA MANUSIA

A.      KESAMAAN ITU BUKAN KESAMAAN JASMANIAH

Allah adalah Roh sehingga tidak memiliki anggota-anggota tubuh seperti manusia. Beberapa kalangan menggambarkan Allah sebagai manusia yang agung dan luhur, namun pandangan semacam ini salah. Mazmur 17:15 mengatakan, “Pada waktu bangun aku akan menjadi puas dengan rupa-Mu.” Namun ayat ini tidak memaksudkan keadaan jasmaniah; lebih tepat kalau dikatakan bahwa ayat ini menurut konteksnya berbicara mengenai persamaan dalam kebenaran (lihat I Yohanes 3:2-3). Musa telah melihat “rupa Tuhan” (Bilangan 12:8), walaupun wajah Allah tidak dapat dilihat (Keluaran 33:20). Sekalipun manusia tidak memiliki kesamaan jasmaniah dengan Allah karena Allah tidak memiliki tubuh jasmaniah, manusia memang memiliki kesamaan tertentu karena manusia diciptakan dalam keadaan sehat walafiat, tidak ada bibit-bibit penyakit apa pun di dalam dirinya, dan tidak bisa mati. Nampaknya pada mulanya Allah merencanakan supaya manusia makan dari tumbuh-tumbuhan saja (Kejadian 1:29), tetapi kemudian Ia mengizinkan daging hewan untuk dimakan (Kejadian 9:3).

B.       KESAMAAN ITU ADALAH KESAMAAN MENTAL

Pernyataan Hodge ini dikuatkan oleh Alkitab. Dalam pengudusan, manusia “terus-menerus diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya” (Kolose 3:10). Tentu saja, pembaharuan ini dimulai pada saat kelahiran baru terjadi, tetapi dilanjutkan dalam pengudusan. Bahwa manusia diberi kemampuan intelektual yang tinggi tersirat dalam perintah untuk mengusahakan taman Eden serta memeliharanya (Kejadian 2:15), juga perintah untuk menguasai bumi beserta segala isinya (Kejadian 1:26, 28), dan dalam pernyataan bahwa manusia memberi nama kepada segala binatang di bumi (Kejadian 2:19-20). Kesamaan dengan Allah ini tidak dapat dihapus, dan karena kesamaan tersebut memungkinkan manusia memperoleh penebusan, maka kehidupan manusia yang belum dilahirkan baru juga berharga (Kejadian 9:6; I Korintus 11:7; Yakobus 3:9).

C.      KESAMAAN ITU ADALAH KESAMAAN MORAL

Beberapa pihak telah membuat kekeliruan karena menganggap bahwa gambar dan rupa Allah yang menjadi karakter asli manusia ketika diciptakan itu hanya terdapat dalam sifat rasionalnya; sedangkan yang lain membatasi kesamaan itu pada kekuasaan manusia saja. Yang lebih tepat ialah bahwa kesamaan itu terdapat dalam sifat rasional manusia dan dalam persesuaian moralnya dengan Allah. Hodge mengatakan, manusia adalah gambar Allah, sehingga membawa dan mencerminkan kesamaan ilahi di antara penghuni-penghuni bebas; dan oleh karena itu sudah sepantasnya manusia ditetapkan untuk menguasai bumi. Inilah yang biasanya disebut oleh para teolog Reformasi sebagai gambar Allah yang hakiki dan bukan yang insidental.
Bahwa manusia memiliki kesamaan semacam itu dengan Allah sudah jelas dalam Alkitab. Bila dalam pembaharuan manusia baru itu “diciptakan menurut kehendak Allah di dalam kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Efesus 4:24), maka pastilah tepat untuk menyimpulkan bahwa pada mulanya manusia memiliki baik kebenaran maupun kekudusan. Konteks Kejadian 1 dan 2 membuktikan hal ini. Hanya atas dasar inilah manusia dapat bersekutu dengan Allah, yang tidak dapat memandang kelaliman (Habakuk 1:13). Pengkhotbah 7:29 mendukung pendapat ini. Di situ tercatat bahwa Allah telah menciptakan “manusia yang jujur”. Kenyataan ini dapat juga kita simpulkan dari Kejadian 1:31 yang mengatakan bahwa “Allah melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Kata “segala” mencakup juga manusia sehingga pernyataan itu tidaklah benar apabilah manusia diciptakan dengan keadaan moral yang tidak sempurna.

D.      KESAMAAN ITU ADALAH KESAMAAN SOSIAL

Sifat Allah yang sosial itu didasarkan pada kasih sayang-Nya. Yang menjadi sasaran kasih sayang-Nya adalah Oknum-Oknum lain di dalam ketritunggalan-Nya. Karena Allah memiliki sifat sosial, maka Ia menganugerahkan kepada manusia sifat sosial. Akibatnya, manusia senantiasa mencari sahabat untuk bersukutu dengannya. Pertama-tama, manusia menemukan persahabatan ini dengan Allah sendiri. Manusia “mendengar bunyi langkah Tuhan Allah yang berjalan-jalan dalam taman itu pada waktu hari sejuk” (Kejadian 3:8). Hal ini menyatakan secara tak langsung bahwa manusia berkomunikasi dengan Allah Penciptanya. Allah telah menciptakan manusia untuk diri-Nya sendiri, dan manusia menemukan kepuasan tertinggi dalam persekutuan dengan Tuhannya. Akan tetapi, di samping itu Allah juga menganugerahkan persahabatan manusiawi. Ia menciptakan wanita, karena, sebagaimana dikatakan-Nya sendiri, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian 2:18).



XVI
Kesatuan dan Struktur Permanen
Manusia

I.    KESATUAN MANUSIA


A.      AJARAN ALKITAB

Alkitab secara jelas mengajarkan bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan satu pasangan tunggal (Kejadian 1:27, 28; 2:7, 22; 3:20; 9:19). Semua manusia merupakan keturunan dari orang tua yang sama dan memiliki watak yang sama. Paulus menganggap kenyataan ini sebagai sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan lagi ketika mengajarkan kesatuan organik umat manusia ketika melakukan tindakan pelanggaran yang pertama kali dan tentang penyediaan keselamatan bagi orang-orang yang di dalam Kristus (Roma 5:12, 19; I Korintus 15:21, 22; Ibrani 2:16). Kebenaran ini juga merupakan landasan tanggung jawab manusia terhadap sesamanya (Kejadian 4:9; Kisah 17:26). Kini perlu diperhatikan kenyataan kesatuan umat manusia dalam arti yang berbeda. Dalam kejadian 1:26 Allah berfirman, “Baiklah kita menjadikan manusia,” dan di ayat berikutnya kita membaca “laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Shedd mengatakan, “Ini menunjukkan secara tak langsung bahwa manusia itu sebenarnya tidak lengkap, bila laki-laki atau perempuan itu dipandang sendiri-sendiri, yaitu terpisah satu dari lainnya. Keduanya bersama-sama merupakan spesies manusia. Perempuan yang sendirian atau laki-laki yang sendirian bukanlah spesies manusia, tidak pula meliputi spesies itu dan tidak pula memperbanyaknya.


B.       KESAKSIAN SEJARAH DAN ILMU PENGETAHUAN

Ajaran Alkitab dibenarkan oleh sejarah dan ilmu pengetahuan

1.    Argumen yang diberikan oleh sejarah. Sejarah bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa yang tinggal di kedua belahan dunia ini menunjukkan adanya satu asal usul dan nenek moyang yang sam. Asal usul ini umumnya dianggap terdapat di kawasan bulan sabit yang subur di Timur Tengah.

2.    Argumen yang diberikan oleh bahasa. Sarjana-sarjana sekular di bidang ilmu bahasa berbeda pendapat tentang asal usul bahasa; ada yang menyokong pandangan monogenesis (berasal dari satu bahasa), sedangkan yang lainnya menerima pandangan poligenesis (berasal dari berbagai bahasa). Seiring dengan meningkatnya penelitian, maka kini orang lebih cenderung mendukung pandangan monogenesis. Terdapat bukti adanya keseragaman bahasa berkaitan dengan ilmu bunyi bahasa, susunan tata bahasa, dan perbendaharaan kata. Bukti ini nampaknya kurang mendukung pandangan poligenesis, “sedangkan bukti-bukti yang mendukung monogenesis cukup kuat.”

3.    Argumen yang diberikan oleh fisiologi. Penelitian antar bangsa menghasilkan keturunan, darah dapat ditransfusi dari bangsa yang satu ke bangsa yang lain, organ-organ tubuh manusia dapat dicangkokkan, satu tubuh, kecepatan denyut nadi, dan tekanan darah kurang lebih sama di dalam diri semua orang dari semua bangsa, dan ada kecenderungan untuk dapat mengalami penyakit-penyakit yang sama.

4.    Argumen yang diberikan oleh ilmu jiwa. Manusia memiliki sifat-sifat mental dan moral yang sama. Berkhof mengatakan : jiwa merupakan bagian yang paling penting dari susunan sifat manusia, dan ilmu jiwa secara jelas menunjukkan kenyataan bahwa jiwa manusia, dari bangsa atau suku bangsa mana pun juga, pada hakikatnya sama. Jiwa manusia memiliki berbagai nafsu birahi, naluri serta keinginan yang sama, memiliki kemampuan dan kecenderungan yang sama, dan terutama sekali ia memiliki sifat-sifat mental dan moral yang secara khusus dimiliki oleh manusia saja.


II.              STRUKTUR PERMANEN MANUSIA

A.  SUSUNAN KEJIWAAN MANUSIA

1.         Teori Dikhotomi. Teori ini didukung oleh berbagai fakta. (1) Allah menghembuskan ke dalam manusia satu prinsip saja, yaitu jiwa yang hidup (Kejadian 2:7). Dalam kitab Ayub 27:3 “hidup” (dalam Alkitab terjemahan baru disebut “napas”) dan “roh” nampaknya dapat dipertukartempatkan (lihat Ayub 33:18). (2) Istilah “jiwa” (hati) dan “roh” nampaknya dapat dipertukartempatkan dalam beberapa ayat (Kejadian 41:8 dan Mazmur 42:6; Matius 20:28 dan 27:50; Yohanes 12:27 dan 13:21, TL; Ibrani 12:23 dan Wahyu 6:9). (3) Alkitab mengatakan bahwa baik “roh” maupun “ jiwa” dimiliki oleh semua makhluk ciptaan Allah sekalipun jiwa atau roh di dalam binatang sifatnya tidak rasional dan fana, sedangkan jiwa atau roh manusia itu rasional dan tidak fana (Pengkhotbah 3:21; Wahyu 16:34) “Jiwa” atau hati dimiliki oleh Tuhan (Yesaya 42:1; Ibrani 10:38).

2.         Teori Trikhotomi. Teori ini beranggapan bahwa manusia terdiri atas tiga unsur yang berbeda : tubuh, jiwa dan roh. Tubuh merupakan bagian manusia yang jasmaniah, jiwa merupakan prinsip hidup hewani di dalam diri manusia, sedangkan roh ialah prinsip kehidupan rasional. Ada yang menambahkan “dan kehidupan yang tidak fana” pada pernyataan yang terakhir mengenai roh. Akan tetapi, tambahan ini tidak bisa dijadikan bagian yang penting dari teori ini. Orang-orang yang menerima pandangan ekstrem ini beranggapan bahwa pada saat kematian tubuh kembali ke bumi, jiwa tidak ada lagi, dan hanya roh yang tinggal untuk disatukan kembali dengan tubuh yang lain pada hari kebangkitan.


B.  STRUKTUR MORAL MANUSIA

1.         Hati nurani. Hati nurani ialah pengenalan akan diri sendiri dalam kaitannya dengan hukum benar dan salah yang telah diketahui. Istilah “hati nurani” tidak pernah muncul dalam Perjanjian Lama, namun istilah ini muncul sekitar tiga puluh kali dalam Perjanjian Baru. Kata “hati nurani” sepadan dengan suneidesis dalam bahasa Yunani, yang artinya “pengetahuan yang mendampingi”. Pengetahuan ini merupakan pengenalan akan tindakan dan keadaan moral kita berhubungan dengan suatu standar atau hukum moral tertentu yang dianggap sebagai diri sejati kita dan karena itu, berwenang atas kita. Secara lebih tegas, hati nurani bersifat diskriminatif dan impulsif; hati nurani menyatakan tindakan dan keadaan kita agar menaati atau tidak menaati standar yang ada serta menyatakan bahwa tindakan dan keadaan yang selaras dengan standar itu adalah sesuatu yang wajib bagi kita. Tugas hati nurani ialah memberi kesaksian (Roma 2:15). Perasaan menyesal yang dalam dan ketakutan terhadap hukuman setelah mengabaikan apa yang wajib dilakukan sesuai dengan  petunjuk hati nurani, sebenarnya bukanlah terbit dari hati nurani, tetapi terbit dari sensibilitas.

2.         Kehendak. “kehendak ialah kekuatan jiwa untuk memilih antara berbagai motif serta mengarahkan diri untuk melaksanakan tindakan tertentu berdasarkan motif yang telah dipilih itu.” Pada umumnya kemampuan manusia dibagi menjadi tiga, yaitu : kecerdasan berpikir, sensibilitas, dan kehendak. Ketiganya berkaitan secara logis; jiwa harus mengetahui dahulu sebelum dapat merasa, dan harus merasa dahulu sebelum berkehendak. Kehendak manusia itu bebas dalam arti manusia dapat memilih untuk melakukan apa saja sesuai dengan kodratnya. Manusia dapat berkehendak jalan, namun tidak mungkin berkehendak terbang. Berjalan adalah sesuai dengan kodratnya, tetapi terbang tidaklah demikian. Kehendak manusia tidaklah bebas dalam arti dia terbatas oleh sifatnya sendiri.

C.    ASAL USUL JIWA

1.    Teori pra-eksistensi. Berdasarkan teori ini, jiwa sudah ada dalam keadaan tertentu sebelum terbentuk tubuh dan baru memasuki tubuh pada suatu saat tertentu pada awal perkembangan tubuh. Beberapa ahli beranggapan bahwa para murid telah dipengaruhi oleh pandangan ini ketika mereka bertanya tentang orang yang buta sejak lahir, “Siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya, sehingga ia dilahirkan buta?” (Yohanes 9:2). Kita tidak tahu hal ini dengan pasti, tetapi kita tahu bahwa Plato, Philo dan Origenes memang menganut pandangan ini. Plato mengajarkan teori ini untuk menerangkan mengapa manusia bisa mempunyai gagasan-gagasan di dalam dirinya yang tidak diperolehnya melalui masukan-masukan dari pancaindranya. Philo mengajarkan untuk menerangkan bagaimana jiwa terpenjara di dalam tubuh, dan Origenes menerima teori ini untuk menerangkan bagaimana manusia bisa lahir dalam kondisi yang berbeda-beda. Beberapa pihak telah menganut pandangan ini untuk menerangkan kebejatan yang diwarisi. Mereka beranggapan bahwa hal itu hanya dapat diterangkan berdasarkan suatu tindakan penentuan nasib sendiri yang telah diambil ketika masih berada di dalam suatu eksistensi yang sebelumnya.

2.    Teori penciptaan. Menurut pandangan ini, jiwa tiap-tiap orang langsung diciptakan oleh Allah. Jiwa itu memasuki tubuh pada tahap awal perkembangan tubuh, mungkin pada saat penghamilan. Hanya tubuh yang merupakan hasil pengembangbiakan dari generasi sebelumnya. Teori ini memelihara sifat rohani jiwa, juga mempertahankan pandangan Alkitab bahwa jiwa dan tubuh itu berbeda ketika menyatakan bahwa jiwa yang abadi tidak berasal dari tubuh yang jasmaniah. Teori ini juga menjelaskan bagaimana Yesus tidak mewarisi jiwa yang berdosa dari ibu-Nya. Beberapa ayat Alkitab yang menyatakan bahwa Allah adalah Pencipta jiwa dan roh (Bilangan 16:22; Pengkhotbah 12:7; Yesaya 57:16; Zakharia 12:1; Ibrani 12:9) dikutip untuk mendukung pandangan ini. Aristoteles, ambrosius, Yerome, dan Pelagius dan bertahun-tahun kemudian juga Anselmus, Aquinas serta sebagian besar teolog Katolik Roma dan Reformasi mendukung teori ini. Para teolog dari aliran Lutheran umumnya menerima teori tradusianisme.

3.     Teori tradusian. Teori ini beranggapan bahwa seluruh umat manusia telah diciptakan di dalam Adam, baik tubuh maupun jiwanya, dan bahwa keduanya itu diturunkan dari dia kepada semua keturunannya. Tertulianus nampaknya merupakan sarjana yang telah mengusulkan pandangan ini, sekalipun beliau mempunyai pandangan yang terlalu materialistis tentang jiwa. Augustinus tidak tegas dalam mengungkapkan pendapatnya yang berkaitan dengan asal usul jiwa, sehingga ada yang beranggapan bahwa beliau menganut kreasionisme (teori penciptaan), sedangkan yang lainnya menganggapnya menerima pandangan tradusian. Para teolog aliran Lutheran pada umumnya menerima pandangan tradusian ini. Teori tradusian nampaknya paling selaras dengan pelajaran Alkitab.  Menurut Shedd, Alkitab “mengajarkan bahwa manusia itu suatu spesies, dan pengertian spesies menyiratkan pengembangbiakan keturunan yang persis sam dengan orang tuanya,” Shedd menambahkan, “Setiap individu, pada umumnya, tidaklah diturunkan secara sebagian-sebagian tetapi secara keseluruhan. Dalam Kejadian 1:26-27, laki-laki dan perempuan bersama-sam disebut ‘manusia’.” Dalam kejadian 5:2 Allah menyebutkan laki-laki dan perempuan sebagai “manusia”, maksudnya, Allah menghadapi mereka berdua sebagai satu spesies.

4.    Keberatan-keberatan terhadap teori tradusian. Beberapa keberatan telah dikemukakan terhadap teori tradusian ini. (1) dikatakan bahwa menurut teori tradusian ini pastilah Kristus juga menerima sifat berdosa dari Maria ibu-Nya. Jawaban kami ialah bahwa sifat manusiawi Kristus telah dikuduskan dengan sempurnanya oleh pekerjaan Roh Kudus sewaktu Ia dikandung Maria; atau lebih tepat, sifat manusiawi yang diterima-Nya dari Maria telah disucikan sebelum Ia lahir (Lukas 1:35; Yohanes 14:30; Roma 8:3; II Korintus 5:21; Ibrani 4:15; 7:26; I Petrus 1:19 dan 2:22). (2) Dikatakan bahwa dalam tradusianisme tersirat pembagian subtansi, dan bahwa dalam semua pembagian tersirat perluasan subtansi material. Jawaban kami ialah bahwa hal ini memang benar dalam hal pembagian oleh manusia, tetapi bukan oleh Allah. Allah dapat membagikan dan menyebarkan suatu subtansi primer yang tidak kelihatan dengan memakai cara yang sama sekali berbeda dengan cara yang dipakai manusia untuk membagi suatu subtansi material. (3) Keberatan lain yang dikemukakan terhadap pandangan tradusian ialah jikalau dosa pertama Adam dan Hawa telah dipertalikan dengan umat manusia karena sebagai orang tua yang pertama mereka adalah kepala umat manusia, maka seharusnya segala perbuatan berdosa mereka juga dipertalikan dengan keturunan mereka. Bagaimanapun juga, tindakan-tindakan berdosa mereka sesudah peristiwa kejatuhan dalam dosa tidaklah sama dengan tindakan dosa yang pertama. Dosa yang pertama itu saja yang melanggar peraturan (Kejadian 2:16-17) yang telah ditetapkan Allah untuk menguji manusia.
   



XVII
Kejahatan Manusia : Latar
Belakang dan Masalah-Masalahnya

I. LATAR BELAKANG KEJATUHAN MANUSIA

A. HUKUM ALLAH
1. Arti hukum Allah. Hukum Allah, secara khusus, merupakan perwujudan kehendak Allah yang dilaksanakan oleh kuasa-Nya. Hukum Allah memiliki dua bentuk: hukum dasar dan pembuatan undang-undang yang positif. Hukum dasar ialah hukum yang terkandung dalam unsur-unsur, subtansi-subtansi, serta kekuatan makhluk-makhluk yang berakal dan yang tidak berakal. Hukum ini terdiri atas dua jenis: yang alamiah atau fisik, dan yang moral. Hukum alamiah berlaku untuk alam bendawi. Hukum alamiah tidak mutlak perlu; suatu tatanan lain dapat dipikirkan. Hukum alamiah juga bukan merupakan suatu tujuan tersendiri; hukum itu ada demi ketertiban moral.
2. Tujuan hukum Allah. Secara negatif, hukum Allah tidaklah diberikan sebagai sarana untuk menyelamatkan manusia. Paulus mengatakan, “Sebab andaikata hukum Taurat diberikan sebagai sesuatu yang dapat menghidupkan, maka memang kebenaran berasal dari hukum Taurat” (Galatia 3:21). Hukum itu tidak dapat menghidupkan karena hukum itu sendiri lemah atau “tak berdaya oleh daging” (Roma 8:3). Ayat-ayat Alkitab yang menjanjikan hidup kepada orang-orang yang menaati hukum (Imamat 18:5; Nehemia 9:29; Yehezkiel 18:5-9; Matius 19:17; Roma 7:10; 10:5; Galatia 3:12) berbicara secara teoretis dan hipotetis, seakan-akan manusia tidak mempunyai sifat yang duniawi sehingga sanggup melaksanakan seluruh kehendak Allah. Akan tetapi, karena manusia sama sekali diperbudak oleh egonya sendiri, ia tidak dapat menaati hukum Allah (Roma 8:7), dan sebagai akibatnya, manusia tak mungkin memperoleh hidup dan kebenaran dari hukum Allah.
3. hubungan orang percaya dengan hukum Allah. Nampaknya ada perbedaan yang nyata dalam hubungan orang percaya dengan hukum Allah pada masa sekarang bila dibandingkan dengan hubungan itu pada masa lalu. Alkitab mengajarkan bahwa dalam kematian Kristus, orang percaya tidak hanya dibebaskan dari kutuk hukum Taurat (Galatia 3:13), maksudnya, dari hukuman yang dijatuhkan kepadanya oleh hukum itu, tetapi bahwa orang percaya telah dibebaskan dari hukum itu sendiri (Roma 7:4; Efesus 2:14, 15; Kolose 2:14).




B. SIFAT DOSA
1.    Dosa adalah sejenis kejahatan yang khusus. Ada dua macam kejahatan yang sama sekali berbeda, yaitu kejahatan fisik dan kejahatan moral. Banjir, gempa bumi, musim kemarau, binatang buas dan sebagainya itu merupakan kejahatan fisik dan bukan kejahatan moral atau dosa. Dalam pengertian inilah dapat dikatakan bahwa Allah mengadakan bencana alam atau kejahatan fisik (Yesaya 45;7; lihat juga 54:16). Selanjutnya, kejahatan seseorang yang tidak waras jiwanya tidak dapat dianggap dosa. Dosa adalah kejahatan moral. Karena manusia adalah makhluk yang berakal, maka ia mengetahui bahwa bila ia melakukan apa yang tidak boleh ia lakukan, atau tidak melakukan apa yang seharusnya ia lakukan, maka ia dapat dituduh telah berbuat dosa.
2. Dosa merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah. Dosa adalah ketiadaan persesuaian diri dengan, atau pelanggaran terhadap, hukum Allah. Karena kita adalah makhluk-makhluk moral dan berakal, kita tentu saja harus tunduk kepada hukum kebenaran. Masalahnya hukum manakah yang harus kita taati sebagai hukum kebenaran. Hodge menjelaskan bahwa hukum kebenaran itu bukanlah (1) akal kita, sebab kalau demikian maka setiap orang akar menetapkan hukum bagi dirinya sendiri dan oleh karena itu tidak mungkin ia akan merasa bersalah; (2) tatanan moral alam semesta, karena tatanan moral semesta merupakan sesuatu yang tidak berwujud dan tidak dapat membebankan kewajiban yang harus ditaati atau menjatuhkan hukuman bila terjadi ketidaktaatan; (3) perhatian terhadap kebahagiaan alam semesta, karena sudah jelas bahwa kebahagiaan belum tentu searti dengan kebaikan; (4) kebahagiaan diri kita sendiri, karena pandangan semacam itu menjadikan kelayakan sebagai tolok ukur benar dan salah; tetapi (5) hukum kebenaran itu adalah ketaatan kepada kepemimpinan oknum yang berakal, yaitu Allah, yang mahabesar, abadi, dan tidak dapat diubah sifat-sifat-Nya yang sempurna.
3. Dosa merupakan baik suatu prinsip atau sifat maupun perbuatan. Tidak adanya persesuaian diri dengan hukum Allah meliputi kekurangan baik dalam sifat maupun dalam perilaku. Perbuatan-perbuatan dosa bersumber pada suatu prinsip atau sifat yang berdosa. Pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik (Matius 7:17-18). “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan, perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat” (Matius 15:19). Di balik pembunuhan bersembunyi kebencian yang dahsyat, di balik perzinahan bersembunyi nafsu yang berdosa (Matius 5:21-22, 27-28; lihat juga Yakobus 1:14-15). Alkitab membedakan antara dosa dengan dosa-dosa, yang pertama adalah sifat, sedangkan yang kedua adalah perwujudan sifat tersebut. Dosa hadir di dalam diri setiap orang sebagai sifat sebelum ia terwujud dalam berbagai perbuatan yang berdosa. Paulus menulis, “Sebab keinginan daging adalah perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging tidak mungkin berkenan kepada Allah” (Roma 8:7-8).
4. Dosa adalah pencemaran dan juga kesalahan. Sejauh dosa itu merupakan pelanggaran hukum, maka dosa itu merupakan kesalahan sejauh dosa itu suatu prinsip, maka ia merupakan pencemaran. Alkitab dengan jelas sekali membuktikan pencemaran yang terbit oleh dosa. “Seluruh kepala sakit dan seluruh hati lemah lesu” (Yesaya 1:5); “hati manusia tak dapat diduga, paling licik dari segala-galanya dan terlalu parah penyakitnya” (Yeremia 17:9, BIS); “Orang yang jahat mengeluarkan barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat” (Lukas 6:45); “Siapakah yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (Roma 7:24); “manusia lama yang menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan” (Efesus 4:22). Pencemaran ini nampak dari dalam pengertian yang gelap (Roma 1:31; I Korintus 2:14; Efesus 4:18), imajinasi yang jahat dan sia-sia (Kejadian 6:5; Roma 1:21), nafsu-nafsu yang merendahkan martabat (Roma 1:26, 27), perkataan yang tidak senonoh (Efesus 4:29), akal dan hati nurani yang najis (Titus 1:15), kehendak yang diperbudak dan sesat (Roma 7:8, 19). Semua gejala ini terbit dari sifat yang tercemar. Ketidakmampuan untuk menyenangkan hati Allah ini disebut “mati” oleh Alkitab. Manusia dikatakan “sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa” (Efesus 2:1, 5; lihat juga Kolose 2:13); maksudnya ialah bahwa manusia sama sekali tidak mempunyai hidup rohaniah.
5. Dosa pada hakikatnya adalah mementingkan diri sendiri. Sulit untuk menentukan apakah yang menjadi prinsip hakiki dosa. Hal apakah yang membuat manusia berdosa? Adakah itu kesombongan, ketidakpercayaan, ketidaktaatan ataukah sifat mementingkan diri sendiri? Alkitab mengajarkan bahwa hakikat kesalehan ialah kasih kepada Allah; bukankah hakikat dosa itu kasih kepada diri sendiri? “Kita sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya sendiri-sendiri” (Yesaya 53:6). Harus diakui bahwa ada kadar kasih pada diri sendiri yang pantas. Hal itu merupakan landasan bagi rasa harga diri, penjagaan diri sendiri, perbaikan diri sendiri, serta rasa penghargaan yang tepat terhadap orang lain. Semuanya itu tidaklah salah. Yang kami maksudkan sebagai dosa adalah kasih pada diri sendiri yang berlebih-lebihan sehingga mendahulukan kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan Allah.

II. MASALAH-MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN KEJATUHAN MANUSIA

A.   BAGAIMANA MUNGKIN MAKHLUK YANG KUDUS JATUH DALAM DOSA?
(1) Adam dan Hawa diciptakan sebagai makhluk-makhluk yang bebas secara moral, serta tanpa dosa, dengan kemampuan untuk berbuat dosa atau tidak berbuat dosa. (2) Pencobaan yang dialami pasangan pertama ini berbeda dari pencobaan yang dialami iblis, karena pencobaan manusia datang dari luar diri mereka; iblis yang menggoda mereka untuk berbuat dosa. (3) Sekalipun godaan itu datang dari luar dirinya, Adam sendiri telah mengambil keputusan untuk tidak menaati Allah dan ia dianggap bertanggung jawab atas dosanya (I Timotius 2:14). (4) Bagaimana suatu dorongan yang berdosa dapat terbit di dalam jiwa makhluk kudus yang tak berdosa merupakan masalah yang melampaui pengertian kita. Satu-satunya penjelasan yang memuaskan ialah bahwa manusia jatuh karena atas kemauannya sendiri ia memutuskan untuk memberontak terhadap Allah. Iblis mempengaruhi keinginan yang diberikan oleh Allah kepada manusia, yaitu keinginan akan keindahan, pengetahuan, dan makanan (Kejadian 3:6). Keinginan-keinginan itu sendiri baik dan tidak jahat bila diarahkan secara benar (I Timotius 4:4, 5; lihat juga I Yohanes 2:16).





B.   BAGAIMANA MUNGKIN ALLAH YANG ADIL DAPAT BERTINDAK SECARA ADIL KETIKA MEMBIARKAN MANUSIA DICOBAI?
 
1.    Perlunya suatu masa percobaan. Allah telah memberikan kepada manusia kemampuan untuk memilih yang memungkinkan manusia mengadakan pilihan yang bertolak belakang dengan kehendak Allah yang sudah diketahuinya. Kemampuan untuk memilih inilah yang nampaknya merupakan syarat yang dibutuhkan untuk masa percobaan dan perkembangan moral. Manusia tidak diciptakan sebagai sebuah mesin yang akan hidup untuk memuliakan Allah tanpa ada kebebasan untuk memilih apakah ia mau berbuat demikian atau tidak. Memang, manusia diciptakan dengan kecenderungan untuk tunduk kepada Allah. Namun, karena ia memiliki kemampuan untuk memilih yang sebaliknya, maka kecenderungan ini akan diperkuat apabila ia dengan tegas memilih untuk patuh kepada Allah, sedangkan ia mempunyai kesempatan untuk memilih yang sebaliknya.

2.    Perlu adanya seorang penggoda. Iblis jatuh tanpa ada godaan dari luar. Iblis berbuat dosa dengan sengaja, didorong oleh ambisi yang tidak sehat, dan sebagi akibatnya ia menjadi iblis. Seandainya manusia jatuh dalam dosa tanpa ada yang menggodanya, maka itu berarti manusia menciptakan dosanya sendiri, sehingga manusia menjadi iblis. Peristiwa tersebut menyingkap kemurahan Allah karena Ia tetap memungkinkan penebusan manusia.

3.    Kemungkinan menolak godaan. Di dalam pencobaan itu sendiri sama sekali tidak ada kekuatan yang dapat memaksa manusia berbuat dosa. Kemampuan manusia untuk memilih taat kepada Allah adalah sebesar kemampuannya untuk memilih agar tidak taat. Adanya kemungkinan untuk berbuat dosa saja tidak pernah membuat orang menjadi berdosa. Pastilah, penolakan yang tegas akan membuat iblis pergi pada waktu itu seperti halnya sekarang ini (Yakobus 4:7). Kemungkinan inilah yang menunjukkan kemurahan Allah. Dengan melawan godaan, sifat kudus manusia akan diperkuat menjadi watak yang kudus; penolakan terhadap godaan akan menghasilkan manusia yang penuh kebajikan. 

XVIII
Kejatuhan Manusia: Kenyataan Serta Dampak-Dampak Langsung
Sekalipun akal manusia mau tidak mau harus mengakui adanya dosa, akal manusia sama sekali tdak mampu menjelaskan asal usul serta kehadirannya di dalam diri manusia. Alkitab menyatakan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa melalui pelanggaran Adam.
I.ASAL USUL DOSA DALAM TINDAKAN PRIBADI ADAM
Dosa merupakan suatu fakta; namun bagaimana dosa itu mula-mula terjadi di antara manusia? Berbagai pandangan yang tidak benar haruslah di evaluasi, barulah keadaan yang sebenarnya dapat di sajikan.


A.DOSA TIDAKLAH KEKAL
Dualisme kosmis beranggapan bahwa ada dua prinsip yang ada dengan sendirinya dan bersifat kekal, yaitu baik dan buruk. Benda di anggap mengandung kejahatan. Menurut pandagan ini, dosa itu selamanya sudah ada. Pandangan ini menjadikan Allah suatu oknum yang terbatas dan bergantung. Pandangan ini juga menghancurkan gambaran tentang dosa sebagai suatu kejahatan moral.
B.DOSA TIDAK BERSUMBER PADA KETERBATASAN MANUSIA
            Leibniz dan Spinoza beranggapan bahwa dosa bersumber pada keterbaasan manusia.
Dosa hanya merupakan akibat yang dengan sendirinya timbul karna manusia itu terbatas. Allah sebagai hakikat yang mutlak itu semata-mata baik. Maksudnya, Allah yang panteistis itu, tidak dapat menciptakan sesuatu tanpa batas. Hal ini terlihat dalam keterbatasan jasmaniah manusia; dan kita dapat juga mengharapkan bahwa sifat moral akan terbatas. Beberapa pengarang beranggapan bahwa kejahatan moral itu merupakan latar belakang syarat yang perlu untuk kebaikan moral. Kejahatan moral merupakan unsur dalam pendidikan umat manusia serta suatu sarana untuk mendapatkan kemajuan.
            Teori ini jelas mengabaikan adanya perbedaan antara yang jasmani dengan yang moral. Manusia secara fisik hanya bertanggung jawab sebatas kemampuannya; namun dalam bidang moral manusia tidak terbatas dan oleh karena itu mampu menaati Allah dengan sempurna. Dengan kata lain, dosa manusia tidak bersumber pada sifat moral yang tidak sempurna. Ajaran Alkitab menegaskan bahwa Allah yang berkepribadian itu ada dan bahwa manusia lah yang merupakan pencipta dosanya. Kemudian, kejahatan moral tidak di perlukan untuk adanya kebaikan moral.
C.DOSA TIDAK BERSUMBER PADA PANCAINDERA
            Schleiermacher beranggapan bahwa dosa bersumber pada sifat yang berhubungan dengan pancaindera kita, sehingga dengan demikian berarti bahwa pancaindera itu sendiri jahat. Akan tetapi, pancaindera itu sendiri tidak merupakan sumber dosa, sekalipun seringkali di peralat oleh perangai duniawi untuk berbuat dosa. Alkitab mengajarkan bahwa dosa tidak terdapat dalam keadaan mula-mula manusia,tetapi dosa timbul karena pilihan yang tegas dan tak dipaksa yang di tentukan oleh manusia sendiri.
D.DOSA BERSUMBER PADA TINDAKAN ADAM YANG SUKARELA
            Bagaimanakah dosa itu mulai timbul? Alkitab mengajarkan bahwa karena satu perbuatan dosa dari satu orang, dosa telah memasuki dunia, dan bersamaan dengan itu semua akibat dosa yang terasa dimana-mana (Roma 5:12-19; I Korintus 15:21, 22). Satu orang ini ialah Adam dan satu dosa tersebut ialah memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kejadian 3:1-7; I Timotius 2:13, 13). Oleh penulis-penulis lainnya di Alkitab di anggap sebuah peristiwa sejarah. Adam dan Hawa merupakan nama orang dan bukan simbolik. Selanjutnya, ular bukanlah nama simbolik untuk Iblis, itu juga bukan Iblis dalam bentuk ular. Ular yang betul itu adalah perantara tangan Iblis.
            Ujian itu terdiri atas larangannya Adam dan Hawa makan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Nampaknya lebih masuk akal bahwa pohon ini di ciptakan hanya untuk menguji manusia, karena setelah memakannya Adam tetap tidak mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang jahat. Adam tetap harus mencari keterangan dari Firman Tuhan untuk mengetahui jawabannya. Pohon pengetahuan itu sendiri sebenarnya baik, dan buahnya itupun baik, karena Tuhan yang menjadkannya; bukan pohonnya tetapi ketidaktaatan itulah yang mengandung kematian. Tuhan ingin menguji ketaatan manusia kepada kehendak-Nya.
            Tidak ada apa-apa dalam larangan ini yang menunjukkan bahwa Tuhan merencanakan kehancuran manusia. Jelas bahwa Tuhan tidak dapat di salahkan atas kejatuhan manusia. Melalui “keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup” (I Yohanes 2
:16), Hawa jatuh. Untuk meringkaskannya, wanita jatuh karena penipuan; laki-laki jatuh karena kasih sayang (Kejadian 3:13, 17; I Timotius 2:14). Alkitab menganggap dosa itu masuk melalui Adam dan bukan melalui Hawa (Roma 5:12, 14; I Korintus 15:22). Dosa yang pertama adalah keinginan dalam hati, tindakan memilih kepentingan pribadi di atas kepentingan Tuhan, mengutamakan diri sendiri dan bukan Tuhan,menjadikan diri tujuan yang utama dan bukan Tuhan. Tindakan mengambil buah terlarang sekadar mengungkap dosa yang telah di perbuat di dalam hati (Matius 5:21, 22, 27, 28).

II.BERBAGAI DAMPAK LANGSUNG DARI DOSA ADAM
Berbagai dampak dosa yang pertama bersifat langsung, luas jangkauannya,dan menakutkan. Dosa yang pertama mempengaruhi hubungan nenek moyang pertama kita dengan Allah, mempengaruhi sifat mereka, mempengaruhi tubuh mereka dan alam sekitar mereka.
A.DAMPAK ATAS HUBUNGAN MEREKA DENGAN TUHAN
            Nenek moyang kita yang pertama mulai menyadari ketidaksenangan Allah terhadap mereka; mereka telah melanggar perintah Allah yang tegas untuk tidak makan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dan oleh karena itu mereka bersalah. Hati nurani yang merasa tertuduh membuat mereka tidak dapat merasa tenang. Adam mengatakan bahwa Hawa yang menyebabkan dia berbuat dosa (Kejadian 3:12); Hawa menyalahkan ular (ayat 13). Baik Adam maupun Hawa bersalah, tetapi keduanya berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab atas dosa mereka itu kepada yang lain.
B.DAMPAK ATAS SIFAT MEREKA
            Ketika Adam dan Hawa baru saja diciptakan, mereka tidak memiliki sifat yang berdosa. Kini mereka merasa malu, hina, dan tercemar. Kesadaran akan ketidaklayakan mereka itulah yang menyebabkan mereka membuat pakaian dari daun ara (Kejadian 3:7). “Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:17). Kematian ini pertama-tama merupakan kematian rohani, yaitu terpisahnya jiwa manusia dari Allah. Demikianlah,  “dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang” (Roma 5:12). Manusia menjadi orang berdosa (Roma 5:19). Pelanggaran yang sesungguhnya bersumber pada sifat manusia yang berdosa.
C.DAMPAK ATAS TUBUH MEREKA
            Ketika mengatakan bahwa sebagai akibat ketidaktaatan manusia “pasti akan mati” (Kejadian 2:17), Allah memaksudkan tubuh mereka juga. Allah berfirman kepada Adam, “Sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kejadian 3:19). Kata-kata Paulus “Sama seperti semua orang mati dalam persekutuan dengan Adam” (I Korintus 15:22), terutama menunjuk kepada kematian jasmaniah. Selanjutnya, karena kebangkitan tubuh merupakan bagian dari penebusan  (Roma 8:23), kita dapat menyimpulkan bahwa kematian jasmaniah merupakan akibat dari dosa Adam.
            Alkitab mengajarkan bahwa kematian jasmaniah merupakan bagian dari hukuman dosa (Kejadian 3:19; Ayub 5:18, 19; 14:1-4; Roma 5:12; 6:23; I Korintus 15:21, 22, 56; II Korintus 5:1, 2, 4; II Timotius 1:10). Namun nampaknya bahwa tubuh alami (jiwani) akan di ubah menjadi tubuh rohani yang mirip dengan tubuh-tubuh yang di ubah pada saat Kristus kembali untuk kedua kalinya (bandingkan Kejadian 2:7 dengan I Korintus 15:44-49).
D.DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN
            Kita membaca dalam Alkitab bahwa ular itu terkutuk “di antara segala ternak dan di antara segala binatang di hutan” (Kejadian3:14). Jelaslah bahwa semua hewan ikut menderita akibat dosa Adam. Allah berfirman “...Terkutuklah tanah karena engkau; dan dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu; semak duri dan rumput duri yang akan di hasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu,sampai engkau kembali lagi menjadi tanah“ (Kejadian 3:17-19). Alkitab mengatakan di tempat lain bahwa akan tiba saatnya ketika “makhluk itu sendiri juga akan di merdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.
XIX
Kejatuhan Manusia:Penghitungan dan dampak-dampak Rasial

            Dosa adalah tindakan dan prinsip, kesalahan dan pencemaran. Sejarah memperlihatkan hal ini dalam bentuk kisah-kisah tentang keimanan dan persembahan korban di antara aneka kebudayaan di dunia ini. Pengalaman Kristen secara serempak mengungkapkan kehadiran dosa dalam hati orang yang belum di selamatkan berarti bahwa hati orang tersebut telah mengeras.
I.KEUNIVERSALAN DOSA
            Alkitab dengan jelas mengajarkan keuniversalan dosa. “Tidak ada manusia yang tidak berdosa” (I Raja-Raja 8:46); “Di antara yang hidup tidak ada seorang pun yang benar di hadapan-Mu”(Mazmur 143:2); “Karena semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23); dan bahwa pendamaian, kelahiran baru, serta pertobatan merupakan kebutuhan-kebutuhan universal (Yohanes 3:3, 5, 16; 6:50; 12:27; Kisah 4:12; 17:30). Ketika Alkitab berbicara soal manusia sebagai baik,maka yang di maksudan ialah kebaikan yang berpura-pura saja (Matius 9:12, 13), atau kebaikan dengan pamrih (Roma 2:14; Filipi 3:15). Di simpulkan bahwa memiliki sifat duniawi adalah sifat khas manusia di seluruh dunia.
II.PENGHITUNGAN DOSA
            Akibat yang universal pastilah memiliki penyebab yang universal juga. Alkitab mengajarkan bahwa dosa Adam dan Hawa telah menyebabkan seluruh keturunan mereka berdosa (Roma 5:19) berbunyi “oleh ketidaktaatan satu orang semua telah menjadi orang berdosa”. Oleh karena dosa Adam itulah kita lahir ke dalam dunia dengan perangai yang rusak serta berada di bawah hukuman Allah (Roma 5:12; Efesus 2:13).
A.TEORI PELAGIANISME
            Pelagius adalah seorang biarawan Inggris yang lahir sekitar 370 TM. Ia mengemukakan ajaran-ajaran di Roma sekitar tahun 409, namun semuanya di salahkan oleh Konsili di Kartago pada tahun 418. Teori ini menyatakan bahwa dosa Adam hanya mempengaruhi diri Adam sendiri; bahwa setiap jiwa di ciptakan secara langsung oleh Allah ketika lahir, di ciptakan dalam keadaan tidak bersalah,bebas dari berbagai kecenderungan yang salah,dan mampu taat kepada Allah sebagaimana Adam mula-mula; Allah hanya menuntut tanggung jawab dari manusia atas kesalahan-kesalahan yang di lakukan sendiri; dan bahwa satu-satunya akibat dosa Adam kepada keturunannya ialah bahwa perbuatan Adam itu merupakan teladan yang buruk. Teori ini tidak pernah di akui sebagai alkitabiah oleh denominasi apa pun, juga tidak pernah tercantum dalam pengakuan iman manapun. Alkitab mengajarkan bahwa semua manusia telah mewarisi sifat berdosa (Ayub 14:4; 15:14; Mazmur 51:7; Roma 5:12; Efesus 2:3).
B.TEORI ARMINIANISME
            Arminius (1560-1609) adalah seorang guru besar di negeri Belanda. Pandangannya di sebut Semi-Pelagianisme. Pandangannya dianut oleh Gereja Yunani, gereja-gereja Metodis,serta gereja-gereja lainnya yang beraliran Arminianisme. Menurut teori ini manusia itu sakit. Sebagai akibat pelanggaran Adam, manusia pada dasarnya tidak mempunyai kebenaran yang semula dan, tanpa bimbingan ilahi, manusia sama sekali tidak mampu mencapainya. Karna ketidakmampuan ini sifatnya fisik dan intelektual, bukannya sukarela,maka ketika seseorang mulai sadar, Allah, sebagai tindakan yang adil, memberikan kepadanya pengaruh Roh Kudus yang khusus.
            Sesungguhnya, manusia tidak di bilang bersalah karena dosa Adam. Hanya bila manusia secara sadar dan sukarela menyerahkan kepada kecenderungan-kecenderungan buruk inilah Allah memperhitungkannya kepada mereka sebagai Dosa . Pernyataan, “Maut itu telah menjalar kepada semua orang karena semua orang telah berbuat dosa” (Roma 3:12), di tafsirkan sebagai berarti, bahwa semua orang secara pribadi menyetujui keadaan berdosa di dalam diri mereka itu dengan cara melakukan pelanggaran. Menurut Alkitab, manusia berbuat dosa di dalam Adam dan oleh karena itu, manusia sudah di nyatakan bersalah sebelum ia sendiri berbuat dosa; bahwa sifat dosa di dalam manusia itu di sebabkan oleh dosanya di dalam Adam; bahwa manusia tidak secara sadar menyerah kepada kecenderungan untuk berbuat dosa pada waktu ia mulai sadar . Teori yang di kenal dengan nama New School, yang telah meninggalkan pandangan Puritan yang lama, sangat mirip dengan ajaran Arminianisme. Pandangan New School ini juga beranggapan bahwa manusia hanya bertanggung jawab atas apa yang mereka sendiri lakukan; bahwa sekalipun semua orang mewarisi kecenderungan untuk berbuat dosa, dan semua orang memang berbuat dosa secepat mereka mulai sadar secara normal.
C. TEORI PENGHITUNGAN TIDAK LANGSUNG
Teori ini mengakui bahwa semua orang secara fisik dan moral sudah bejat sejak lahir, dan bahwa kebejatan bawaan ini merupakan sumber semua perbuatan dosa, serta kebejatan ini sendiri dosa adanya. Kebejatan fisik telah turun lewat kelahiran alami dari Adam, sedangkan jiwa secara langsung diciptakan oleh Allah, tetapi jiwa yang baru diciptakan tersebut langsung tercemar ketika bersatu dengan tubuh. Kebejatan bawaan ini adalah satu-satunya hal yang diperhitungkan Allah kepada manusia, namun hanya sebagai akibat pelanggaran Adam, dan bukan sebagai hukuman. Dengan kata lain dosa Adam diperhitungkan secara tidak langsung. Teori ini menjadikan kebejatan sebagai penyebab penghitungan, dan bukan penghitungan sebagai penyebab kebejatan. Maksud Roma 5:12 ialah bahwa semua orang telah berbuat dosa karena memiliki sifat yang berdosa.
Beberapa hal perlu dikatakan tentang pandangan ini. Alkitab mengajarkan bahwa alasan kebejatan kita adalah karena kita ikut mengambil bagian di dalam dosa Adam. Kebejatan itu kesalahan kita, bukan nasib buruk. Kebejatan merupakan akibat penghukuman dari dosa. Selanjutnya, pandangan ini merusak pararelisme antara Adam dengan Kristus. Dosa Adam diperhitungkan kepada kita, sebagaimana halnya kebenaran Kristus. Pandangan perhitungan tidak langsung ini menjadikan keselamatan itu suatu pembenaran subjektif dan bukan kebenaran Kristus yang diperhitungkan pada kita.
D. TEORI REALISTIS
Menurut pandangan ini umat manusia secara alami dan secara hakiki berada di dalam Adam ketika Adam berbuat dosa. Di dalam dosa yang pertama ini, manusia menjadi cemar dan bersalah, dan keadaan ini diturunkan kepada keturunan Adam. Semua keturunan Adam telah mengambil bagian secara tidak bersifat pribadi dan tidak sadar ketika Adam pertama kali berbuat dosa.
Sekalipun pandangan ini lebih dekat pada ajaran Alkitab mengenai perhitungan dosa daripada teori-teori sebelumnya, masih saja ada beberapa persoalan yang sulit dijawab. Dapatkah manusia dikatakan bersalah untuk dosa yang tidak dilakukannya dengan sengaja? Dan dapatkah manusia bertindak sebelum ia itu ada? Selanjutnya bila manusia bersalah karena keikutsertaannya dalam dosa Adam pertama itu, apakah ia juga ikut bersalah dalam dosa-dosa Adam sesudah itu? Adakah Kristus, karena memiliki sifat manusia, juga mengambil bagian dalam dosa Adam ini? Selain dari itu, adakah pandangan ini mengemukakan pararelisme yang diperlukan antara Adam dengan Kristus?
Murray mengatakan tentang pandangan ini, “Bila kita dihukum dan menderita kematian karena kita ini bejat dan berpembawaan penuh dosa, maka satu-satunya analogi atau persamaan terhadap pandangan ini adalah bahwa kita dibenarkan karena kudus sudah menjadi pembawaan kita”.


E. TEORI FEDERAL
            Teori federal atau teologi perjanjian beranggapan bahwa Adam adalah kepala alami dan federal atas umat manusia. Kepemimpinan federal atau kepemimpinan representatif adalah dasar khusus bagi penghitungan dosa Adam kepada keturunannya. Ketika Adam berbuat dosa, ia bertindak sebagai wakil umat manusia. Allah memperhitungkan kesalahan dosa pertama itu kepada semua orang yang diwakili oleh Adam ketika itu, yaitu seluruh umat manusia. Sebagaimana dosa diperhitungkan kepada kita karena ketidaktaatan Adam, demikianlah kebenaran dapat diperhitungkan kepada kita karena ketaatan Kristus (Rm 5:19). Menurut pandangan federalisme, Adam merupakan kepala perjanjian sehingga dosanya diperhitungkan dan dikaitkan pada keturunannya: dalam realisme, seluruh umat manusia benar-benar turut berbuat dosa di dalam Adam.
            Beberapa keberatan telah dikemukakan terhadap pandangan ini. Dapatkah manusia dianggap bertangguang jawab atas pelanggaran suatu perjanjian yang tidak ikut disahkannya? Kita memang bisa ikut menderita akibat dosa orang lain, namun dapatkah seseorang dianggap bersalah karena dosa orang lain? Selanjutnya, analogi diantara Adam dan Kristus tidak pararel secara menyeluruh, karena “satu orang bisa saja taat sebagai pengganti orang lain agar dapat menyelamatkan mereka, tetapi tidak mungkin seseorang bertindak tidak taat sebagai pengganti orang lain agar dapat menghancurkan mereka.
            Baik teori realistis maupun teori federal tentang perhitungan dosa nampaknya menghadapi masalah-masalah yang mustahil dipecahkan, namun harus diakui bahwa kedua pandangan ini juga menyelesaikan beberapa persoalan. Mungkin ada posisi menengah yang mencantumkan baik konsepsi perwakilan maupun hubungan alami dengan Adam.
F. TEORI PERSONALITAS BERSAMA
Pandangan ini menekankan hubungan yang erat dari seorang individu dengan kelompok mana ia menjadi anggota. Dalam Perjanjian Lama ada contoh-contoh nyata tentang asosiasi dan perwakilan semacam ini. Seantero keluarga dapat dibunuh karena dosa salah satu anggotanya (bd Akhan, Yosua 7:24-26). Nama keluarga amat penting, seorang anak dapat menghormati atau mencemarkan nama orang tua, sehingga nama itu bisa dihapuskan (1 Samuel 24:22).
            Dalam Roma 5, Paulus tidak berusaha untuk menyelesaikan soal-soal filosofis yang timbul dalam teori realistis atau teori federal. Ia malah menggunakan konsepsi Ibrani yang mendukung solidaritas umat manusia. Sebagaimana ditulis oleh Berkouwer, “Paulus berpikir tentang suatu hubungan yang tidak dapat disangkal serta solidaritas dalam kematian dan kesalahan. Pada saat yang sama, ia tidak pernah berusaha menerangkan solidaritas ini secara teoretis”. Teori ini menghadapi persoalan perhitungan secara sembarangan sebagaimana halnya teori federal dan teori realistis, juga keikutsertaan dalam dosa yang terjadi secara tidak sengaja seperti yang diketengahkan oleh teori realistis.


XX
Kejatuhan Manusia: Sifat Serta Akibat-Akibat Dosa

Akibat-akibat dosa pertama Adam dapat dibahas berdasarkan tiga pokok utama: kebejatan, kesalahan,dan hukuman.
1.      KEBEJATAN

a.      Arti Kebejatan
Kebejatan ialah tidak adanya kebenaran yang semula dan kasih sayang yang kudus terhadap Allah, termasuk pencemaran sifat moral manusia dan kecenderungan untuk melakukan kejahatan. Baik Alkitab maupun pengalaman manusia menegaskan kebejatan ini. Ajaran Alkitab bahwa semua orang harus dilahirkan kembali menunjukkan bahwa kebejatan ini terdapat pada semua orang.
b.      Luasnya Kebejatan
Alkitab mengajarkan bahwa sifat manusia telah rusak sama sekali. Sekalipun demikian, ajaran “kebejatan menyeluruh” mudah sekali menimbulkan salah paham dan salah tafsir. Dari sudut negatif, kebejatan menyeluruh tidak berarti bahwa setiap orang berdosa samasekali tidak memiliki sifat-sifat yang menyenangkan hati manusia, bahwa orang berdosa melakukan, atau cenderung melakukan bermacam-macam dosa, atau bahwa orang berdosa sangat membenci Allah. Yesus mengenali adanya beberapa sifat yang menyenangkan dalam diri beberapa orang (Markus 10:21); Yesus juga mengatakan bahwa orang Farisi dan ahli Taurat melakukan beberapa hal yang diminta oleh Allah (Matius 23:23); Paulus menyatakan bahwa beberapa orang bukan Yahudi mentaati hukum Taurat secara naluriah (Roma 2:14). Allah mengatakan kepada Abraham bahwa kejahatan orang Amori akan menjadi semakin hebat (Kejadian 15:16); dan Paulus mengatakan bahwa “orang jahat dan penipu akan bertambah jahat” (2 Timotius 3:13).
            Dari sudut positif, kebejatan menyeluruh berarti bahwa setiap orang berdosa samasekali tidak mampu mengasihi Allah sebagaimana dituntut oleh hukum Taurat (Ulangan 6:4, 5 ; Matius 22:37), bahwa orang berdosa sangat mengutamakan dirinya sendiri dan bukan Allah (2 Timotius 3:2-4), bahwa orang berdosa menaruh rasa tidak suka terhadap Allah yang kadang-kadang malah menyebabkan dia memusuhi Allah (Roma 8:7). Kebejatan menyeluruh juga berarti bahwa setiap kemampuan di dalam diri orang berdosa itu menjadi kacau dan tercemar (Efesus 4:18), bahwa ia tidak memiliki, pikiran, perasaan, atau tindakan yang sepenuhnya berkenan kepada Allah (Roma 7:18), dan bahwa ia kini menjadi semakin lama semakin bejat dan ia tidak dapat berbalik samasekali dengan kekuatannya sendiri (Roma 7:18). Kebejatan telah merasuki manusia secara menyeluruh, yaitu pikiran, perasaan, dan kehendaknya.
Dengan kemauannya sendiri ia tidak dapat memperbaharui dirinya, atau bertobat, atau menggunakan iman yang menyelamatkan (Yohanes 1:12, 13). Akan tetapi, kasih karunia dan Roh Allah telah siap untuk memungkinkan orang berdosa itu bertobat dan percaya sehingga memperoleh keselamatan.

2.      KESALAHAN

a)      Arti Kesalahan
Kesalahan berarti ganjaran hukuman, atau kewajiban untuk memuaskan hati Allah. Kekudusan Allah, sebagaimana ditunjukkan oleh Alkitab, memberi reaksi terhadap dosa, dan reaksi tersebut ialah “murka Allah” (Roma 1:18). Dosa bila dipahami seagai pencemaran berarti ketidaksesuaian dengan sifat Allah, tetapi sebagai kesalahan dosa itu merupakan permusuhan terhadap kehendak Allah. Kesalahan terutama merupakan hubungan dengan Allah, dan kedua, hubungan dengan hati nurani. Dalam hati nurani itu, penghakiman Allah dinyatakan sebagian saja dan sebagai nubuat (1 Yohanes 3:20). Ketekunan dan perkembanngan dalam dosa ditandai dengan merosotnya kepekaan perasaan dan persepsi moral.
b)      Tingkatan-tingkatan Kesalahan
Alkitab mengakui adanya berbagai tingkatan kesalahan yang disebabkan oleh berbagai jenis dosa. Prinsip ini diakui dalam Perjanjian Lama dengan aneka ragam persembahan korban yang dituntut untuk berbagai pelanggaraan di bawah hukum Musa (Imamat 4:7). Kenyataan ini juga ditunjukkan dalam berbagai bentuk penghakiman dalam Perjanjian Baru (Lukas 12:47, 48; Yohanes 19:11; Roma 2:6; Ibrani 2:2, 3; 10:28, 29). Akan tetapi, ada aliran tertentu yang telah membangun suatu ajaran yang salah dengan mengadakan pemisahan antara dosa yang mematikan dan dosa yang tidak mematikan. Dosa yang tidak mematikan adalah perbuatan dosa yang dapat diampuni, sedangkan dosa yang mematikan adalah perbuatan dosa yang dilakukan dengan keras kepala dan dengan sengaja sehingga mendatangkan kematian kepada jiwa. Terdapat paling sedikit empat perangkat dosa yang berbeda-beda.
1)      Dosa karena sifat yang berdosa, dan pelanggaran pribadi. Manusia adalah orang berdosa karena sifatnya penuh dosa, tetapi manusia juga menjadi orang berdosa karena ia berbuat dosa. Kata-kata Kristus, “orang-orang seperti itulah yang empunya Kerajaan Sorga” (Matius 19:14), berbicara soal keadaan tidak bersalah yang relatif pada masa kanak-kanak, sedangkan kata-kataNya yang ditujukan kepada orang Farisi dan ahli Taurat, “penuhilah juga takaran nenek moyang mu” (Matius 23:32), menunjukan kepada pelanggaran pribadi yang mereka lakukan sebagai tambahan pada kebejatan yang mereka warisi dari orang tua mereka.
2)      Dosa-dosa yang diperbuat karena ketidaktahuan, dan dosa-dosa yang diperbuat dengan pengetahuan. Dalam hal ini kesalahan seseorang ditentukan menurut banyaknya pengetahuan yang dimilikinya. Makin banyak dan luas pengetahuannya, makin besar pula kesahannya (Matius 10:15; Lukas 12:47, 48; 23:34; Roma 1:32; 2:12; 1 Timotius 1:13-16).
3)      Dosa-dosa karena kelemahan, dan dosa-dosa karena kesombangan. Pemazmur berdoa agar ia terhidar dari dosa-dosa kesombongan (Mazmur 19:14), dan Yesaya berbicara mengenai “mereka yang memancing kesalahan dengan tali kedustaan dan dosa seperti dengan tali gerobak “ (5:18). Orang-orang inilah yang dengan tetap hati dan dengan sadar berbuat dosa. Pada lain pihak, ketika menyangkal Kristus, Petrus menunujukan apa yang dimaksud dengan dosa karena kelemahan. Petrus gagal sekalipun ia telah membulatkan tekadnya untuk tetap bertahan (Lukas 22:31-34; 54:62). Sungguh menarik untuk memperhatikan bahwa dalam Alkitab tidak tersedia kurban bagi dosa yang dilakukan dengan sengaja (Bilangan 15:30; bandingkan dengan Ibrani 10:26).
4)      Dosa-dosa karena kekerasan hati yang tidak menyeluruh dan yang menyeluruh. Tingkatan kekerasan hati serta tingkatan ketidakpekaan terhadap kasih karunia yang berkali-kali ditawarkan oleh Allah akan menentukan tingkatan kesalahan dalam hal ini. Seseorang saja bisa berpaling dari kasih kepada kebenaran serta manjadi samasekali tidak peka terhadap bisikan Roh Kudus (1 Timotius 4:2; Ibrani 6:4-6; 10:26; 2 Petrus 2:20-22; 1 Yohanes 2:19; 5:16, 17).

3.      HUKUMAN

1.      Arti Hukuman
Hukuman adalah kesakitan atau kerugian yang secara langsung dijatuhi oleh seorang pemberi hukum untuk mempertahankan keadilannya, yang telah dihina oleh pelanggaran terhadap hukum. Ada perbedaan antara disiplin dan hukuman. Disiplin bersumber pada kasih dan dimaksudkan untuk memperbaiki (Yeremia 10:24; 2 Korintus 2:6-8; 1 Timotius 1:20; Ibrani 12:6), tetapi hukuman bersumber pada keadilan sehingga dengan demikian tidak ada maksud untuk memperbaiki pihak yang melanggar hukum (Yehezkiel 28:22; 36:21, 22; Wahyu 16:5; 19:2). Hukuman juga tidak akan menghasilkan apa-apa yang baik kecuali si terhukum memang patut dihukum. Hukuman yang merupakan sanksi pelanggaran hukum bukanlah disiplin atau tinadakan yang memperbaiki, tetapi tindakan balasan yang adil. Seorang pembunuh tidak diperbaiki perilakunya dengan cara ia dihukum mati, ia hanya menerima tindakan balasan yang adil atas perbuatannya. Hukuman mati merupakan mandat Ilahi (Kejadian 9:5, 6).


2.      Sifat Hukuman
Hanya dibutuhkan satu kata saja oleh Alkitab untuk mengajukan hukuman atas dosa: kematian. Ada tiga macam kematian: yang fisik, yang rohani, dan yang kekal.
1.      Kematian fisik. Kematian fisik merupakan pemisah jiwa dari tubuh. Dalam Alkitab peristiwa ini dianggap sebagai sebagian hukuman atas dosa. Itu merupakan makna yang paling masuk akal bagi Kejadian 2:17; 3:19; Bilangan 16:29; 27:3. Doa Musa (Mazmur 90:7-11) dan doa Raja Hizkia (Yesaya 38:17, 18) mengakui unsur hukuman dalam kematian fisik. Hal yang sama juga berlaku dalam Perjanjian Baru (Yohanes 8:44; Roma 4:24, 25; 5:12-17; 6:9, 10; 8:3, 10, 11; Galatia 3:13; 1 Petrus 4:6), akan tetapi, bagi orang Kristen kematian tidak lagi merupakan hukuman karena Kristus telah mengalami kematian sebagai hukuman atas dosa kita (Mazmur 17:15; 2 Korintus 5:8; Filipi 1:21-23; 1 Tesalonika 4:13, 14). Bagi orang Kristen tubauh itu tidur, sambil menantikan kemuliaan kebangkitan, dan jiwanya, setelah terpisah dari tubuh, secara sadar memasuki kehadiran Tuhan Yesus.
2.      Kematian rohani. Kematian rohani merupakan terpisahnya jiwa dari Allah. Hukuman yang dinyatakan di Taman Eden dan telah menimpa umat manusia, terutama kematian rohani (Kejadian 2:17; Roma 5:21; Efesus 2:1, 5). Dengan kematian rohani manusia tidak lagi menikmati kehadiran dan kebaikan hati Allah dan juga tidak lagi mengenal dan merindukan Allah. Karena itu, manusia perlu dibangkitkan dari kematian (Lukas 15:32; Yohanes 5:24; 8:51; Efesus 2:25).
3.      Kematian kekal. Kematian kekal adalah puncak dan kegenapan kematian rohani. Kematian kekal adalah terpisahnya jiwa dari Allah secara kekal, bersamaan dengan penyesalan yang dalam dan hukuman lahiriah lainnya (Matius 10:28; 25:41; 2 Tesalonika 1:9; Ibrani 10:31; Wahyu 14:11).


XVIII
Kejatuhan Manusia: Kenyataan Serta Dampak-Dampak Langsung

Sekalipun akal manusia mau tidak mau harus mengakui adanya dosa, akal manusia sama sekali tdak mampu menjelaskan asal usul serta kehadirannya di dalam diri manusia. Alkitab menyatakan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa melalui pelanggaran Adam.
I.ASAL USUL DOSA DALAM TINDAKAN PRIBADI ADAM
Dosa merupakan suatu fakta; namun bagaimana dosa itu mula-mula terjadi di antara manusia? Berbagai pandangan yang tidak benar haruslah di evaluasi, barulah keadaan yang sebenarnya dapat di sajikan.
A.DOSA TIDAKLAH KEKAL
Dualisme kosmis beranggapan bahwa ada dua prinsip yang ada dengan sendirinya dan bersifat kekal, yaitu baik dan buruk. Benda di anggap mengandung kejahatan. Menurut pandagan ini, dosa itu selamanya sudah ada. Pandangan ini menjadikan Allah suatu oknum yang terbatas dan bergantung. Pandangan ini juga menghancurkan gambaran tentang dosa sebagai suatu kejahatan moral.
B.DOSA TIDAK BERSUMBER PADA KETERBATASAN MANUSIA
            Leibniz dan Spinoza beranggapan bahwa dosa bersumber pada keterbaasan manusia.
Dosa hanya merupakan akibat yang dengan sendirinya timbul karna manusia itu terbatas. Allah sebagai hakikat yang mutlak itu semata-mata baik. Maksudnya, Allah yang panteistis itu, tidak dapat menciptakan sesuatu tanpa batas. Hal ini terlihat dalam keterbatasan jasmaniah manusia; dan kita dapat juga mengharapkan bahwa sifat moral akan terbatas. Beberapa pengarang beranggapan bahwa kejahatan moral itu merupakan latar belakang syarat yang perlu untuk kebaikan moral. Kejahatan moral merupakan unsur dalam pendidikan umat manusia serta suatu sarana untuk mendapatkan kemajuan.
            Teori ini jelas mengabaikan adanya perbedaan antara yang jasmani dengan yang moral. Manusia secara fisik hanya brtanggung jawab sebatas kemampuannya; namun dalam bidang moral manusia tidak terbatas dan oleh karena itu mampu menaati Allah dengan sempurna. Dengan kata lain, dosa manusia tidak bersumber pada sifat moral yang tidak sempurna. Ajaran Alkitab menegaskan bahwa Allah yang berkepribadian itu ada dan bahwa manusia lah yang merupakan pencipta dosanya.Kemudian, kejahatan moral tidak di perlukan untuk adanya kebaikan moral.
C.DOSA TIDAK BERSUMBER PADA PANCAINDERA
            Schleiermacher beranggapan bahwa dosa bersumber pada sifat yang berhubungan dengan pancaindera kita, sehingga dengan demikian berarti bahwa pancaindera itu sendiri jahat. Akan tetapi, pancaindera itu sendiri tidak merupakan sumber dosa, sekalipun seringkali di peralat oleh perangai duniawi untuk berbuat dosa. Alkitab mengajarkan bahwa dosa tidak terdapat dalam keadaan mla-mula manusia,tetapin dosa timbul karena pilihan yang tegas dan tak dipaksa yang di tentukan oleh manusia sendiri.
D.DOSA BERSUMBER PADA TINDAKAN ADAM YANG SUKARELA
            Bagaimana kah dosa itu mulai timbul? Alkitab mengajarkan bahwa karena satu perbuatan dosa dari satu rang, dosa telah memasuki dunia, dan bersamaan dengan itu semua akibat dosa yang terasa dimana-mana (Roma 5:12-19; I Korintus 15:21, 22). Satu orang ini ialah Adam dan satu dosa tersebut ialah memakan buah dari pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kejadian 3:1-7; I Timotius 2:13, 13). Oleh penulis-penulis lainnya di Alkitab di anggap sebuah peristiwa sejarah. Dalam ulisan-tulisan alegoris tokoh-tokoh cerita tidak mempunyai nama atau nama mereka bersifat simbolik. Adam dan Hawa merupakan nama orang dan bukan simbolik. Selanjutnya, ular bukanlah nama simbolik untuk Iblis, iu juga bukan Iblis dalam bentuk ular. Ular yang betul tu adalah perantara tangan Iblis.
            Ujian itu terdiri atas larangannya Adam dan Hawa makan buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Nampaknya lebih masuk akal bahwa pohon ini di ciptakan hanya untuk menguji manusia, karena setelah memakannya Adam tetap tidak mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang jahat. Adam tetap harus mencari keterangan dari Firman Tuhan untuk mengetahui jawabannya. Pohon pengetahuan itu sendiri sebenarnya baik, dan buahnya itupun baik, karena Tuhan yang menjadkannya; bukan pohonnya tetapi ketidaktaatan itulah yang mengandung kematian. Tuhan ingin menguji ketaatan manusia kepada kehendak-Nya.
            Tidak ada apa-apa dalam larangan ini yang menunjukkan bahwa Tuhan merencanakan kehancuran manusia. Jelas bahwa Tuhan tidak dapat di salahkan atas kejatuhan manusia. Melalui “keinginan daging dan keinginan mata serta keangkuhan hidup” (I Yohanes 2
:16), Hawa jatuh. Untuk meringkaskannya, wanita jatuh karena penipuan; laki-laki jatuh karena kasih sayang (Kejadian 3:13, 17; I Timotius 2:14). Alkitab menganggap dosa itu masuk melalui Adam dan bukan melalui Hawa (Roma 5:12, 14; I Korintus 15:22). Dosa yang pertama adalah keinginan dalam hati, tindakan memilih kepeningan pribadi di atas kepentingan Tuhan, mengutamakan diri sendiri dan bukan Tuhan,menjadikan diri tujuan yang utama  utama dan bukan Tuhan. Tindakan mengambil buah terlarang sekadar mengungkap dosa yang telah di perbuat di dalam hati (Matius 5:21, 22, 27, 28).
II.BERBAGAI DAMPAK LANGSUNG DARI DOSA ADAM
Berbagai dampak dosa yang pertama bersifat langsung, luas jangkauannya,dan menakutkan. Dosa yang pertama mempengaruhi hubungan nenek moyang pertama kita dengan Allah, mempengaruhi sifat mereka, mempengaruhi tubuh mereka dan alam sekitar mereka.
A.DAMPAK ATAS HUBUNGAN MEREKA DENGAN TUHAN
            Nenek moyang kita yang pertama mulai menyadari ketidaksenangan Allah terhadap mereka; mereka telah melanggar perintah Allah yang tegas untuk tidak makan buah pohon pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dan oleh karena itu mereka bersalah. Hati nurani yang merasa tertuduh membuat mereka tidak dapat merasa tenang. Adam mengatakan bahwa Hawa yang menyebabkan dia berbuat dosa (Kejadian 3:12); Hawa menyalahkan ular (ayat 13). Baik Adam maupun Hawa bersalah, tetapi keduanya berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab atas dosa mereka itu kepada yang lain.
B.DAMPAK ATAS SIFAT MEREKA
            Ketika Adam dan Hawa baru saja diciptakan, mereka tidak memiliki sifat yang berdosa. Kini mereka merasa malu,hina,dan tercemar. Kesadaran akan ketidaklayakan mereka itulah yang menyebabkan mereka membuat pakaian dari daun ara (Kejadian 3:7). “Pada hari engkau memakannya, pastilah engkau mati” (Kejadian 2:17). Kematian ini pertama-tama merupakan kematian rohani, yaitu terpisahnya jiwa manusia dari Allah. Demikianlah,  “dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang” (Roma 5:12). Manusia menjadi orang berdosa (Roma 5:19). Pelanggaran yang sesungguhnya bersumber pada sifat manusia yang berdosa.
C.DAMPAK ATAS TUBUH MEREKA
            Ketika mengatakan bahwa sebagai akibat ketidaktaatan manusia “pasti akan mati” (Kejadian 2:17), Allah memaksudkan tubuh mereka juga. Allah berfirman kepada Adam, “Sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi debu” (Kejadian 3:19). Kata-kata Paulus “Sama seperti semua orangmati dalam persekutuan dengan Adam” (I Korintus 15:22), terutama menunjuk kepada kematian jasmaniah. Selanjutnya, karena kebangkitan tubuh merupakan bagian dari penebusan  (Roma 8:23), kita dapat menyimpulkan bahwa kematian jasmaniah merupakan akibat dari dosa Adam.
            Alkitab mengajarkan bahwa kematian jasmaniah merupakan bagian dari hukuman dosa (Kejadian 3:19; Ayub 5:18, 19; 14:1-4; Roma 5:12; 6:23; I Korintus 15:21, 22, 56; II Korintus 5:1, 2, 4; II Timotius 1:10). Namun nampaknya bahwa tubuh alami (jiwani) akan di ubah menjadi tubuh rohani yang mirip dengan tubuh-tubuh yang di ubah pada saat Kristus kembali ntuk kedua kalinya(bandingkan Kejadian 2:7 dengan I Korintus 15:44-49).
D.DAMPAK TERHADAP LINGKUNGAN
            Kita membaca dalam Alkitab bahwa ular itu terkutuk “di antara segala ternak dan di antara segala binatang di hutan” (Kejadian3:14). Jelaslah bahwa semua hewan ikut menderita akibat dosa Adam. Allah berfirman “...Teerkutuklah tanah karena engkau; dan dengan bersusah payah engkau akan mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu; semak duri dan rumput duri yang akan di hasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi makananmu; dengan berpekuh engkau akan mencari makananmu,sampai engkau kembali lagi menjadi tanah“ (Kejadian 3:17-19). Alkitab mengatakan di tempat lain bahwa akan tiba saatnya ketika “makhluk itu sendiri juga akan di merdekakan dari perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.
XIX
Kejatuhan Manusia:Penghitungan dan dampak-dampak Rasial

            Dosa adalah tindakan dan prinsip, kesalahan dan pencemaran. Sejarah memperlihatkan hal ini dalam bentuk kisah-kisah tentang keimanan dan persembahan korban di antara aneka kebudayaan di dunia ini. Pengalaman Kristen secara serempak mengungkapkan kehadiran dosa dalam hati orang yang belum di selamatkan berarti bahwa hati orang tersebut telah mengeras.
I.KEUNIVERSALAN DOSA
            Alkitab dengan jelas mengajarkan keuniversalan dosa. “Tidak ada manusia yang tidak berdosa” (I Raja-Raja 8:46); “Di antara yang hidup tidak ada seorang pun yang benar di hadapan-Mu”(Mazmur 143:2); “Karena semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23); dan bahwa pendamaian, kelahiran bau, serta pertobatan merupakan kebutuhan-kebutuhan universal (Yohanes 3:3, 5, 16; 6:50; 12:27; Kisah 4:12; 17:30). Ketika Alkitab berbicara soal manusia sebagai baik,maka yang di maksudan ialah kebaikan yang berpura-pura saja (Matius 9:12, 13), atau kebaikan dengan pamih (Roma 2:14; Filipi 3:15). Di simpulkan bahwa memiliki sifat duniawi adalah sifat khas manusia di seluruh dunia.
II.PENGHITUNGAN DOSA
            Akibat yang universal pastilah memiliki penyebab yang universal juga. Alkitab mengajarkan bahwa dosa Adam dan Hawa telah menyebabkan seluruh keturunan mereka berdosa (Roma 5:19) berbunyi “oleh ketidaktaatan satu orang semua telah menjadi oran berdosa”. Oleh karena dosa Adam itulah kita lahir ke dalam dunia dengan perangai yang rusak serta berada di bawah hukuman Allah (Roma 5:12; Efesus 2:13).
A.TEORI PELAGIANISME
            Pelagius adalah seorang biarawan Inggris yang lahir sekitar 370 TM. Ia mengemukakan ajaranajaran di Roma sekitar tahun 409, namun semuanya di salahkan oleh Konsili di Kartago pada tahun 418. Teori ini menyatakan bahwa dosa Adam hanya mempengaruhi diri Adam sendiri; bahwa setiap jiwa di ciptakan secara langsung oleh Allah ketika lahir, di ciptakan dalam keadaan tidak bersalah,bebas dari berbagai kecenderungan yang salah,dan mampu taat kepada Allah sebagaimana Adam mula-mula; Allah hanya menuntut tanggung jawab dari manusia atas kesalahan-kesalahan yang di lakukan sendiri; dan bahwa satu-satunya akibat dosa Adam kepada keturunannya ialah bahwa perbuatan Adam itu merupakan teladan yang buruk. Teori ini tidak pernah di akui sebagai alkitabiah oleh denominasi apa pun, juga tidak pernah tercantum dalam pengakuan iman manapun. Alkitab mengajarkan bahwa semua manusia telah mewarisi sifat berdosa (Ayub 14:4; 15:14; Mazmur 51:7; Roma 5:12; Efesus 2:3).
B.TEORI ARMINIANISME
            Arminius (1560-1609) adalah seorang guru besar di negeri Belanda. Pandangannya di sebut Semi-Pelagianisme. Pandangannya dianut oleh Gereja Yunani, gereja-gereja Metodis,serta gereja-gereja lainnya yang beraliran Arminianisme. Menurut teori ini manusia itu sakit. Sebagai akibat pelanggaran Adam, manusia pada dasarnya tidak mempunyai kebenaran yang semula dan, tanpa bimbingan ilahi, manusia sama sekali tidak mampu mencapainya. Karna ketidakmampuan ini sifatnya fisik dan intelektual, bukannya sukarela,maka ketika seseorang mulai sadar, Allah, sebagai tindakan yang adil, memberikan kepadanya pengaruh Roh Kudus yang khusus.
            Sesungguhnya, manusia tidak di bilang bersalah karena dosa Adam. Hanya bila manusia secara sadar dan sukarela menyerahkan kepada kecenderungan-kecenderungan buruk inilah Allah memperhitungkannya kepada mereka sebagai Dosa . Pernyataan, “Maut itu telah menjalar kepada semua orang karena semua orang telah berbuat dosa” (Roma 3:12), di tafsirkan sebagai berarti, bahwa semua orang secara pribadi menyetujuikeadaan berdosa di dalam diri mereka itu dengan cara melakukan pelanggaran. Menurut Alkitab, manusia berbuat dosa di dalam Adam dan oleh karena itu, manusia sudah di nyatakan bersalah sebelum ia sendiri berbuat dosa; bahwa sifat dosa di dalam manusia itu di sebabkan oleh dosanya di dalam Adam; bahwa manusia tidak secara sadar menyerah kepada kecenderungan untuk berbuat dosa pada waktu ia mulai sadar . Teori yang di kenal dengan nama New School, yang telah meninggalkan pandangan Puritan yang lama,sangat mirip dengan ajaran Arminianisme. Pandangan New School ini juga beranggapan bahwa manusia hanya bertanggung jawab atas apa yang mereka sendiri lakukan; bahwa sekalipun semua orang mewarisi kecenderungan untuk berbuat dosa,dan semua orang memang berbuat dosa secepat mereka mulai sadar secara normal.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

Sejarah Gereja- H. Berkhof & I.H. Enklaar