Teologi Sistematika-Henry C Tiesen
Ringkasan Teologi Sistematika-
Henry C. Tiesen
Oleh:
Hendryanus
Rodman
VIII
Sifat Dasar Allah:Hakikat dan Sifat
Sifat Dasar Allah:Hakikat dan Sifat
I.HAKIKAT ALLAH
Istilah-istilah
“hakikat” dan “zat” praktis sinonim bila di pakai untuk Allah. Keduanya dapat
di definisikan sebagai yang melandasi semua perwujudan keluar;kenyataan itu
baik yang bendawi maupun yang tidak bendawi; dasar dari segala sesuatu; di
dalamnya sifat semua berada. Kedua istilah ini menunjuk kepada aspek dasar dari
sifat dasar Allah; bila tidak ada hakikat dan zat maka tidak mungkin ada
sifat-sifat. Kerohanian, ada dengan sendirinya,kebesarannya yang tak
terhingga,dan kekelan merupakan pokok-pokok yang di maksudkan.
A.KEROHANIAN
Allah
bukanlah zat bendawi melainkan zat rohani. Yesus mengatakan “Allah itu Roh”
(Yohanes 4:24). Pernyataan ini menetapkan sifat dasar Allah sebagai rohani.
1).Allah tidak berbadan dan tidak
berwujud. Yesus mengatakan, “…roh [hantu]tidak ada daging
dan tulangnya, seperti yang kamu lihat ada pada-Ku” (Lukas 24:39). Jika Allah
adalah roh,maka dengan sendirinya Ia tidak berbadan dan tidak berwujud. Manusia
berbeda karena memiliki roh yang terbatas, yaitu roh yang dapat tinggal di
dalam badan jasmaniah.
2).Ia tidak dapat dilihat. Allah
mengatakan kepada Musa bahwa tidak ada manusia yang dapat melihat-Nya dan tetap
hidup (Keluaran 33:20). Ketika musa melihat “belakang” Allah (Keluaran 33:23)
hal itu terjadi sebagai tanggapan Allah terhadap permintaan Musa untuk melihat
kemuliaan Tuhan (ayat 18). Teofani merupakan penakpakan ilahi yang dapat di
lihat oleh mata jasmaniah. Yakub berkata setelah bergumul dengan seseorang ”Aku
telah melihat Allah berhadapan muka”(Kejadian 32:30). “Malaikat Tuhan”merupakan
penampakan ilahi yang dapat di lihat oleh mata jasmaniah (Kejadian 16:7-14,
18:13-33,22:1-18). Perlu di perhatikan bahwa dalam beberapa ayat di atas
“malaikat Allah” diidentifikasikan sebagai “Tuhan” (misalnya Kejadian 16:11).
3).Allah itu hidup. Hidup
menandakan adanya perasaan, kuasa, dan kegiatan. Allah juga merupakan sumber
dan pemelihara segenap kehidupan yang ada; tanaman, hewan, manusia , rohani,
dan kekal (Mazmur 36:10;Yohanes 5:26). Allah kita hidup;Ia melihat,mendengar
dan mengasihi. Berhala ciptaan orang kafir itu mati, tidak mampu melihat,
mendengar, dan mengasihi.
4).Allah itu berkepribadian. Terlepas
dari Alkitab maka satu-satunya cara untuk menetapkan seperti apa roh itu ialah
melalui analogi dengan roh manusia.Karena roh manusia itu berkepribadian, maka
pastilah Roh ilahi juga berkepribadian sebab kalau tidak Roh ilahi lebih rendah
tingkatannya dari roh manusia. Akan tetapi, di dalam Tuhan ada kepribadian
tanpa tubuh jasamaniah. Alkitab mengaitkan kesadaran diri dan kemampuan membuat
keputusan sendiri dengan Allah. Allah dapat berkata “Aku” (keluaran 20:2-3) dan
dapat menanggapi ketika di sapa sebagai “Engkau” (Mazmur 90).Alkitab juga
mengatakan juga bahwa Allah memiliki ciri-ciri psikologis dari kepribadian;
Intelek(Kejadian 18:19), perasaan (Kejadian 6:6) dan kemauan (Kejadian 3:15).
Allah di tampilkan sebagai berbicara (Kejadian 1:3), melihat(Kejadian 11:5),
mendengar (Mazmur 94:9), berduka, menyesal (Kejadian 6:6), marah (Ulangan
1:37), cemburu (Keluaran 20:5) dan iba (Mazmur 111:4). Allah di sebut sebagai
pencipta (Kisah 14:15), penopang alam semesta (Nehemia 9:6), penguasa(Mazmur
75:8) dan pemelihara (Mazmur 104:27-30).
B.ADA DENGAN SENDIRINYA
Walaupun
sumber keberadaan manusia berada di luar dirinya sendiri, keberadaan Allah
tidak bergantung pada apapun di luar diri-Nya. Dia ada dengan sendirinya
tersirat dari kesaksian-Nya, ”Aku adalah Aku” (Keluaran 3:14) “Aku ada” dari
ajaran Kristus tentang diri-Nya sendiri (Yohanes 8:58; Yesaya 41:4; Wahyu 1:8),
dan sebagaimana umumnya di kenal dengan nama “Tuhan” atau “Yehovah” (keluaran
6:3). Ia ada karena sifat dasar-Nya
demikian sebagai yang tidak memiliki penyebab.
C.KEBESARAN YANG TAK TERHINGGA
Sesungguhnya
Allah melebihi tempat. Denga jelas Alkitab mengajarkan kebesaran Allah yang tak
terhingga ini ( I Raja-Raja 8:27;II Tawarikh 2:6; Mazmur 113:4-6;138:7-8).
Allah itu transenden dan imanen, Ia ada dimana-mana dalam hakikat maupun dalam
pengetahuan dan kuasa-Nya. Kapan pun dan dimana pun zat rohani itu ada,maka
seperti jiwa, pastilah ia utuh adanya.
D.KEKEKALAN
Allah
tidak memiliki awal atau akhir, Ia bebas dari keterbatasan kurun waktu, Ialah
pencipta waktu. Allah di sebut sebagai “Allah yang kekal”(Kejadian 21:33).
Pemazmur mengatakan “...dari selama-lamanya sampai selama-lamanya Engkaulah
Allah” (Mazmur 90:2) dan Yesaya menggambarkan Allah sebagai “...Yang Mahatinggi
dan Maha Mulia, yang bersemayam untuk selama-lamanya” (Yesaya 57:15). Paulus
mengatakan bahwa Allah ialah “ satu-satunya yang tidak takluk kepada maut”( I
Timotius 6:16). Ia memiliki seluruh keberadaan-Nya dalam satu masa kini yang
tidak dapat di penggal. Lebih tepat lagi kalau di katakan bahwa Ia melihat masa
yang lalu dan masa yang akan datang sama jelas dan terangnya sebagaimana Ia melihat
masa kini.
II.SIFAT-SIFAT ALLAH
Sifat-sifat
Allah, berbeda dengan zat atau hakikat Allah, merupakan sifat-sifat yang
terdapat di dalam zat dan merupakan perian yang analitis dan lebih terinci dari
zat Allah tersebut. Sifat-sifat Allah telah di bagi menurut klasifikasinya.
Salah satu yang paling di kenal ialah pembagian dalam sifat-sifat alamiah,
yaitu sifat-sifat Allah yang ada kaitan atau yang kontras dengan alam, dan
sifat-sifat moral yaitu sifat-sifat
Allah sebagai pengawas kesusilaan.
A.SIFAT-SIFAT
NONMORAL
Sifat-sifat
nonmoral merupakan sifat-sifat Allah yan tidak melibatkan hal-hal
moral.Sifat-sifat tersebut ialah,
1.Mahahadir.
Ketiga sifat Allah yang pertama merupakan kata majemuk dengan awalan bahasa
Latin Omni, yang artinya “segala-galanya”. Jadi,mahahadir (omnipresent) berarti
äda dimana-mana pada saat yang bersamaan”. Ajaran harus di ingat selalu bahwa
kemahahadiran Tuhan bukanlah suatu bagian yang harus ada di dalam kepribadian
Allah, jika Allah berkehendak untuk menghancurkan alam semesta ini, maka
kemahahadiran-Nya akan berakhir, tetapi Allah sendiri tetap ada.
2.Mahatahu.
Ia mengenal dirinya sendiri serta ciptaan-Nya secara sempurna sejak segenap
kekekalan, apakah itu bersifat aktual atau hanya merupakan kemungkinan, apakah
itu sesuatu yang sudah lampau, masih ada, maupun akan ada. Manifestasi yang
tertinggi dari semuanya itu terdapat di dalam akal manusia. Alkitab menyatakan
bahwa pemahaman Tuhan itu tidak ada batasnya (Yesaya 46:10). Tindakan-tindakan
bebas tidak terjadi karena sudah di ketahui sebelumnya.
3.Mahakuasa.
Karena kehendak-Nya itu di batasi oleh watk-Nya maka Tuhan dapat melakukan
segala sesuatu yang sesuai dengan kesempurnaan-Nya. Selanjutnya, Allah tidak
bisa melakukan hal-hal yang tak masuk akal atau yang bertentangan dengan
hakikat diri-Nya. Allah dapat melakukan apa yang Ia ingin lakukan, namun hal
ini tidak berarti bahwa Allah harus selalu ingin melakukan sesuatu, maksudnya,
Allah berkuasa atas kuasa-Nya. Kita dapat membedakan antara kuasa Allah yang
absolut dengan kuasa Allah yang tidak absolut. Kuasa yang absolut artinya Allah
dapat bekerja langsung tanpa bantuan sarana apapun juga. Penyelenggaraan alam
semesta ini merupakan contoh kuasa Allah yang tidak absolut karena Allah
memakai sarana-sarana tertentu. Dalam kedua hal ini, Allah menjalankan
efisiensi ilahi-Nya.
4.Tidak
berubah. Semua perubahan merupakan kepada keadaan yang lebih baik atau yang
lebih buruk.Akan tetapi, Allah tidak mungkin berubah menjadi makin baik karena
Ia betul-betul sempurna; demikian pula Allah tidak mungkin berubah menjadi
makin buruk karena alasannya yang sama. Manusia memiliki jiwa dan tubuh, dua
hakikat, yaitu yang rohani dan yangn jasmani, Allah itu esa; Ia tidak berubah.
Sifat tidak berubah pada Allah ini nampak dalam hal Dia selalu melakukan yang
benar dan ia senantiasa menangani secara adil makhluk-makluk ciptaan-Nya sesuai
dengan watak dan kelakuan mereka.
B.SIFAT-SIFAT
MORAL
Sifat-sifat
moral Allah merupakan sifat-sifat yang mengandung umsur-unsur moral dalam
hakikat ilahi.
1.Kekudusan.
Kekudusan Allah sebenarnya bukan suatu sifat yang sederajat dengan sifat-sifat
lainnya, namun lebih tepat kalau di katakan bahwa sifat Allah ini sejajar atau sejalan dengan sifat-sifat
lainnya. Kekudusan itu di pandang sebagai keselarasan kekal dari diri Allah
dengan kehendak-Nya. Lebih tepat kalau di katakan bahwa kehendak Allah
merupakan wujud sifat dasar Allah yang kudus itu.
2.Kebenaran
dan keadilan. Kebenaran dan keadilan Allah merupakan unsur kekudusan Allah yang
nampak di dalam cara Allah menghadapi manusia ciptaan-Nya.Karena ada sangsi,
Allah melaksanakan hukum-hukum-Nya dengancara memberi hadiah atau menjatuhkan
hukuman. Keadilan yang memberi pahala di landaskan pada kasih ilahi dan bukan
semata-mata pada jasa. Pemberian hukum di kenal dengan istilah keadilan yang
mnghukum. Keadilan menghukum merupakan ungkapan murka ilahi (Kejadian 2:17).
3.Kebaikan.
Kebaikan Allah meliputi semua sifat-Nya yang sesuai dengan gambaran kita
tentang seseorang yang sempurna; maksudnya, kebaikan Allah meliputi sifat-sifat
seperti kekudusan-Nya, keadilan dan kebenaran-Nya, belas kasihan-Nya dan
anugrah-Nya. Kasih Allah merupakan kesempunaan dari tabiat Allah yang selalu
mendorong Allah untuk menyatakan diri-Nya. Kasih Allah pertama-tama dan
terutama tunjukkan kepada oknum-oknum lain di dalam tritunggal. Kemurahan Allah
di nyatakan dalam perhatian-Nya terhadap kesejahteraan makhluk-makhluk
ciptaan-Nya serta senantiasa menyediakan apa yang di perlukan oleh mereka
sesuai dengan kebutuhan dan kemampuan masing-masing. Belas kasihan Allah
merupakan kebaikan-Nya yang di nyatakan kepada orang-orang yang berada di dalam
penderitaan atau kesukaran. Belas kasihan merupakan sifat kekal yang perlu di
dalam diri Allah sebagai yang mahasempurna, namun perwujudannya dalam
kasus-kasus tertentu adalah bebas pilih.
Anugrah
atau kasih karunia Allah merupakan kebaikan Allah yang di tunjukkan kepada
orang-orang yang sebenarnya tidak layak menerima kebaikan itu. Anugerah
berkaitan dengan orang berdosa karena ia bersalah, sedangkan belaskasihan
berkaitan dengan orang berdosa karena ia di dalam keadaan yang menyedihkan.
Alkitab menunjukkan bahwa anugerah Allah di nyatakan kepada orang duniawi di
dalam kesabaran-Nya dan di dalam menunda penghukuman atas dosa (Keluaran 34:6;
Roma 2:4; 3:25; 9:22). Alkitab juga menunjukakan bahwa anugerah atau kasih
karunia-Nya di nyatakan khusus kepada orang-orang pilihan-Nya dalam pemilihan dan penentuan dari semula
(Efesus 1:4-6), penebusan (Efesus 1:7-8) Penyelamatan(Kisah 18:27), Pengudusan
(Roma 5:21), Ketekunan (II Korintus 12:9), Pelayanan (Roma 12:6) serta
pemuliaan (I Petrus 1:13).
4.Kebenaran.
Kebenaran Allah bukan sekedar landasan semua agama, tetapi juga landasan semua
pengetahuan. Allah adalah benar-benar Allah, dalam arti Dia adalah Allah yang
sejati maupun Allah yang selalu mengatakan hal yang sebenarnya. Yesus
menegaskan bahwa Allah adalah “satu-satunya Allah yang benar” (Yohanes 17:3).
Yohanes menulis bahwa kita ada di dalam Yang Benar” (I Yohanes 5:20). Kesetiaan
Allah membuat Ia menepati semua janji-Nya, baik yang telah di ucapkan-Nya
maupun yang tersirat di dalam hukum-hukum yang Ia berika kepada kita.
IX
Sifat-Dasar Allah:Keesaan dan Ketritunggalan
Sifat-Dasar Allah:Keesaan dan Ketritunggalan
I.KEESAAN ALLAH
Keesaan
Allah berarti bahwa hanya ada satu Allah saja dan bahwa sifat dasar atau watak
Allah tidak dapat di pisah-psahkan atau di bagi. Namun, keesaanini tidak
inkonsisten dengan konsep ketritunggalan,karena suatu keesaan tidak sama dengan
suatu satuan. Keesaan Allah memberi peluang bagi adanya perbedaan-pebedaan
pribadi dalam sifat ilahi, sekalipun pada saat yang sama di akui bahwa sifat-dasar ilahi itu secara matematis dan
kekal tetap satu.
II.KETRITUNGGALAN ALLAH
Ajaran
tinitas atau ketritunggalan Allah bukanlah suatu kebenaran yang di peroleh
melalui akal budi atau yang di kenal dengan istilah teologi natural, tetapi
suatu kebenaranyang dapat di ketahui melalui
penyataan atau wahyu. Dalam teologi kristen istilah ”trinitas” atau tritunggal berarti bahwa ada tiga oknum kekal
dalam hakikat ilahi yang satu itu, yang masing-masing di kenal sebagai Allah
Bapa, Allah Anak, dan Allah Roh Kudus. Ketiga pribadi ilahi ini sama kekal dan
sama kedudukan satu dengan yang lain, sehingga kita bisa memuja keesaan utuh
dalam trinitas dan trinitas dalam keesaan.
A.PETUNJUK-PETUNJUK AWAL DALAM
PERJANJIAN LAMA
Menarik
untuk di catat bahwa Allah berkali-kali memakai kata ganti jamak (Kejadian
1:26; 3:22; 11:17; Yesaya 6:8)serta kata kerja jamak (Kejadian 1:26; 11:27)
ketika menunjuk pada diri-Nya sendiri. Nama Allah yang di pakai dalam ayat-ayat
ini ialah Elohim. Yaitu sebuah istilah jamak yang mungkin saja menyiratkan
perihal jamak, sekalipun hal itu tidak dapat di katakan dengan pasti.
Petunjuk-petunjuk yang
lebih tegas bahwa keadaan jamak ini merupakan suatu trinitas dapat di temukan
dalam kenyataan-kenyataan berikut (1) Tuhan di beda-bedakan dari Tuhan (Allah).
Kejadian 19:24 berbunyi “Kemudian Tuhan menurunkan hujan belerang dan api atas
Sodom dan Gomora, berasal dari Tuhan (Allah), dari langit”
Istilah
yang sering di pakai, yaitu “malaikat Tuhan”, di seluruh Perjanjian Lama,
merupakan penunjuk khusus kepada pribadi kedua dalam ke-Allahan sebelum
penjelmaan-Nya. Penampilan-Nya dalam perjanjian Lama ini merupakan petanda dari
kedatangan-Nya sebagai manusia di kemudian hari. Malaikat Tuhan ini di samakan dengan
Tuhan, namun berbeda dengan Tuhan.
B.AJARAN PERJANJIAN BARU
Ajaran
tentang trinitas di uraikan dengan lebih jelas dalam Perjanjian Baru daripada
dalam Perjanjian Lama.Kenyataan ini dapat di buktikan dengan dua cara; melalui
pernyataan-peryataan dan kiasan-kiasan umum dan dengan menunjukkan bahwa ada
tiga pribadi ke-Allahan yang di akui sebagai Allah.
1.Pernyataan-pernyataan dan kiasan-kiasan umum.
Pada saat Yesus di babtis, Roh turun ke atas-Nya dan suara Allah terdengar dari
sorga serta menyatakan Yesus sebagai Anak yang di kasihi-Nya(Matius 3:16-17).
Para murid di tugaskan untuk membabtis orang dalam nama Bapa,Anak dan Roh Kudus
(Matius 28:19). Ketiga pribadi dalam tritunggal itu bergabung bersama-sama
dalam melaksanakan pekerjaan mereka ( I Korintus 12:4-6;Efesus 1:3-14).
2.Bapa di kenal sebagai Allah.
2.Bapa di kenal sebagai Allah.
3.Anak di kenal sebagai Allah. Memang
Yesus adalah manusia yang paling luhur, namun Ia jelas jauh lebih besar dari
manusia biasa. (a). Sifat-sifat ilahi. Kristus memiliki lima
sifat yang secara khas dan jelas adalah ilahi: kekal, mahahadir, mahatahu,
mahakuasa, dan tidak berubah. Memang harus di akui bahwa ada beberapa peryataan
Yesus yang seakan-akan menunjukkan bahwa Ia tidak mahatahu. Yesus tidak
mengetahui saat Ia akan datang untuk kedua kalinya ( Markus 13:32). (b). Jabatan-jabatan ilahi. Yesus adalah pencipta (Yohanes 1:3; Ibrani
1:10; Kolose 1:16). (c). Hak-hak istimewa Allah. Kristus
mengampuni dosa (Matius 9:2,6; Lukas 7:47-48). Ia akan membangkitkan orang mati
pada hari Kebangkitan ( Yohanes 5:25-29; 6:39-40; 11:25). Ia akan menghakimi (
Yohanes 5:22). (d). Ia di samakan dengan Yehova dari Perjanjian
Lama. Apa yang dalam Perjanjian Lama di katakan mengenai Yehova juga di
katakan mengenai Kristus dalam Perjanjian Baru. Ia adalah Pencipta ( Mazmurn
102:26-28; Ibrani 1:10-12). (e). Nama-nama Yesus yang menyatakan keilahian. Ia
memakai beberapa kiasan yang menyirat sifat adikodrati. Misalnya, Alfa dan
Omega, Yang Pertama dan Yang Terkemudian,
Yang Awal dan Yang Akhir ( Wahyu 22:13). Ia lahir dari seorang
pahlawan dan di beri nama Imanuel, yang
artinya, Allah menyertai kita. Istilah Firman (Logos) di pakai untuk menekankan keilahian-Nya (Yohanes 1:1-14).
Nama yang di sukai oleh Yesus sendiri adalah Anak Manusia, sebagai Anak Manusia
Ia menyerahkan nyawa-Nya sebagai tebusan bagi banyak orang ( Matius 20:28) dan Ia akan datang lagi (Matius 24:44;26:64).
Dalam Yohanes 1:1 penekanannya sangat kuat, ayat itu berbunyi” Dan Firman
ituvadalah Allah”. Ketiadaan kata sandang sebelum istilah Theos menunjukkan bahwa Allah dalam kalimat ini berfungsi sebagai
predikat. Yang di pertanyakan dalam ayat itu bukan siapa Allah itu, tetapi
siapa Logos. Ia bukan saja Anak
tunggal, tetapi juga Allah yang tunggal (Yohanes 1:18). (f). Beberapa hubungan
membuktikan keilahian Yesus Kristus. Ia merupakan cahaya kemuliaan ( Ibrani
1:3) serta gambar Allah ( Kolose 1:15). Apapun yang di milik oleh Bapa juga di
miliki oleh Kristus ( Yohanes 16:15;17:10). (g). Penyembahan yang di
nyatakan kepada dan di terima oleh Yesus Kristus(h). Kesadaran dan tuntutan
Kristus sendiri merupakan bukti bahwa Ia adalah Allah. Yesus menegaskan
bahwa Ia sudah ada sejak dahulu kala (
Yohanes 8:58; 17:5). Ia menyatakan bahwa diri-Nya satu dengan Bapa ( Yohanes
10:30; 14:9; 17:11).
4.Roh Kudus di kenal sebagai Allah. Beberapa
ciri khas di kaitkan dengan Roh Kudus. Ia memiliki 3 unsur utama kepribadian:
akal ( I Korintus 2:11), perasaan ( Roma 8:27; 15:30) dan kehendak (I Korintus
12:11). Roh Kudus berhubungan dengan Allah Bapa, dan Allah Anak sebagai
pribadi. Kekristenan ortodoks senantiasa berkeyakinan bahwa Roh Kudus adalah
Allah. Sebagaimana Yesus Kristus itu Anak
Allah, demikian pula Roh Kudus ialah Roh Allah.
C.BEBERAPA PENGAMATAN DAN
KESIMPULAN YANG DI DASARKAN PADA PENELITIAN TENTANG TRINITAS.
1.Ajaran
ini tidak bertentangan dengan ajaran mengenai keesaan Allah.
2.Perbedaan-perbedaan
ini sifatnya kekal. Sifat hubungan kekal antara Bapa dengan Anak biasanya di
sebut “generation” (sifat di peranakan).
3.Ketiga
oknum trinitas sederajat. Urutan bahwa Allah Bapa adalah yang pertama, Allah
Anak yang kedua dan Allah Roh Kudus yang ketiga. Urutan bukanlah perbedaan
dalam kemuliaan, Roh dan Anak adalah sederajat dengan Bapa sekalipun mereka
tunduk kepada Bapa.
4.
Ajaran ini memiliki nilai praktis yang tinggi. Kasih sudah ada sebelum alam di
ciptakan , namun kasih memerlukan objek. Hanya Allah yang dapat mengadakan
perdamaian karena dosa. Sulit memikirkan adanya kepribadian tanpa masyarakat.
Jika tidak ada trinitas maka tidak akan ada penjelmaan, tidak ada penebusan
yang objektif, dan karena itu tidak ada penyelamatan. Karena takkan ada oknum
yang mampu bertindak sebagai pengantara antara Allah dan manusia.
X
Ketetapan-ketetapan Tuhan
I.
Defenisi
Ketetapan-Ketetapan Tuhan
Ketetapan-ketetapan
Tuhan dapat didefinisikan sebagai rencana atau rencana-rencana abadi Tuhan yang
dilandaskan pada pertimbangan Ilahi yang paling bijaksana. Tuhan telah
menetapkan ketetapannya baik secara efektif maupun permisif segala sesuatu yang
akan terjadi. Definisi ini mencakup beberapa hal:
1. Ketetapan-ketetapan
itu merupakan rencana abadi Tuhan. Ia tidak mengubah rencananya dan membuat
rencana itu dalam kekekalan, dan rencananya tersebut tidak akan pernah berubah
(Maz 33:11 ; Yak 1:17).
2. Ketetapan-ketetapan
tersebut didasarkan pada pertimbangan Tuhan yang paling bijaksana dan kudus. Ia
mengetahui yang terbaik dan Ia tidak mungkin merencanakan sesuatu yang salah (Yes
48:11).
3. Ketetapan-ketetapan
Tuhan bersumber pada kebebasan Tuhan (Maz 135:6 ; Ef 1:11).
4. Ia
mahakuasa dan sanggup melakukan segala sesuatu yang dikehendakiNya (Dan 4:35).
5. Tujuan
akhir dari ketetapan Tuhan ialah kemuliaanNya. Ketetapan itu diarahkan bukan
untuk mendatangkan kebahagiaan makhluk ciptaanNya, atau untuk menyempurnakan
orang kudus. Tetapi semua ketetapan ini dimaksudkan untuk kemuliaan Dia yang
mahasempurna (Bil 14:21 ; Yes 6:3).
6. Ada
dua jenis ketetapan Tuhan, yang efektif dan permisif. Ada hal-hal yang yang
direncanakan Tuhan dan yang ditetapkanNya harus terjadi secara efektif, dan ada
hal-hal yang lain hanya sekedar diizinkan Tuhan terjadi (Rm 8:28). Dan dalam
hal itu pun semua mengarahkan bagi kemuliaan namaNya (Mat 18:7 ; Kis 2:23).
7. Ketetapan-ketetapan
itu meliputi segala sesuatu di masa lampau, masa kini, dan masa depan.
Ketetapan-ketetapan yang diadakanNya secara efektif dan sekedar diizinkanNya
(Yes 46:10-11). Dengan kuasa dan kebijaksanaanNya yang tidak terbatas bagi
segenap kekekalan yang akan datang.
II.
Bukti
Adanya Ketetapan-Ketetapan Tuhan
Peristiwa-peristiwa
yang terjadi di alam semesta ini bukan sekadar peristiwa kebetulan yang
mengejutkan Tuhan, tetapi merupakan pelaksanaan maksud dan rencana Tuhan yang
nyata yang terarah, yang telah diajarkan oleh Alkitab:
Tuhan
semesta alam, firmanNya, “sesungguhnya seperti yang Kumaksud, demikianlah akan
terjadi, dan seperti yang Kurancang, demikianlah akan terlaksana....itulah
rancangan yang telah dibuat mengenai seluruh bumi, dan itulah tangan yang
teracung terhadap segala bangsa. Tuhan semesta alam telah merancang, siapakah
yang dapat menggagalkannya? TanganNya yang telah teracung, siapakah yang dapat
membuatnya ditarik kembali? (Yes 14:24, 26-27).
Sebab
Ia telah menyatakan rahasia kehendakNya kepada kita, sesuai dengan rencana
kerelaanNya, yaitu rencana kerelaan yang dari semula telah ditetapkanNya di
dalam Kristus....di dalam Dialah kami mendapat bagian yang dijanjikan – kami
yang dari semula ditentukan untuk menerima bagian itu sesuai dengan maksud
Tuhan, yang di dalam segala sesuatu bekerja menurut keputusan kehendakNya (Ef
1:9-11)”.
Ketetapan-ketetapan itu
sering kali diketengahkan sebagai satu ketetapan saja: “terpanggil sesuai
dengan rencana Allah” (Rm 8:28, bandingkan dengan Ef 1:11). Sekalipun
ketetapan-ketetapan itu nampaknya terdiri dari atas banyak maksud, bagi Allah
sebenarnya ada satu maksud saja, yaitu satu maksud besar yang meliputi
semuanya.
Selanjutnya, ketetapan-ketetapan
dianggap sebagai bersifat kekal, “sesuai
dengan maksud abadi yang telah dilaksanakanNya dalam Kristus Yesus Tuhan kita”
(Ef 3:11), “telah dipilih sebelum dunia dijadikan” (I Pet 1:20), “Tuhan telah
memilih kita sebelum dunia dijadikan” (Ef 1:4), “berdasarkan maksud dan kasih
karuniaNya sendiri, yang telah dikaruniakan kepada kita dalam Kristus Yesus
sebelum permulaan zaman” (II Tim 1:9), “berdasarkan pengharapan akan hidup yang
kekal yang sebelum permulaan zaman sudah dijanjikan oleh Tuhan yang tidak
berdusta” (Tit 1:2).
III.
Landasan
Ketetapan-Ketetapan Tuhan
Apa yang ditetapkan
Tuhan telah ditetapkanNya secara bebas dan sukarela dan ketetapan yang telah
dibuatNya tidak berdasarkan paksaan. Mungkin saja kadang-kadang Tuhan tidak
menjelaskan alasanNya ketika menetapkan sesuatu, namun kita dapat yakin bahwa
sekalipun tidak dijelaskan semua ketetapan mempunyai alasan (Ul 29:29). “Engkau
akan mengertinya kelak” (Yoh 13:7). Beberapa tokoh aliran determinisme yang
ekstrem telah beranggapan bahwa kehendak Tuhan itu mutlak adanya. Segala
sesuatu adalah benar karena Tuhan telah menghendakinya. Bila ini benar, maka
kematian Kristus juga tidak ditentukan oleh suatu prinsip di dalam diri Tuhan,
tetapi sekadar oleh kehendak Tuhan, dan apabila Tuhan telah ingin untuk
menyelamatkan manusia tanpa kematian Kristus maka hal tersebut dapat
dilaksanakanNya dan tindakan itu tetap benar.
Lebih tepat bila dikatakan bahwa semua ketetapan
Tuhan dilandaskan pada pertimbangan Ilahi yang paling bijaksana dan kudus. Dan
semua yang dilakukanNya yaitu hendak menyelamatkan manusia maka Ia melandaskan
segala rencanaNya atas segenap pengetahuan dan pengertianNya. Dengan demikian,
Tuhan tetap penuh kasih dan pada saat yang sama juga adil (Maz 85:10). Jadi,
atas dasar kebijaksanaan dan kekudusanNya Tuhan membuat segala ketetapan itu,
baik yang efektif maupun yang permisif.
IV.
Tujuan
Dari Ketetapan-Ketetapan Tuhan
Jelaslah bahwa tujuan
Tuhan bukanlah terutama kebahagiaan atau pun kekudusan manusia ciptaanNya.
Tuhan memang menghendaki kebahagiaan manusia ciptaanNya. Paulus berkata ketika
berada di Listra, “dalam zaman yang lampau Allah membiarkan semua bangsa
menuruti jalannya masing-masing, namun Ia bukan tidak menyatakan diriNya dengan
berbagai kebajikan, yaitu dengan menurunkan hujan dari langit dan dengan
memberikan musim-musim subur bagi kamu. Ia memuaskan hatimu dengan makanan dan
kegembiraan” (Kis 14:16,17). Tuhan memang berusaha untuk membahagiakan umat
manusia, bahkan memberikan kebahagiaan jasmaniah, namun kebahagiaan tersebut
adalah tujuan yang skunder, bukan tujuan primer.
Tujuan terakhir dan
tertinggi dari semua ketetapan Tuhan ialah kemuliaanNya. Ciptaan memuliakan
Dia. Daud mengatakan “langit menceritakan kemuliaanNya dan cakrawala
menceritakan pekerjaan tanganNya” (Maz 19:2). Tuhan menyatakan bahwa Ia akan
memurnikan Israel dalam perapian penderitaan, lalu ditambahkanNya, “Aku akan
melakukannya oleh karena Aku, ya oleh karena Aku sendiri, sebab masakan namaKu
akan dinajiskan? Aku tidak akan memberikan kemuliaanKu kepada yang lain!” (Yes
48:11). Dan kedua puluh emapat tua-tua melemparkan mahkota mereka di depan
takhta Tuhan sambil berkata, “Ya Tuhan Allah kami, Engkau layak menerima
puji-pujian dan hormat dan kuasa, sebab Engkau telah menciptakan segala
sesuatu, dan oleh karena kehendak Mu semuanya itu ada dan diciptakan” (Wahyu
4:11). Jadi, tujuan akhir dari segala sesuatu ialah kemuliaan Tuhan, dan hanya
pada saat kita menerima kenyataan ini sebagai tujuan akhir kehidupan kita juga
maka barulah kita hidup pada tingkatan yang paling tinggi dan paling selaras
dengan kehendakNya.
V.
Isi
Dan Susunan Ketetapan-Ketetapan Tuhan
A. Ketetapan
Dalam Dunia Kebendaan dan Fisik
Allah telah menetapkan
untuk menciptakan alam semesta ini serta manusia (Kej 1:26; Maz 33:6-11; Ams
8:22-31; Yes 45:18). Tuhan telah menetapkan untuk menegakkan bumi (Maz
119:90-91). Ia juga telah menetapkan untuk tidak lagi menghancurkan penduduk
bumi lewat air bah seperti yang pernah dilakukanNya dulu (Kej 9:8-17). Selanjutnya
Tuhan menetapkan pembagian bangsa-bangsa (Ul 32:8). Tuhan juga menetapkan usia
manusia (Ayub 14:5). Semua peristiwa lain yang terjadi dalam dunia kebendaan
dan fisik juga telah ditetapkan oleh Tuhan sebelumnya sehingga termasuk dalam
rencana dan tujuan Tuhan (Maz 104:3-4, Yes 14:26-27).
B. Ketetapan
Dalam Dunia Moral dan Rohani
Pada saat kita
mengaitkan ketetapan-ketetapan Tuhan dengan dunia moral dan rohani, kita
diperhadapkan dengan dua masalah dasar yaitu adanya kejahatan dalam dunia dan
kebebasan manusia. Bagaiman mungkin Tuhan yang kudus dapat membiarkan begitu
saja kejahatan-kejahatan moral, dan bagaimana Tuhan yang berdaulat dapat
membiarkan manusia tetap bebas? Beberapa asumsi dan praduga harus dibuat lebih
dahulu:
1)
Tuhan bukanlah pencipta dosa.
2)
Tuhan mengambil langkah pertama dalam
menyelamatkan manusia.
3)
Manusia bertanggung jawab atas
tindakannya.
4)
Tindakan-tindakan Tuhan didasarkan pada
pertimbangan Tuhan yang paling bijaksana dan kudus.
Namun beberapa pendapat
para teologi mengenai ketetapan Tuhan bahwa Tuhan telah menetapkan:
1)
Untuk menyelamatkan sebagian orang serta
menolak yang lain.
2)
Untuk menciptakan kedua golongan orang
itu.
3)
Untuk mengizinkan kedua golongan itu
jatuh dalam dosa.
4)
Mengutus Kristus untuk menebus
orang-orang yang telah dipilih untuk diselamatkan.
5)
Mengutus Roh Kudus untuk menerapkan
karya penebusan itu pada orang-orang yang telah dipilih atau diselamatkan.
Bahkan banyak
pandangan-pandangan yang lain, sehingga timbul variasi yang mengajarkan
pendamaian tak terbatas, bahwa Tuhan telah menetapkan:
1)
Untuk menciptakan manusia.
2)
Untuk mengizinkan manusia jatuh dalam
dosa.
3)
Untuk menyediakan di dalam Kristus
penebusan yang cukup bagi seluruh umat manusia.
4)
Memilih beberapa orang untuk
diselamatkan dan membiarkan yang lain sebagaimana adanya.
5)
Untuk mengutus Roh Kudus agar memastikan
bahwa penebusan itu diterima oleh orang-orang yang telah dipilihNya.
Untuk lebih memahami
tempat dosa serta pemberian keselamatan bagi orang berdosa, ada empat hal yang
perlu diperhatikan. 1. Tuhan telah menentukan
untuk mengizinkan dosa. Sekalipun Tuhan bukan pencipta dosa (Yak 1:13-14),
dan Tuhan tidak mengharuskan adanya dosa itu, namun berlandaskan
pertimbanganNya yang bijaksana dan kudus, Ia telah menetapkan untuk mengizinkan
terjadinya kejatuhan dan dosa. Ketetapan ini dibuatNya karenna Ia mengetahui
bagaimana sifat dosa itu, apa yang akan dilakukan oleh dosa terhadap makhluk
ciptaaanNya, dan apa yang harus dilakukanNya untuk menyelamatkan manusia. Akan
tetapi alasan-alasan yang bijaksana dan kudus, yang nampaknya belum sanggup
kita pahami seluruhnya (Rm 11:33), Tuhan memutuskan untuk mengizinkan dosa. 2. Tuhan menetapkan untuk mengatasi dosa
demi kebaikan. Ketetapan ini tidak dapat dipisahkan dari ketetapan untuk
mengizinkan dosa. Tuhan bukan saja mengizinkan dosa, namun juga mengatasinya
demi kebaikan. Pemazmur mengatakan, “Tuhan mengagalkan rencana bangsa-bangsa;
Ia meniadakan rancangan suku-suku bangsa; tetapi rencana Tuhan tetap untuk
selama-lamanya, rancangan hatiNya turun-temurun” (Maz 33:10-11). Nampak jelas
bahwa Dia yang sebenarnya sanggup mencegah dosa memasuki kehidupan manusia, Ia
juga dapat mengatur dan menguasai pernyataan dosa itu. Tuhan membenci dosa (Yer
44:4, Amos 5:21-24); Tuhan tidak mengizinkan dosa merintangi tujuan-tujuanNya
untuk kekudusan, dosa harus dikalahkan demi kebaikan. 3. Tuhan menetapkan untuk menyelamatkan dari dosa. Pada mulanya
manusia memiliki kebebasan dalam dua arti: kebebasan untuk melaksanakan hal-hal
yang sesuai dengan kodratnya dan kebebasan untuk bertindak bertolak belakang
dengan kodratnya. Manusia memiliki kemampuan untuk berbuat dosa dan kemampuan
untuk tidak berbuat dosa . (Kej 6:5; Ayub 14:4; Yer 13:23, 17:9). Kini manusia
hanya bebas, dalam arti mampu melakukan apa saja yang dianjurkan oleh kodratnya
yang telah rusak itu. Karena manusia kini tidak mampu dan tidak berkeinginan
untuk berubah, Tuhan turun tangan melalui kasih karunia pendahuluan. Akibat
adanya kasih karunia pendahuluan manusia mampu memberikan suatu tanggapan awal
terhadap Tuhan, dan Tuhan kemudian akan memberikan kepadanya pertobatan dan
iman (Yer 31:18; Kis 5:31; 11:18; Rm 12:3). Diakui bahwa kasih karunia umum itu
diberikan kepada semau orang (Kis 14:17), karena Tuhan menginginkan agar jangan
seorang pun binasa (II Pet 3:9). 4. Tuhan
menetapkan untuk memberi pahala kepada hamba-hambaNya serta menghukum
orang-orang yang tidak taat. Dalam kemurahanNya Tuhan bukan sekadar
menetapkan untuk menyelamatkan beberapa orang, tetapi juga memberi pahala
kepada mereka yang melayani Dia (Yes 62:11, Mat 6:4, 19-20; 10:41-42; I Kor
3:8; I Tim 5:18). Yesus mengatakan, “Demikian jugalah kamu. Apabila kamu telah
melakukan segala sesuatu yang ditugaskan kepadamu, hendaklah kamu berkata: Kami
adalah hamba-hamba yang tidak berguna: kami hanya melakukan apa yang kami harus
lakukan” (Luk 17:10). Karena sifatNya yang adil dan kudus, Tuhan juga telah
menetapkan untuk menghukum orang-orang yang fasik dan yang tidak taat.
Kenyataan ini berlaku juga untuk iblis beserta pasukannya (Kej 3:15; Mat 25:41;
Rm 16:20), dan untuk manusia (Maz 37:20; Yehezkiel18:4; Nahum 1:3).
C. Ketetapan
Dalam Dunia Sosial dan Politik
1. Keluarga dan pemerintahan
manusia. Pada mulanya Tuhan mengatakan, “Tidak baik, kalau
manusia itu seorang diri saja, Aku akan menjadikan penolong baginya, yang
sepadan dengan dia” (Kej 2:18). Kenyataan bahwa Tuhan pada mulanya menciptakan
seorang laki-laki dan seorang perempuan saja dengan jelas menunjukan bahwa
Tuhan memaksudkan agar pernikahan bersifat monogami dan tidak dapat diceraikan
(Mat 19:3-9). Sepanjang Alkitab kekudusan pernikahan diakui (II Sam 12:1-15;
Mat 14:3-4; Yoh 2:1-2; Ef 5:22-33; Ibr 13:4). Ketetapan pernikahan menyangkut
ketetapan untuk berkembang biak (Kej 1:27-28; 9:1,7; Maz 127:3-5) serta
membangun rumah tangga (Ul 24:5; Yoh 19:27). Yang berkaitan erat sekali dengan
ketetapan ini adalah ketetapan pemerintahan manusia (Kej 9:5-6).
2.
Tugas dan panggilan Israel. Tuhan memilih Israel untuk menjadi
umatNya, untuk menjadikan mereka imamat yang rajani, suatu bangsa yang kudus
(Kel 19:4-6). Ketetapan ini bukanlah terutama suatu ketetapan untuk memperoleh
keselamatan, tetapi suatu ketetapan untuk memperoleh kedudukan dan kehormatan
lahiriah, lewat hukum Taurat yang kudus serta pranata ilahi, akan menuntun
kepada keselamatan serta ibadat yang berkenan kepada Tuhan.
3.
Pendirian dan tugas gereja. Sejak
kekekalan Tuhan telah menetapkan pendirian dan pembangunan gereja. Kenyataan
bahwa Yesus mengatakan akan membangun gerejaNya (Mat 16:18) menunjukan bahwa
gereja waktu itu belum ada. Tujuan Tuhan sekarang ini ialah memanggil suatu
umat bagi namaNya dari antara bangsa-bangsa
bukan Yahudi serta sisa umat Yahudi yang masih setia, menurut pilihan
kasih karuniaNya (Kis 15:13-18; Rm 11:1, 30-31). Roh Kudus dan gereja merupakan
dua sarana yang dipakai oleh Tuhan untuk mencapai tujuanNya (Mat 28:19-20; Kis
1:8).
4.
Kemenangan terakhir bagi Tuhan. Tuhan
telah memutuskan untuk menyerahkan semua kerajaan dunia kepada Kristus (Maz
2:6-9; Dan 7:13-14; Luk 1:31-33; Wahyu 11:15-17; 19:11; 20:6). Tahap pertama
dalam kemenangan Tuhan atas bumi akan berlangsung selama seribu tahun (Wahyu
20:1-6). Setelah pemberontakan terakhir iblis serta penghakiman di hadapan
takhta putih (Wahyu 20:7-15), akan datang langit yang baru, dunia yang baru,
dan Yerusalem baru (Wahyu 21:1 – 22:5). Kemudian Kristus akan menyerahkan
kerajaan kepada Bapa, dan kemudian Tritunggal: Bapa, Anak, dan Roh Kudus akan
memerintah sampai selama-lamanya (I Kor 15:23-28). Semuanya ini sudah
ditetapkan Tuhan dan pastilah suatu saat akan tergenapi.
XI
Karya-Karya
Tuhan: Penciptaan
1.
Definisi
Penciptaan
Istilah
“menciptakan” dipakai dalam dua arti di dalam Alkitab: dalam arti penciptaan
langsung dan dalam arti penciptaan tidak langsung. Penciptaan langsung
merupakan tindakan bebas Tuhan tritunggal. Melalui tindakan ini Tuhan pada
mulanya menciptakan segala sesuatu yang nampak dan yang tidak nampak untuk
kemuliaanNya sendiri tanpa memakai bahan yang sudah ada sebelum dunia
diciptakan atau tanpa sebab-sebab sekunder. Penciptaan tidak langsung merupakan
tindakan-tindakan Tuhan yang juga disebut “penciptaan”, namun tidak bermula
dari ketiadaan atau ex nihilo. Melalui
tindakan-tindakan ini Tuhan membentuk, menyesuaikan, menggabungkan atau
mengubah bahan-bahan yang sudah ada. Hodge mengatakan, ketika membandingkan
penciptaan langsung dengan penciptaan tidak langsung, “penciptaan langsung jadi
seketika, penciptaan tidak langsung terjadi secara bertahap”.
2.
Bukti
Adanya Penciptaan
Ilmu
pengetahuan memang berusaha untuk menjawab masalah sekitar asal mula alam
semesta ini, namun karena ilmu pengetahuan bergerak dalam wawasan pengetahuan
empiris saja, maka penelitian terhadap asal mula alam semesta dan sebab-sebab
pertama dengan sendirinya sudah berada di luar bidangnya. Pemecahan terhadap
teka-teki asal mula alam semesta ini harus datang dari Alkitab dan harus diterima
dengan iman (Ibr 11:3). Alkitab menyatakan bagaimana dan mengapa terjadi
keberadaan jasmaniah dan rohaniah.
A.
Kisah Penciptaan yang Diceritakan
Musa
1. Penciptaan langsung alam semesta.
Kalimat pembukaan Alkitab menyatakan bahwa “pada mulanya Allah menciptakan
langit dan bumi” (Kej 1:1). Menurut kata-kata tersebut, alam semesta tidak
kekal, juga tidak dibentuk dari bahan yang sudah ada sebelumnya, atau terjadi
karena prinsip penyebab yang universal, tetapi karena tindakan penciptaan
langsung dari Tuhan.
2. Penciptaan tidak langsung alam semesta masa
kini. (a) Apakah penciptaan kali ini bersifat langsung,
tidak langsung ataukah kombinasi dari keduanya? Matahari mungkin saja telah
diciptakan sejak mula pertama dan terang itu (ayat 3-5) mungkin berasal dari
matahari. Bibit-bibit kehidupan tanaman mungkin saja masih bertahan dari suatu
keadaan yang primitif, sehingga Tuhan hanya memerintahkan bumi untuk
“menumbuhkan tunas-tunas muda, tumbuh-tumbuhan yang berbiji, segala jenis pohon
buah-buahan yang menghasilkan buah yang berbiji” (ayat 11). (b) Apa yang
termasuk dalam penciptaan yang langsung? Pastilah bukan hanya langit, tetapi
juga malaikat-malaikat yang ada di surga (Ayub 38:7; Nehemia 9:6), dan pasti
juga bukan hanya bumi, tetapi juga semua air dan udara (Yes 42:5l; Kol 1:16;
Wahyu 4:11). Beberapa sarjana mengetengahkan bahwa mungkin beberapa dari
malaikat-malaikat itu, di bawah pimpinan makhluk yang kemudian dikenal dengan
nama iblis, ditugaskan menguasai bumi (Luk 4:5-8). (c) Adakah Kejadian 1:2
melukiskan keadaan asli bumi ini atau suatu keadaan akibat terjadinya suatu
bencana yang dahsyat? Pertanyaan ini dijawab dengan tiga cara: (1) beberapa
teori mengemukakan bahwa setelah penciptaan yang mula-mula (ayat 1), iblis
jatuh sehingga mengakibatkan hukuman Ilahi menimpa bumi ini (ayat 2). Ayat-ayat
berikutnya menggambarkan penciptaan ulang bumi selama enam hari. Selanjutnnya
dikemukakan bahwa gambaran tiada bentuk, kosong, gelap gulita (ayat 2). (2)
Ayat 2 menunjukkan hukuman yang ditetapkan Tuhan, tetapi bagaimana dan mengapa
terjadi hukuman ini tetap merupakan rahasia. Mungkin kejatuhan iblis merupakan
penyebab. (3) Gambaran tentang keadaan yang tidak berbentuk, kosong, serta
gelap gulita tidak perlu menggambarkan hukuman, tetapi menggambarkan keadaan
kurang lengkap. Bumi ciptaan Tuhan dimaksudkan untuk didiami (Yes 45:18). Kisah
penciptaan ini sama sekali tidak menaruh perhatian pada peristiwa kejatuhan
iblis, sekalipun demikian, pastilah kejatuhan iblis terjadi sebelum Kejadian 3.
(d) Adakah enam hari penciptaan itu harus dianggap sebagai enam hari yang
berkenan dengan penyataan, masa-masa yang lama, ataukah enam hari yang terdiri
atas dua puluh empat jam? Beberapa sarjana beranggapan bahwa enam hari itu
merupakan enam hari dalam kehidupan Musa, dan bukan enam hari penciptaan.
Pandangan ini bertentangan dengan Keluaran 20:11, “sebab enam hari lamanya
Tuhan menjadikan langit dan bumi, laut dan segala isinya, dan Ia berhenti pada
hari ketujuh”. Banyak yang menafsirkan keenam hari penciptaan itu sebagai enam
hari yang dua puluh empat jam lamanya. Namun apa arti kata “hari” menurut
Alkitab? Kata ini dipakai di Alkitab dengan berbagai arti: siang yang berbeda
dengan malam (Kej 1:5, 16, 18), siang (terang) dan malam (gelap) bersamaan
(1:5). (e) Berapakah usia bumi? Standard
Geological Column, yang dipakai oleh para ahli geologi untuk menentukan
usia lapisan tanah, telah dikembangkan dari suatu penelitian tentang
fosil-fosil (paleontologi) yang terdapat dalam berbagai batuan endapan dan
lapisan tanah. Standard Geological Column,
menentukan tanggal pembentukan bumi menurut beberapa era: era Pra-Kambrium
(dari 3.500 juta tahun yang lalu atau lebih), era Paleozoik (dari 600 juta
sampai 225 juta tahun yang lalu), era Mesozoik (dari 225 juta sampai 65 juta
tahun yang lalu), dan era Senozoik (dari 65 juta tahun yang lalu hingga kini).
Berbagai cara penentuan tanggal telah dipakai. Salah satu cara, dengan mengukur
pertambahan kadar sodium per tahun dalam samudera raya, dapat ditentukan bahwa
samudera baru berumur sekitar 100 juta tahun.
B. Bukti-Bukti
Lain di Alkitab Tentang Penciptaan
Beberapa
ayat berbicara mengenai penciptaan langit dan bumi yang mula-mula (Yes 40:26;
45:18). Sebagian besar ayat berbicara soal penciptaan seluruh umat manusia oleh
Tuhan (Maz 102:19; 139:13-16; Yes 43:1). Banyak sekali ayat yang menerangkan
bahwa Tuhan adalah pencipta langit dan bumi beserta segala isinya (Yes 45:12;
Kis 17:24; Rm 11:36; Ef 3:9; Wahyu 4:11). Ateisme, yang menolak adanya Tuhan,
terpaksa harus membuat zat bersifat kekal atau mencari suatu penyebab alamiah
lainnya. Dualisme mengakui adanya dua prinsip kekal, yang satubaik, dan yang
lain jahat, atau dua oknum yang kekal, Tuhan dengan iblis atau Tuhan dengan
zat. Agnossitisme mengatakan bahwa tidak ada seorang pun yang dapat tahu
tentang Tuhan atau hasil ciptaanNya.
3.
Tujuan
Tuhan Dalam Penciptaan
Alasan
yang sama yang menyebabkan Tuhan merumuskan tujuan-tujuan dan
ketetapan-ketetapanNya juga telah mendorongNya untuk melaksanakan
ketetapan-ketetapan itu. Maksudnya, Ia menciptakan segala sesuatu untuk
kemuliaanNya sendiri. Pertama, Ia
menciptakan alam semesta ini untuk mempertunjukan kemuliaanNya. Alkitab
menyatakan, “Ya Tuhan, Tuhan kami, betapa mulianya namaMu di seluruh bumi! (Maz
8:2). Kedua, Tuhan menciptakan alam
semesta untuk menerima kemuliaan. Alkitab memerintahkan, ”Berilah kepada Tuhan
kemuliaan namaNya “ (I Tawarikh 16:29). Alam semesta merupakan hasil karya
Tuhan yang diciptakan dengan tujuan untuk memperlihatkan kemuliaanNya. Seperti
yang Paulus nasihatkan, “jika engkau makan atau jika engkau minum, atau jika
engkau melakukan segala sesuatu yang lain, lakukanlah semuanya itu untuk
kemuliaan Tuhan” (I Kor 10:31).
XIII
Asal
Mula, Sifat,Kejatuhan, dan Penggolongan Malaikat
I.
ASAL MULA MALAIKAT
Seluruh Alkitab
beranggapan bahwa malaikat itu ada, yaitu baik Malaikat yang baik maupun yang
jahat. Maz 148 :2-5 mendaftarkan malaikat bersama dengan matahari,bulan,dan
bintang sebagai dari ciptaan Allah. saat penciptaan Malaikat tidak disebut
dengan jelas dalam Alkitab,namun sangatlah mungkin bahwa malaikat di Ciptakan
sebelum langkit dan bumi di Ciptakan karena menurut Ayub 38:4-7, semua anak
Allah bersorak-sorai ketika Allah meletakkan dasar bumi.sekalipun Alkitab tidak
memberitau jumlah yang pasti,kita diberi tau bahwa jumlah mereka banyak sekali.
II.
SIFAT MALAIKAT
A. MALAIKAT
BUKAN MANUSIA YANG DIMULIAKAN
Manusia dan Malaikat
dibedakan.dalam Matius 22:30 dikatakan bahwa orang-orang percaya suatu saat
akan menjadi seperti Malaikat,tetapi tidak dikatakan bahwa mereka akan menjadi
Malaikat.berdasarkan Kitab Perjanjian Lama dalam bahasa Yunani (septuaginta)dikatakan
bahwa manusia telah di Ciptakan lebih rendah dari pada Malaikat, tetapi
kemudian akan menjadi lebih tinggi dari pada malaikat ( Mazmur 8:6, bandingkan
dengan Ibrani 2:7). Orang-orang percaya suatu saatakan menghakimi Malaikat (I
Korintus 6:3).
B. MALAIKAT
TIDAK BERBADAN
Para Malaikat disebut
“angin” atau “roh” (Ibrani 1:7, dengan mazmur 104:4), dan Ibrani 1:14. Malaikat
sudah sering nampakkan diri dengan memakai tubuh namun kenyataannya ini tidak
berarti bahwa mereka mempunyai tubuh jasmaniah sebagai bagian yang perlu dari
kehidupan mereka.
C. MALAIKAT
MERUPAKAN SUATU KELOMPOK,BUKAN SUATU BANGSA
Dalam Alkitab melaikan
disebut sebagai bala tentara,dan bukan sebagai bangsa (Mazmur 148:2). Malaikat
tidak pernah menikah atau dinikai, juga tidak pernah mati (Lukas 20:34-36).
Karena Malaikat suatu kelompok dan bukan suatu bangsa,maka mereka berbuat dosa
secara perorangan.
D. PENGETAHUAN
MALAIKAT LEBIH TINGGI DARI PADA PENGETAHUAN MANUSIA, WALAUPUN MEREKA TIDAK MAHA
Kebijaksanaan seorang Malaikat
dianggap sebagai kebijaksanaan yang tinggi (II Samuel 14:20). Malaikat-malaikat
yang telah jatuh pun memiliki kebijaksanaan yang melebihi kebijaksanaan biasa.
E. MALAIKAT
LEBIH KUAT DARI PADA MANUSIA,WALAUPUN MEREKA TIDAK MAHAKUASA
Malaikat dikatakan
lebih perkasa dan berkuasa dari pada manusia (II Petrus 2:11, Mazmur 103:20).kekuatan
para malaikat itu terbatas seperti yang telihat dalam pertemuan antara Malaikat
yang jahat dengan malaikat yang baik (Wahyu 12:7).
F. MALAIKAT
LEBIH LUHUR DARI PADA MANUSIA,WALAUPUN TIDAK MAHA HADIR
Malaikat tidak bisa
berada didua tempat sekaligus.mereka menggambar diatas muka bumi (Ayub 1:7;
Zakharia 1:11; I Petrus 5:8).bahkan dalam gagasan terbang tersirat bahwa para
Malaikat adalah Roh-roh yang melayani,yang diutus untuk melayani mereka yang harus
memperoleh keselamatan (Ibrani 1:14).
III.
KEJATUHAN MALAIKAT
A.
KENYATAAN KEJATUHAN MEREKA
Masalah
asal mula kejahatan harus dipertimbangkan sekarang ini,karena kejahatan
mula-mula terjadi disorga dan bukan dibumi. Terkecuali beberapa filsuf hindu
yang menyebut kejahatan sebagai “maya” atau “khayalan”, dan golongan Christian
Science yang menyebutnya sebagai “kesalahan pikiran manusia”, semua orang
mengakui kenyataan yang buruk dan keseriusan mengenai adanya kejahatan didalam
semesta ini. Sesungguhnya hadirnya kejahatan di dunia ini merupakan salah satu
masalah yang paling memusingkan dalam Filsafat dan Theologi. Hal ini disebabkan
karena sulit sekali untuk meyelaraskan gagasan kejahatan dengan konsep mengenai
Allah yang murah hati, kudus, serta mahakuasa. Beberapa orang beranggapan bahwa
kedua gagasan ini tidak dapat dipertemukan samasekali sehingga mengusulkan
pandangan dualisme,yaitu bahwa kejahatan dan kebaikan sama-sama kekal. Karena
itu, tidak pernah ada alam semesta yang sempurna, dan sebagai akitabnya, tidak
ada pula namanya “kejatuhan”.
Namun ada cukup alasan untuk percaya
bahwa malaikat telah diciptakan dalam keadaan sempurna. Dalam Kisah Penciptaan
(Kejadian 1), kita diberi tau sebanyak tujuh kali bahwa segala sesuatu yang diciptakan
Alla itu baik. Dalam Kejadian 1:31 kita membaca, “Maka Allah melihat segala
yang dijadikan–Nya itu sungguh amat baik.” Pastilah, kalimat ini mencangkup
kesempurnaan para malaikat dalam kekudusan ketika mula-mula diciptakan. Jikalau
Yehezkiel 28:15 menunjuk kepada Iblis, sebagai mana di anjurkan banyak pihak,
maka dengan tegas dinyatakan bahwa Iblis itu diciptakan dengan sempurna. Akan
tetapi, beberapa ayat Alkitab menunjukkan bahwa ada malaikat yang jatuh (Mazmur
78:49; Matius 25:41; Wahyu 9:11; 12:7-9). Ini terjadi karena malaikat-malaikat
itu berbuat dosa, dengan cara meninggalkan batas-batas kekuasaan mereka dan
tempat kediaman mereka (II petrus 2:4; Yudas 6). Pastilah, Iblis yang memimpin
para malaikat yang murtad itu. Yehezkiel 28:15-17 nampaknya mengisahkan
kejatuhannya. Petunjuk lainya yang mungkin menyinggung kejatuhan Iblis dapat
ditemukan dalam Yesaya 14:12-15. Tidak dapat disangkal lagi bahwa memang ada
malaikat-malaikat yang telah jatuh.
B.
SAAT KEJATUHAN MEREKA
Alkitab
tidak menyebut hal ini, tetapi jelaslah bahwa kejatuhan Malaikat-malaikat itu
terjadi sebelum kejatuhan manusia, karena iblis memasuki taman Eden sebagai
ular dan menggoda Hawa untuk berbuat dosa (Kejadian 3:1-5). Namun kita tidak
tahu dengan pasti berapa lama Malaikat-malaikat itu telah jatuh sebelum terjadi
peristiwa ditaman Eden. Orang-orang yang beranggapan bahwa setiap ikut serta
melawan pekerjaan para Malaikat yang baik (Daniel 10:12-13, 20-21; Yudas 9; Wahyu
12:7-9). (4) mungkin juga peristiwa kejatuhan itu meninggalkan dampak pada
penciptaan yang mula-mula. Kita membaca bagaimana terkutuk akibat dosa Adam (Kejadian
3:17-19) dan bahwa seluruh mengerang oleh karna kejatuhan (Roma 8:19-22). Ada
yang mengatakan bahwa dosa malaikat-malaikat itu telah menyebabkan kehancuran
ciptaan yang mula-mula dalam Kejadian 1:2. (5) pada suatu hari kelak semua
malaikat yang jatuh akan dicampakkan kebumi (Wahyu 12:8-9) dan setelah dihakimi
(1 Korintus 6:3), mereka akan dicampakkan kedalam lautan api (Matius 25:41; II
Petrus 2:4; Yudas 6). Iblis akan dilemparkan kedalam jurang maut selama seribu
tahun sebelum ia dicampakkan ke dalam lautan api (Wahyu 20:1-3, 10).
IV.
PENGGOLONGAN MALAIKAT-MALAIKAT
Para malaikat dapat dibagi dalam dua
golongan besar: Malaikat yang baik dan malaikat yang jahat. Terdapat
berbagai-bagian dalam kedua golongan besar ini.
A.
MALAIKAT YANG BAIK
Ada
beberapa jenis malaikat yang baik:
1. Para
malaikat
Kata Malaikat, dalam
bahasa Ibrani maupun dalam bahasa Yunani, bearti “utusan”. Murid-murid yang
diutus oleh yohanes pembabtis kepada Yesus disebut aggeloi atau utusan (Lukas
7:24). Hanya konteknya yang menjelaskan apakah kata malaikat itu menunjukkan
kepada utusan malaikat ataukah utusan manusia biasa. Jumlah malaikat itu
berjuta-juta. Daniel mengatakan, “Seribu kali beribu-ribu melayani Dia, dan selaksa
kali berlaksa-laksa berdiri dihadapan-Nya” (Daniel 7:10, bandingkan dengan Wahyu
5:11). Pemazmur mengatakan, “kereta-kereta Allah puluhan ribu, bahkan
beribu-ribu banyaknya” (68:18). Tuhan memberi tahu kepada petrus bahwa
Bapak-Nya akan mengirm lebih dari pada dua belas pasukan Malaikat bila dia
memintanya (Matius 26:53). Dalam kitab Ibrani kita membaca tentang
“beribu-ribu” Malaikat (12:22). Malaikat-malaikat ini mungkin mungkin muncul
sendiri (Kisah 5:19), berpasangan (Kisah 1:10) atau berkelompok (Lukas 2:13).
2. Kerub
/ kerubin
Kerub disebutkn dalam Kejadian
3:24; II Raja-raja 19:15; Yehezkiel 10:1-22; 28:14-16. Etimologi kata ini tidak
diketahui dengan pasti, sekalipun ada yang mengusulkan bahwa kerub artinya
“menutup” atau “menjaga”. Rub menjaga pintu masuk ketaman Eden (Kejadian 3:24).
Dua kerub diukur diatas tutup tabut perjanjian yang ditepatkan didalam kemah
sembahyang dan bait suci (Keluaran 25:19; I Raja-raja 6:23-28). Kerub juga
disulam pada tirai-tirai Tabernakel (Keluaran 26:1, 31) dan diukur pada
gerbang-gerbang bait Allah (I Raja-raja 6:32, 35). Dari menyataan bahwa mereka
digambarkan sebagai menopang takhta Allah (Mazmur 18:11; 80:2; 99:1),dan bahwa
mereka disulam pada tirai-tirai kemah sembayang dan diukir pada pintu-pintu
bait Allah, Kita menyimpulkan bahwa
tugas utama para kerub ialah mengawal takhta Allah. Iblis sebelum jatuh mungkin
juga termasuk golongan kerub (Yehezkiel 28:14-16).
3. Serafim
Nama serafim disebutkan
hanya dalam Yesaya 6:2, 6.serafim nampaknya berbeda dengan kerub,karena
dikatakan bahwa Allah duduk diatas para kerub (I samuel 4:4; Mazmur 80:2;
99:1), tetapi para serafim berdri di sebelah atasnya (Yesaya 6:2). Tugas para
serafim juga berbeda dengan tugas para kerub.para serafim memimpin penghuni
sorga dalam permujaan kepada Allah yang mahakuasa dan menyucikan Hamba-ahamba
Allah sehingga pemujaan dan pelayanan mereka berkenan kepada-Nya. MaksutNya,
tugas para serafim rupanya di bidang pemujaan dan kekudusan, dan bukan dibidang
penghakiman dan kekuasaan. Dengan kerendahan hati yang mendalam dan
penghormatan yang sungguh-sungguh,para serafim melaksanankan pelayanan mereka.
Sebaliknya, para kerub merupakan pengawal tahta Allah serta duta-duta luar
biasa Allah. Jadi kerub serafim berbeda kedudukan dan pelayanannya.
4. Makhluk-makhluk
hidup
Beberapa sarjana
mengatakan bahwa makhluk-makhluk hidup dalam Wahyu 4:6-9 adalah serafim
dan ada pula yang mengatakan bahwa
mereka itu adalah kerub. Terdapat perbedaan yang sangat mencolok sekali
diantara makhluk-makhluk itu, sehingga lebih baik rasanya untuk mengatakan
bahwa makhluk-makhluk tersebut merupakan jenis malaikat lainnya dan bukan
termasuk kerub atau serafim. Makhluk-makhluk itu memuja Allah, Mengatur
penghakiman Allah (wahyu 6:1-3; 15:7), dan menyaksikan penyembahan seratus
empat puluh empat ribu orang dala wahyu 14:3. Makhluk-makhluk ini aktif
disekitar tahta Allah sebagaimana halnya para kerub dan serafim.
5. Penghulu
malaikat
Istilah “penghulu
malaikat” muncul hanya dua kali dalam Alkitab (I tesalonika 4:16; Yudas 9),
namun ada beberapa rujukan lainnya kepada paling tidak satu penghulu malaikat, Mikhael.
Dikatakan bahwa Mikhael memiliki malaikat-malaikat. Dikatakan bahwa Mikhael
memiliki malaikat-malaikatnya sendiri (Wahyu 12:7) dan bahwa dia adalah
pemimpin terkemuka bangsa israel (daniel 10:13, 21; 12:1). Kitab Apokrifa
Henokh (Pasal 20:1-7) menyebutkan adanya enam malaikat yang berkedudukan
tinggi: Uriel, Rafael, Raguel, Mikhael, Zariel, dan Gabriel. Bacaan lain
dipingiran kitab itu menambahkan satu nama lagi yaitu Remiel. Tobit 12:15
berbunyi, “Aku ini Rafael,satu dari ketujuh malaikat yang melayani dihadapan
Tuhan yang mulia”. Walaupun kitab-kitab tersebut diatas termasuk dalam apokrifa
namun kitab-kitab itu menunjukkan apa yang dipercayai oleh para leluhur
mengenai hal itu. Nampak Gabriel memenuhi syarat sebagai penghulu malaikat yang
kedua (Daniel 8:16; 9:21; Lukas 1:19, 26).
Para
penghulu malaikat nampaknya mempunyai tanggung jawab khusus untuk menjaga dan
menjadikan Israel makmur (Daniel 10:13, 21; 12:1), memberikan kelahiran sang Juruselamat
(Lukas 1:26-38), mengalahkan Iblis dengan pasukan malaikatnya dalam usaha
membunuh perempuan itu dan anak laki-lakinya (Wahyu 12:3-12), serta mengumumkan
edatangan kristus untuk menjemput umat-nya (I Tesalonika 4:16-18)
6. Penjaga
Dalam Daniel 4:13
tercatat adanya seorang penjaga yang kudus; sedangkan dalam ayat 17 dari pasal
yang sama terdapat istilah jamak “para penjaga”. Para penjaga ini nampaknya
adalah Malaikat-malaikat yang diutus Allah untuk mengamati. Istilah penjaga
yang dipakai menunjukkan adanya kewaspadaan.para penjaga juga terlibat dalam
membawa amanat Allah kepada manusia. Apakah mereka ini merupakan jenis Malaikat
yang khusus tidak diketahui.
7. Anak-anak
Alkitab
Istilah lain yang
dipakai untuk malaikat dalam Alkitab ialah “anak-anak.” Istilah ini dipakai
dalam Ayub 1:6; 2:1; dan 38:7 untuk
menunjukkan kepada malaikat-malaikat, termasuk iblis. Mereka ini disebut
anak-anak Allah karena mereka diciptakan oleh Allah. Sesungguhnya istilah
“Allah” (Elohim) dipakai untuk malaikat (Mazmur 8:6, bandingkan dengan Ibrani
2:7). Beberapa kalangan berpendapat bahwa anak-anak Allah tersebut menunjuk
kepada keturunan Set yang saleh.
Namun,
tidak mungkin bahwa dalam Kolose 1:16 Paulus hendak mengemukakan adanya suatu
Hierarki Malaikat, dan Paulus tidak memiliki suatu sistem aeon-aeon untuk dipakai dalam Theologi
dan Etika metafisik. Perjanjian Dua belas Patriarkh, yaitu sebuah kitab yang
ditulis menjelang akhir abad pertama, mengajarkan adanya tujuh sorga. Sorga
pertama tidak ada penghuninya, namun semua sorga lain diatasnya dihuni oleh
berbagai jenis malaikat atau Roh. Akan tetapi, Paulus tidak mengajarkan adanya
susunan tingkat malaikat yang sistematis seperti itu. Kita hanya dapat
mengatakan bahwa singgasana-singgasana itu mungkin menunjukkan kepada
malaikat-malaikat yang berkedudukan dekat sekali dengan kehadiran Allah.
Malaikat-malaikat ini dberi kekuasaan untuk memerintah, yang dilaksanakan
dibawah pengawasan Allah. Kerajaan nampaknya berkedudukan setingkat dibawah
singgassana. Karena itu Mikhael disebut pemimpin Israel (Daniel 10:21; 12:1);
kita juga membaca tentang adanya pemimpin orang persia dan pemimpin Yunani (Daniel
10:20). Artinya masing-masing menjadi pemimpin diatas salah satu kerajaan itu.
Hal ini nampaknya juga berlaku bagi gereja,karena dalam kitab Wahyu disebut
malaikat-malaikat yang mengawasi ketujuh jemaat (1:20). Para penguasa
kemungkinan adalah Malaikat-malaikat yang kedudukanya dibawah salah satu
tingkat Malaikat.
Istilah
“malaikat Tuhan” sering kali nampak diperanjian lama, tetapi jelas bahwa
istilah ini tidak mengacu kepada malaikat yang biasa, tetapi kepada kristus
yang belum menjelma.
B.
MALAIKAT-MALAIKAT YANG JAHAT
1.
Malaikat-malaikat yang dipenjara
Malaikat-malaikat
ini disebut secara khusus dalam II Petrus 2:4 dan Yudas 6. Rupanya semua setuju
bahwa Petrus dan Yudas sedang memikirkan malaikat-malaikat yang sama. Petrus
hanya mengatakan bahwa mereka berbuat dosa sehingga Allah meleparkan mereka ke
Tartarus (Neraka), memasukkan mereka kedalam gua –gua yang lengkap serta
mengurang mereka disitu hingga penghakiman. Namun Yudas mengemukakan bahwa dosa
mereka ialah tidak mematuhi batas-batas kekuasaan mereka serta meninggalkan
tempat tinggal mereka yang sebenarnya. Mungkin yudas sedang memakai versi septuaginta
dari Ulangan 32:8 ketika menuliskan ayat-ayat ini.menurut versi itu Allah telah
membagi bangsa-bangsa “menurut jumlah malaikat-malaikat Allah” (dalam Alkitab
indonesia terjemahan baru LAI disebutkan “menurut bilangan anak-anak Israel”).
Dianggapbahwa Allah menetapkan satu atau lebih malaikat diatas tiap-tiap
bangsa. kenyataan bahwa berbagai bangsa dengan demikian diperintahi oleh
malaikat-malaikat yang menjadi pemimpin kerajaan tersebut, jelas dalam Daniel
(10:13, 20-21; 12:1).
Suatu
penafsiran yang lain juga telah dikemukakan. Dalam Yudas 7, dosa sodom dan
gomora nampaknya disamakan dengan dosa-dosa malaikat-malaikat yang terbelenggu
itu. Penafsiran ini bisa berarti bahwa dosa malaikat-malaikat itu pelanggaran
susila yang mencolok. Beberapa ahli telah mengajukan bahwa dosa yang disebut di
Kejadian 6:2 adalah persetubuhan yang dilakukan oleh malaikat-malaikat dengan
wanita. Sebagai hukuman atas dosa mereka, Allah mencampakkan mereka ke
tartarus. Dalam Perjanjian Baru istilah “Tartarus” (“Neraka” dalam Alkitab
indonesia) hanya dipakai satu kali yaitu dalam II Petrus 2:4, walaupun istilah
ini dipakai tiga kali dalam septuaginta. Dalam karya sastera karangan Homer,
tartarus merupakan tempat yang suram dibawah Hades.
2.
Malaikat-malaikat jahat yang bebas
Mereka
ini sering disebut dalam kaidah dengan Iblis, pemimpin mereka (Matius 25:41;
Wahyu 12:7-9). Diayat-ayat lain mereka disebutkan secara terpisah (Mazmur
78:49; 1 Korintus 6:3; Roma 8:38; Wahyu 9:14).mereka termasuk dalam daftar “pemerintah dan penguasa dan kekuasaan dan
kerajaan” dalam Efesus 1:21 dan disebut secara tegas dalam Efesus 6:12 dan
Kolese 2:15. Pekerjaan umum mereka nampaknya terdiri atas mendukung Iblis dalam
peperangannya melawan Malaikat-malaikat yang baik dan umat Allah dengan segenap
rencana mereka.
3.
Setan-setan
Setan-setan
seringkali disebutkan dalam Alkitab, khususnya dalam kitab-kitab Injil.
Setan-setan ini merupakan makhluk halus (Matius 8:16), yang sering disebut
sebagai “Roh jahat” (Markus 9:25). Mereka adalah anak buah Iblis (Lukas 11:15-19),
walaupun pada akhirnya mereka harus tunduk kepada Allah (Matius 8:29).
Setan-setan dapat mengakibatkan kebisuan (Matius 9:32-33), kebutuhan (Matius
12:22), luka dan cedera (Markus 9:18) serta cacat dan penyakit jasmani lainnya
(Lukas 13:11-17). Mereka melawan pekerjaan Allah dengan cara merusak ajaran
yang benar ( I Timotius 4:1-3), kebijaksanaan ilahi (Yakobus 3:15), serta persekutuan kristen (I
Korintus 10:20-21).
4.
Iblis
Makhluk
yang melebihi manusia biasa ini dengan jelas disebut dalam perjanjian Lama,
tetapi hanya dalam Kejadian 3:1-15; I Tawarikh 21:1; Ayub 1:6-12; 2:1-7; dan
Zaharia 3:1-2. Boleh jadi Iblis juga disebutkan dalam kaitan dengan kambing
korban penghapusan dosa yang terdapat dalam Imamat16:8, yaitu seekor dari dua
ekor kambing jantan yang dipersembahkan pada hari raya pendamaian. Dalam
Perjanjian Baru Iblis sering kali disebut (Matius 4:1-11; Lukas 10:18-19;
Yohanes 13:2, 27; 1 Petrus 5:8-9; Wahyu 12; 20:1-3, 7-10).
Dalam Alkitab makhluk yang dahsyat
ini disebut dengan berbagai nama.
1. Iblis
(satan, Alkitab inggris) (I Tawarikh 21:1; Ayub 1:6; Zakharia 3:1; Matius 4:10;
II Korintus 2:11; I Timotius 1:20). Istilah ini artinya “musuh”; dia adalah
musuh Allah dan manusia (I Petrus 5:8).
2. Iblis
(Devil, Alkitab inggris) (Matius 13:39; Yohanes 13:2; Efesus 6:11; Yakobus
4:7). Istilah Devil hanya dipakai dalam Perjanjian Baru dengan arti pemfitnah
dan pendakwa (Wahyu 12:10). Ia memfitnah Allah pada manusia (Kejadian 3:1-7),
dan memfitnah manusia pada Allah (Ayub 1:9; 2:4).
3. Naga
(Wahyu 12:3,7; 13:2; 20:2, bandingkan dengan Yesaya 51:9). Kata “naga”
nampaknya secara harfiah bearti ular besar atau binatang laut yang dasyat. Naga
dianggap sebagai lambang Iblis, sebagaimana halnya dalam Yehezkiel 29:3 dan
32:2. Naga sebagai binatang laut dengan tepat menunjukkan kegiatan Iblis dalam
samudra dunia.
4. Ular
(Kejadian 3:1; Wahyu 12:9; 20:2, bandingkan dengan Yesaya 27:1).dengan istilah
ini maka segenap kelicikan dan ketidak jujuran Iblis ditonjolkan (II Korintus
11:3).
5. Beelzebub
atau Beelzebul (Matius 10:25; 12:24-27; Markus 3:22; Lukas 11:15-19). Artinya
yang jelasdari istilah ini tidak diketahui. Dalam bahasa siria istilah ini
artinya “penguasa kotoran hewan.” Ada pula yang mengusulkan bahwa artinya ialah
“penguasa rumah”.
6. Belial
atau beliar (II Korintu 6:15). Istilah ini dpakai dalam Perjanjian Lama dalam
arti “ketidak layakan” (II Samuel 23:6). Dengan demikian kita membaca tentang
“orang-orang dursila” atau “orang yang tidak layak” (secara harfiah “anak-anak
belial/beliar”. Hakim-hakim 20:12, bandingkan dengan I Samuel 10:27; 30:22; I
Raja-raja 21:13).
7. Lusifer
(Yesaya 14:12). Istilah ini artinya bintang pagi, sebuah nama untuk Planet
venus.secara harafiah lusifer artinya “pembawa terang”, yang nampaknya mengacu
kepada Iblis. Sebagai Lusifer, Iblis dilihat sebagai malaikat terang (II
Korintus 11:14). Iblis juga mendapatkan beberapa nama lain yang agak berbeda
sifatnya. Ia juga mendapat beberapa julukan dan sebutan yang menggambarkan
sifatnya.
8. Si
jahat (Matius 13:19, 38; Efesus 6:16; I Yohanes 2:13-14; 5:19). Sebutan ini
mengmbarkan watak dan pekerjaan si Iblis. Dia itu jahat, culas, kejam, dan
sangat lalim terhadap segala sesuatu yang dikuasainya, dan dia itu senangtiasa
melalukan kejahatan bila ada kesempatan.
9. Si
pencoba/pengoda (Matius 4:3; I Tesalonika 3:5). Nama ini menunjukkan bahwa
Iblis senangtiasa berniat dan berusaha untuk menghasut manusia agar berbuat
dosa.
10. Ilah
zaman (II Korintus 4:4). Sebagai ilah zaman, iblis memiliki pelayan-pelayan (II
Korintus 11:15), ajaran-ajaran (I Timotius 4:1), upacara korban sendiri (I
Korintus 10:20), serta jemaah-jemaah sendiri (Wahyu 2:9). Ia mensponsori
usaha-usaha keagamaan manusia duniawi, dan, sudah pasti, menyokong semua bidat
serta ajaran yang membuat gereja yang benar menderita sepanjang zaman.
11. Penguasa
kerajaan angkasa (Efesus 2:2). Sebagai pengusaha kerajaan angkasa, Iblis
meupakan pemimpin malaikat yang jahat (Matius 12:24; 25:41; Wahyu 12:7;
16:13-14). Ia mempunyai banyak sekali anak buah yang melaksanakan kehendaknya,
dan ia memimpin dengan lalim.
12. Penguasa
dunia ini (Yohanes 12:31; 14:30; 16:11). Jujulkan ia nampaknya menuju kepada
pengaruhnya atas perintah-perintah dalam dunia ini. Yesus tidak membantah
tuntunan Iblis bahwa ia berkuasa atas planet ini (Matius 4:8-9); namun Allah
telah menetapkan batas-batas kekuasaan itu.xxxxxxxx
XIV
Pekerjaan
dan Nasib Para Malaikat
I.
PEKERJAAN PARA MALAIKAT
Pembagian ini dapat
dibagi menjadi tiga bagian: pekerjaan para malaikat yang baik, pekerjaan para
malaikat yang jahat, dan pekerjaan iblis.
A.
PEKERJAAN PARA MALAIKAT YANG BAIK
Untuk memudahkan pembahasan ada dua bagian :
1.
Pekerjaan para malaikat berhubungan
dengan kehidupan dan pelayanan kristus.
Suatu
fakta yang mencolok ialah bahwa Tuhan kita samasekali tidak menolak kepercayaan
akan malaikat,tetapi banyak kali menerima pertolongan mereka.Beri tau oleh
malaikat Gabriel bahwa ia akan menjadi ibu kandung sang Juruselamat (Lukas
1:26-38). Yusuf diyakinkan oleh seorang malaikat bahwa “anak yang didalam
kandungannya (Maria) adalah dari Roh kudus” (Matius 1:20). Para Malaikat
memberitahukan para gembala di padang bahwa Kristus telah lahir di Betlehem
(Lukas 2:8-15). Para malaikat turun dan melayani Yesus setelah ia dicobai oleh
Iblis di padang gurun (Matius 4:11). Yesus mengatakan kepada Natanael bahwa ia
akan melihat malaikat-malaikat Allah turun-naikkepada Anak Manusia (Yohanes
1:51).
2.
Pekerjaan para malaikat yang baik pada
umumnya.
Pertama-tama,
terdapat pelayanan para malaikat yang terus-menerus dan tetap. (1) mereka
berdiri dihadapan Allah dan menyembah Dia (Mazmur 148:2; Matius 18:10; Ibrani
1:6; Wahyu 5:11). (2) mereka melindungi dan membebaskan umat Allah (Kejadian
19:11; 1 Raja-raja 19:5; Daniel 3:28; 6:22; Kisah 5:19; 12:10-11).Alkitab
menjanjikan kepada orang percaya, “malaikat-malaikat-Nya akan diperintahkan kepadamu
untuk menjaga engkau di segala jalanmu” (Mazmur 91:11, bandingkan dengan Matius
4:6). Malaikat-malaikat ialah “Roh-roh yang melayani, yang diutus untuk
melayani mereka yang harus memperoleh keselamatan” (Ibrani 1:14). Mikhael
adalah malaikat pelindung Israel (Daniel 10:13, 21; 12:1). Tidak mustahil bahwa
ketujuh jemaat di Asia merupakan malaikat pelindung untuk setiap gereja itu
(Wahyu 1:20). Yesus mengingatkan orang-orang yang kurang menyenangi anak-anak
kecil sebagai berikut, “ingatlah jangan menganggap rendah seorang dari
anak-anak kecil ini. Karena Aku berkata kepadamu: Ada malaikat mereka disorga
yang selalu memandang wajah bapa-Ku disorga” (Matius 18:10). (3) mereka
menuntun dan memberikan semangat kepada hamba-hamba Allah (Matius 28:5-7; Kisah
8:26; 27:23-24). (4) mereka menerangkan
kehendak Allah bagi manusia (Ayub 33:23). Hal ini jelas sekali dalam pengalaman
Daniel (Daniel 7:16; 10:5, 11), Zakharia (1:9, 19), dan Yohanes (Wahyu 1:1).
(5) mereka merupakan pelaksana hukum atas orang-orang dan bangsa-bangsa,
seperti Sodom dan Gomora (Kejadian 19:12-13), Yerusalem (11 Samuel 24:16;
Yehezkiel 9:1), dan Herodes (Kisah 12:23), serta juga terhadap bumi (Wahyu 16).
(6) mereka membawa orang-orang yang sudah diselamatkan pulang kesorga setelah
orang-orang tersebut meninggalkan dunia (Lukas 16:22).
Para malaikat yang baik ini di
kemudian hari akan terlibat secara aktif sekali. (1) kedatangan Tuhan yang
kedua kalinya akan disertai dengan seruan penghulu malaikat (I Tesalonika
4:16). (2) mereka akan bekerja dengan giat sebagai pelaksana hukum Allah selama
masa kesengsaraan (Wahyu 7:2; 16:1). (3) ketika yesus datang kembali untuk
menghakimi, ia akan disertai oleh “Malaikat-malaikat-Nya dalam kuasanya” (II
Tesalonika 1:7, bandingkan dengan Yudas 14). (4) para Malaikat akan
mengumpulkan orang-orang Israel yang terpilih pada saat kedatangan kembali
Kristus (Matius 24:31). (5) pada masa penulisan pada akhir zaman para malaikat
akan ikut terlibat dalam memisahkan yang palsu dari yang benar, dan yang jahat
dari yang baik (Matius 13:39, 49-50). (6) mereka akan berdiri di pintu-pitu
gerbang Yerusalem baru, agaknya untuk bertugas sebagai pasukan kehormatan yang
mengawal, seakan-akan untuk memastikan bahwa tidak ada suatu apa pun yang najis
atau tercemar memasuki kota itu (Wahyu 21:12)
B.PEKERJAAN PARA MALAIKAT YANG JAHAT
Mereka sangat aktif
dalam segala usaha untuk melawan Allah serta pelaksanaan rencananya.
1.
Mereka berusaha untuk memisahkan orang
percaya dari kristus (Roma 8:38)
2.
Mereka melawan kegiatan para malaikat yang
baik (daniel 10:12-13)
3.
Mereka bekerja sama dengan iblis dalam
pelaksanaan maksud dan rencana (Matius 25:41; Efesus 6:12; Wahyu 12:7-12).
4.
Mereka menyebabkan kekacauan mental dan
penyakit jasmani (Matius 9:33; 12:22; Markus 5:1-16; Lukas 9:37-42).
5.
Istilah “Roh jahat” menunjukkan manusia untuk
melakukan kenajisan moral (Matius 10:1; Kisah 5:16).
6.
Mereka menyebarkan ajaran-ajaran sesat (
II Tesalonika 2:2; I Timotius 4:1).
7.
Mereka menghambat anak-anak Tuhan dalam
kemajuan kerohanian mereka (Efesus 6:12)
8.
Mareka kadang-kadang merasuki manusia
dan bahkan binatang (Matius 4:24; Markus 5:8-14; Lukas 8:2; Kisah 8:7; 16:16).
9.
Mereka kadang-kadang dipakai oleh Allah
untuk melaksanakan maksudnya (Hakim-hakim 9:23;1 Raja-raja 22 :21-23; Mazmur
78:49). Tuhan akan memakai mereka secara khusus selama masa kesengsaraan (Wahyu
9:1-12;16:13-16). Jelas bahwa setan-setan ini akan diberi kuasa yang ajaib
untuk sementara waktu (II Tes 2:9;Why 16:14)
Terdapat
tiga macam perbuatan kuasa setan yang secara khusus perlu disebut di sini. Yang
pertama ialah meramal. Pada tingkatan terendah, meramal bisa merupakan sekedar
rekaan manusiawi,penipuan
C. PEKERJAAN
IBLIS
Iblis memakai beberapa cara untuk
mendapatkan apa yang diinginkannya. Karena ia tidak mungkin menyerang langsung,
Allah, yaitu manusia.dengan cara memakai iblis
:berdusta,mencobai,merampas,menggangu,menghalangi,menampi,meniru.
II.
NASIB PARA MALAIKAT
A. NASIB
MALAIKAT YANG BAIK
Sungguh
beralasan untuk percaya bahwa malaikat yang baik akan melanjutkan pelayananya.
Dalam penglihatannya Yohanes tentang Yerusalem Baru, yang pastilah akan terjadi
pada masa depan dan jelas sekali direncanakan berlangsung selama-lamanya
bersama dengan langit dan bumi baru (Wahyu 21:1-2), ia melihat
malaikat-malaikat berdiri dikedua belas pintu gerbang kota itu (Wahyu 21:12).
Bila ada malaikat yang bertugas waktu itu, maka tidak ada alasan untuk tidak
percaya bahwa semua malaikat yang baik akan tetap melanjutkan tugas-tugas
mereka.
B. NASIB
MALAIKAT YANG JAHAT
Para
malaikat yang jahat akan memperoleh bagian mereka dalam lautan api (Matius
25:41). Saat ini ada Malaikat-malaikat jahat yang sedang dirantai dan berada
dalam kegelapan sampai pada hari penghakiman terakhir mereka (II Petrus 2:4;
Yudas 6), sedangkan yang lain masih bebas berkeliaran. Pada saat kedatangan
Kristus yang kedua kalinya, semua orang percaya akan kut menghakimi
Malaikat-malaikat yang jahat (I Korintus 6:3), dan malaikat-malaikat ini akan
dicampakkan dalam lautan api bersama dengan Iblis.
C. NASIB
MALAIKAT
Sejarah
kehidupan Iblis dapat dirunut secara singkat. Mula-mula ia ditemukan disorga
(Yehezkiel 28:14; Lukas 10:18). Tidak diketahui beapa lama ia hidup berkenan
kepada Allah, tetapi pada suatu ketika ia bersama-sama dengan sejumlah malaikat
jatuh. Berikutnya mereka bersama-sama di taman Eden dalam rupa seekor ular
(Kejadian 31:1; Yehezkiel 28:13). Di situ ia menyebabkan kajatuhan manusia.
Kemudia ia ditemukan diudara, serta dapat memasuki sorga dan bumi (Ayub 1:6-7;
2:1-2; Efesus 2:2; 6:12). Rupaya angkasa merupakan markas besarnya sejak kejatuhan
manusia. Di masa depan ia akan dicampakkan kebumi (Wahyu 12:9-13). Peristiwa
ini rupaya akan terjadi pada masa kesengsaraan besar. Ketika kristus datang
kembali kebumi daam kuasa dan kemuliaanNya untuk mendirikan kerajaanNya, Iblis
akan dimasukan ke dalam jurang maut yang tidak tertuga dalamnya (Wahyu 20:1-3).
Xv
Asal Usul dan Watak Semula
Manusia
I.
ASAL USUL
MANUSIA
Golongan
evolusionis yang berhaluan teistis mengajarkan bahwa manusia itu merupakan
hasil proses evolusi alamiah dari suatu bentuk kehidupan yang lebih sederhana.
Golongan evolusi ambang dan golongan kreasionisme beranggapan bahwa manusia
diciptakan oleh Allah. Carnell, seorang sarjana berhaluan evolusi ambang,
menulis, “Manusia diciptakan dari debu dengan suatu tindakan, ab extra, ilahi
yang khusus, dengan tubuh yang secara struktural mirip dengan golongan
vertebrata (hewan yang bertulang belakang), dan dengan jiwa yang dibentuk
menurut gambar dan rupa Allah.” Beberapa pihak yang berhaluan evolusionis
mengusulkan bahwa tubuh manusia berkembang melalui suatu proses evolusi yang
panjang, tetapi pada suatu ketika Allah campur tangan dan secara langsung menciptakan
jiwa, sehingga jadilah manusia.
A.
ARGUMEN-ARGUMEN
PENDUKUNG HIPOTESIS EVOLUSIONER
1.
Anatomi
perbandingan. Terdapat kesamaan-kesamaan mencolok antara anatomi manusia dengan
anatomi hewan bertulang belakang dari golongan yang lebih tinggi. Akan tetapi, jikalau
manusia dan hewan memakan makanan yang sama, menghirup udara yang sama, dan
hidup dalam lingkungan yang sama pula, tidakkah seharusnya paru-paru, sistem
pencernaan, kulit, mata, dan sebagainya sama juga? Selanjutnya, kesamaan dalam
anatomi menunjukkan bahwa pencipta yang sama yang telah menciptakan manusia dan
hewan, bukan bahwa makhluk yang satu telah terbit dari makhluk yang lain.
2.
Organ-organ
yang tertinggal. Di dalam tubuh kita ditemukan organ-organ, misalnya amandel,
usus buntu, serta kelenjar timus, yang menurut golongan evolusionis diperlukan
ketika nenek moyang manusia modern masih dalam tahap-tahap evolusi yang
terdahulu namun sekarang secara fungsional tidak ada gunanya lagi.
3.
Embriologi.
Para evolusionis mengatakan bahwa janin manusia berkembang melalui aneka tahap
yang sejajar dengan proses yang dianggap evolusioner, yaitu dari organisme
bersel satu sampai menjadi spesies yang dewasa. Akan tetapi, suatu penelitian
yang cermat terhadap janin manusia menunjukkan adanya terlalu banyak ketidaksamaan
dengan tahap-tahap yang disangka serupa dalam perkembangan cacing, ikan, ekor
dan rambut. Selanjutnya, perkembangan-perkembangan yang terjadi sering kali
kebalikan dari apa yang diduga sebelumnya. Cacing tanah itu memiliki sirkulasi
darah namun tidak mempunyai jantung dan karena itu dikemukakan bahwa peredaran
darah pasti telah mendahului adanya jantung. Namun, dalam janin manusia,
jantung terjadi lebih dulu dan kemudian baru ada peredaran darah.
4.
Biokimia.
Semua organisme hidup mempunyai kesamaan dalam tatanan biokimianya. Hal ini
tidak perlu merisaukan karena aneka sistem kehidupan yang ada semuanya
bergantung pada zat-zat asam, protein dan zat-zat lainnya yang sama.
5.
Paleontologi.
Penelitian terhadap fosil-fosil umumnya dipakai untuk mendukung ajaran evolusi.
Bukti-bukti tentang berbagai jenis makhluk hidup ditemukan dalam berbagai
lapisan sedimen sejak zaman prakambrium dan seterusnya. Para evolusionis
berusaha mencari bukti adanya kesinambungan antara, misalnya, manusia dengan
hewan, ikan dengan unggas, dan binatang melata dengan ikan. Akan tetapi, dalam
penelitian fosil terdapat banyak bukti baik yang mendukung kesinambungan maupun
yang mendukung ketidaksinambungan.
6.
Genetika.
Genetika merupakan studi tentang faktor-faktor keturunan serta aneka variasi di
antara organisme-organisme yang berhubungan. Ada tiga hal yang harus
diperhatikan. Pertama, memang diakui bahwa mutasi-mutasi (perubahan material
genetis) terjadi, namun mutasi-mutasi ini begitu kecil, sehingga akan
diperlukan sangat banyak mutasi untuk mengakibatkan efek yang penting. Lagi
pula, perubahan-perubahan itu cenderung membuat organisme yang mengalaminya
menjadi kurang cocok dengan lingkungannya, sehingga kelangsungan hidupnya
justru terancam. Akhirnya, setelah meneliti banyak generasi lalat buah,
tidaklah terjadi transmutasi, yaitu perubahan suatu spesies ke spesies yang
lain.
B. ARGUMEN-ARGUMEN ALKITAB YANG MENDUKUNG PENCIPTAAN
LANGSUNG MANUSIA
1.
Ajaran
harfiah Alkitab. Sekalipun golongan evolusionis yang ateistis menolak ajaran
Alkitab, golongan evolusionis teistis mungkin akan meragukan watak Allah ketika
mereka berusaha untuk menjelaskan kisah penciptaan secara simbolis. Bila
Alkitab ditafsirkan secara harfiah, maka terbitlah suatu penjelasan yang masuk
akal tentang asal usul manusia. Sekalipun golongan evolusi dapat membuktikan
ajaran mereka bahwa yang paling kuat akan bertahan hidup, namun ajaran mereka
tidak dapat menjelaskan hadirnya jenis makhluk hidup yang pertama. Alkitab
menjelaskan kepada kita bahwa Allah “menciptakan” manusia (Kejadian 1:27; 5:1;
Ulangan 4:32; Mazmur 104:30; Yesaya 45:12; I Korintus 11:9) dan bahwa Allah
“menjadikan” dan “membentuk” manusia (Kejadian 1:26; 2:22; 6:6-7; Mazmur 100:3;
103:14; I Timotius 2:13).
2.
Adam
dan Hawa diciptakan sebagai laki-laki dan perempuan. Jikalau Adam dan Hawa
belum manusiawi sebelum Allah menghembuskan napas-Nya ke dalam mereka, pastilah
mereka sudah berupa makhluk jantan dan betina, tetapi Alkitab menyatakan bahwa
Allah yang menciptakan mereka sebagai laki-laki dan perempuan (Kejadian 1:27;
2:7; Matius 19:4).
3.
Hawa
diciptakan langsung oleh Allah. Hawa diciptakan dari rusuk Adam (Kejadian
2:21-22; I Korintus 11:8). Bahasa yang dipakai dalam Kejadian pasal 2 tidak
mengizinkan suatu penafsiran yang lain, dan jika Hawa secara langsung dibentuk
oleh Tuhan, sangatlah masuk akal untuk beranggapan bahwa Adam juga langsung
diciptakan oleh Tuhan.
4.
Manusia
berasal dari debu dan kembali kepada debu. Bila debu dalam Kejadian 2:7
ditafsirkan sebagai manusia telah berkembang dari binatang, maka istilah
kembali menjadi tanah dalam Kejadian 3:19 pastilah berarti bahwa manusia
menjadi binatang lagi. Jelas sekali bahwa pandangan semacam ini tidak dapat
diterima.
5.
Manusia
menjadi makhluk yang hidup. Ketika manusia diciptakan maka ia menjadi makhluk
hidup, dan bukan sebelumnya. Manusia bukan makhluk hidup yang berasal dari
makhluk hidup lainnya.
6.
Alkitab
membedakan antara daging manusia dengan daging binatang. Paulus tidak
mengizinkan terjadinya percampuran antara daging binatang, daging ikan, daging
unggas, atau daging manusia; jenis-jenis daging itu harus senantiasa
dibeda-bedakan (I Korintus 15:39).
II. WATAK SEMULA MANUSIA
A.
KESAMAAN ITU
BUKAN KESAMAAN JASMANIAH
Allah adalah Roh
sehingga tidak memiliki anggota-anggota tubuh seperti manusia. Beberapa kalangan
menggambarkan Allah sebagai manusia yang agung dan luhur, namun pandangan
semacam ini salah. Mazmur 17:15 mengatakan, “Pada waktu bangun aku akan menjadi
puas dengan rupa-Mu.” Namun ayat ini tidak memaksudkan keadaan jasmaniah; lebih
tepat kalau dikatakan bahwa ayat ini menurut konteksnya berbicara mengenai
persamaan dalam kebenaran (lihat I Yohanes 3:2-3). Musa telah melihat “rupa
Tuhan” (Bilangan 12:8), walaupun wajah Allah tidak dapat dilihat (Keluaran
33:20). Sekalipun manusia tidak memiliki kesamaan jasmaniah dengan Allah karena
Allah tidak memiliki tubuh jasmaniah, manusia memang memiliki kesamaan tertentu
karena manusia diciptakan dalam keadaan sehat walafiat, tidak ada bibit-bibit
penyakit apa pun di dalam dirinya, dan tidak bisa mati. Nampaknya pada mulanya
Allah merencanakan supaya manusia makan dari tumbuh-tumbuhan saja (Kejadian
1:29), tetapi kemudian Ia mengizinkan daging hewan untuk dimakan (Kejadian
9:3).
B.
KESAMAAN ITU
ADALAH KESAMAAN MENTAL
Pernyataan Hodge
ini dikuatkan oleh Alkitab. Dalam pengudusan, manusia “terus-menerus
diperbaharui untuk memperoleh pengetahuan yang benar menurut gambar Khaliknya”
(Kolose 3:10). Tentu saja, pembaharuan ini dimulai pada saat kelahiran baru
terjadi, tetapi dilanjutkan dalam pengudusan. Bahwa manusia diberi kemampuan
intelektual yang tinggi tersirat dalam perintah untuk mengusahakan taman Eden
serta memeliharanya (Kejadian 2:15), juga perintah untuk menguasai bumi beserta
segala isinya (Kejadian 1:26, 28), dan dalam pernyataan bahwa manusia memberi nama
kepada segala binatang di bumi (Kejadian 2:19-20). Kesamaan dengan Allah ini
tidak dapat dihapus, dan karena kesamaan tersebut memungkinkan manusia
memperoleh penebusan, maka kehidupan manusia yang belum dilahirkan baru juga
berharga (Kejadian 9:6; I Korintus 11:7; Yakobus 3:9).
C.
KESAMAAN ITU
ADALAH KESAMAAN MORAL
Beberapa pihak
telah membuat kekeliruan karena menganggap bahwa gambar dan rupa Allah yang
menjadi karakter asli manusia ketika diciptakan itu hanya terdapat dalam sifat
rasionalnya; sedangkan yang lain membatasi kesamaan itu pada kekuasaan manusia
saja. Yang lebih tepat ialah bahwa kesamaan itu terdapat dalam sifat rasional
manusia dan dalam persesuaian moralnya dengan Allah. Hodge mengatakan, manusia
adalah gambar Allah, sehingga membawa dan mencerminkan kesamaan ilahi di antara
penghuni-penghuni bebas; dan oleh karena itu sudah sepantasnya manusia
ditetapkan untuk menguasai bumi. Inilah yang biasanya disebut oleh para teolog
Reformasi sebagai gambar Allah yang hakiki dan bukan yang insidental.
Bahwa manusia
memiliki kesamaan semacam itu dengan Allah sudah jelas dalam Alkitab. Bila
dalam pembaharuan manusia baru itu “diciptakan menurut kehendak Allah di dalam
kebenaran dan kekudusan yang sesungguhnya” (Efesus 4:24), maka pastilah tepat
untuk menyimpulkan bahwa pada mulanya manusia memiliki baik kebenaran maupun
kekudusan. Konteks Kejadian 1 dan 2 membuktikan hal ini. Hanya atas dasar
inilah manusia dapat bersekutu dengan Allah, yang tidak dapat memandang
kelaliman (Habakuk 1:13). Pengkhotbah 7:29 mendukung pendapat ini. Di situ
tercatat bahwa Allah telah menciptakan “manusia yang jujur”. Kenyataan ini
dapat juga kita simpulkan dari Kejadian 1:31 yang mengatakan bahwa “Allah
melihat segala yang dijadikan-Nya itu, sungguh amat baik.” Kata “segala”
mencakup juga manusia sehingga pernyataan itu tidaklah benar apabilah manusia
diciptakan dengan keadaan moral yang tidak sempurna.
D.
KESAMAAN ITU
ADALAH KESAMAAN SOSIAL
Sifat Allah yang
sosial itu didasarkan pada kasih sayang-Nya. Yang menjadi sasaran kasih
sayang-Nya adalah Oknum-Oknum lain di dalam ketritunggalan-Nya. Karena Allah
memiliki sifat sosial, maka Ia menganugerahkan kepada manusia sifat sosial.
Akibatnya, manusia senantiasa mencari sahabat untuk bersukutu dengannya.
Pertama-tama, manusia menemukan persahabatan ini dengan Allah sendiri. Manusia
“mendengar bunyi langkah Tuhan Allah yang berjalan-jalan dalam taman itu pada
waktu hari sejuk” (Kejadian 3:8). Hal ini menyatakan secara tak langsung bahwa
manusia berkomunikasi dengan Allah Penciptanya. Allah telah menciptakan manusia
untuk diri-Nya sendiri, dan manusia menemukan kepuasan tertinggi dalam
persekutuan dengan Tuhannya. Akan tetapi, di samping itu Allah juga
menganugerahkan persahabatan manusiawi. Ia menciptakan wanita, karena,
sebagaimana dikatakan-Nya sendiri, “Tidak baik, kalau manusia itu seorang diri
saja. Aku akan menjadikan penolong baginya, yang sepadan dengan dia” (Kejadian
2:18).
XVI
Kesatuan
dan Struktur Permanen
Manusia
I.
KESATUAN MANUSIA
A.
AJARAN ALKITAB
Alkitab secara
jelas mengajarkan bahwa seluruh umat manusia adalah keturunan satu pasangan
tunggal (Kejadian 1:27, 28; 2:7, 22; 3:20; 9:19). Semua manusia merupakan
keturunan dari orang tua yang sama dan memiliki watak yang sama. Paulus
menganggap kenyataan ini sebagai sesuatu yang tidak perlu dipersoalkan lagi
ketika mengajarkan kesatuan organik umat manusia ketika melakukan tindakan
pelanggaran yang pertama kali dan tentang penyediaan keselamatan bagi
orang-orang yang di dalam Kristus (Roma 5:12, 19; I Korintus 15:21, 22; Ibrani
2:16). Kebenaran ini juga merupakan landasan tanggung jawab manusia terhadap
sesamanya (Kejadian 4:9; Kisah 17:26). Kini perlu diperhatikan kenyataan
kesatuan umat manusia dalam arti yang berbeda. Dalam kejadian 1:26 Allah
berfirman, “Baiklah kita menjadikan manusia,” dan di ayat berikutnya kita
membaca “laki-laki dan perempuan diciptakan-Nya mereka.” Shedd mengatakan, “Ini
menunjukkan secara tak langsung bahwa manusia itu sebenarnya tidak lengkap,
bila laki-laki atau perempuan itu dipandang sendiri-sendiri, yaitu terpisah
satu dari lainnya. Keduanya bersama-sama merupakan spesies manusia. Perempuan
yang sendirian atau laki-laki yang sendirian bukanlah spesies manusia, tidak
pula meliputi spesies itu dan tidak pula memperbanyaknya.
B.
KESAKSIAN
SEJARAH DAN ILMU PENGETAHUAN
Ajaran Alkitab dibenarkan oleh sejarah
dan ilmu pengetahuan
1.
Argumen
yang diberikan oleh sejarah. Sejarah bangsa-bangsa dan suku-suku bangsa yang
tinggal di kedua belahan dunia ini menunjukkan adanya satu asal usul dan nenek
moyang yang sam. Asal usul ini umumnya dianggap terdapat di kawasan bulan sabit
yang subur di Timur Tengah.
2.
Argumen
yang diberikan oleh bahasa. Sarjana-sarjana sekular di bidang ilmu bahasa
berbeda pendapat tentang asal usul bahasa; ada yang menyokong pandangan monogenesis
(berasal dari satu bahasa), sedangkan yang lainnya menerima pandangan
poligenesis (berasal dari berbagai bahasa). Seiring dengan meningkatnya
penelitian, maka kini orang lebih cenderung mendukung pandangan monogenesis.
Terdapat bukti adanya keseragaman bahasa berkaitan dengan ilmu bunyi bahasa,
susunan tata bahasa, dan perbendaharaan kata. Bukti ini nampaknya kurang
mendukung pandangan poligenesis, “sedangkan bukti-bukti yang mendukung
monogenesis cukup kuat.”
3.
Argumen
yang diberikan oleh fisiologi. Penelitian antar bangsa menghasilkan keturunan,
darah dapat ditransfusi dari bangsa yang satu ke bangsa yang lain, organ-organ
tubuh manusia dapat dicangkokkan, satu tubuh, kecepatan denyut nadi, dan
tekanan darah kurang lebih sama di dalam diri semua orang dari semua bangsa,
dan ada kecenderungan untuk dapat mengalami penyakit-penyakit yang sama.
4.
Argumen
yang diberikan oleh ilmu jiwa. Manusia memiliki sifat-sifat mental dan moral
yang sama. Berkhof mengatakan : jiwa merupakan bagian yang paling penting dari
susunan sifat manusia, dan ilmu jiwa secara jelas menunjukkan kenyataan bahwa
jiwa manusia, dari bangsa atau suku bangsa mana pun juga, pada hakikatnya sama.
Jiwa manusia memiliki berbagai nafsu birahi, naluri serta keinginan yang sama,
memiliki kemampuan dan kecenderungan yang sama, dan terutama sekali ia memiliki
sifat-sifat mental dan moral yang secara khusus dimiliki oleh manusia saja.
II.
STRUKTUR
PERMANEN MANUSIA
A. SUSUNAN KEJIWAAN MANUSIA
1.
Teori
Dikhotomi. Teori ini didukung oleh berbagai fakta. (1) Allah menghembuskan ke
dalam manusia satu prinsip saja, yaitu jiwa yang hidup (Kejadian 2:7). Dalam
kitab Ayub 27:3 “hidup” (dalam Alkitab terjemahan baru disebut “napas”) dan
“roh” nampaknya dapat dipertukartempatkan (lihat Ayub 33:18). (2) Istilah “jiwa”
(hati) dan “roh” nampaknya dapat dipertukartempatkan dalam beberapa ayat
(Kejadian 41:8 dan Mazmur 42:6; Matius 20:28 dan 27:50; Yohanes 12:27 dan
13:21, TL; Ibrani 12:23 dan Wahyu 6:9). (3) Alkitab mengatakan bahwa baik “roh”
maupun “ jiwa” dimiliki oleh semua makhluk ciptaan Allah sekalipun jiwa atau
roh di dalam binatang sifatnya tidak rasional dan fana, sedangkan jiwa atau roh
manusia itu rasional dan tidak fana (Pengkhotbah 3:21; Wahyu 16:34) “Jiwa” atau
hati dimiliki oleh Tuhan (Yesaya 42:1; Ibrani 10:38).
2.
Teori
Trikhotomi. Teori ini beranggapan bahwa manusia terdiri atas tiga unsur yang
berbeda : tubuh, jiwa dan roh. Tubuh merupakan bagian manusia yang jasmaniah,
jiwa merupakan prinsip hidup hewani di dalam diri manusia, sedangkan roh ialah
prinsip kehidupan rasional. Ada yang menambahkan “dan kehidupan yang tidak
fana” pada pernyataan yang terakhir mengenai roh. Akan tetapi, tambahan ini
tidak bisa dijadikan bagian yang penting dari teori ini. Orang-orang yang
menerima pandangan ekstrem ini beranggapan bahwa pada saat kematian tubuh
kembali ke bumi, jiwa tidak ada lagi, dan hanya roh yang tinggal untuk
disatukan kembali dengan tubuh yang lain pada hari kebangkitan.
B. STRUKTUR MORAL MANUSIA
1.
Hati
nurani. Hati nurani ialah pengenalan akan diri sendiri dalam kaitannya dengan
hukum benar dan salah yang telah diketahui. Istilah “hati nurani” tidak pernah
muncul dalam Perjanjian Lama, namun istilah ini muncul sekitar tiga puluh kali
dalam Perjanjian Baru. Kata “hati nurani” sepadan dengan suneidesis dalam
bahasa Yunani, yang artinya “pengetahuan yang mendampingi”. Pengetahuan ini
merupakan pengenalan akan tindakan dan keadaan moral kita berhubungan dengan
suatu standar atau hukum moral tertentu yang dianggap sebagai diri sejati kita
dan karena itu, berwenang atas kita. Secara lebih tegas, hati nurani bersifat
diskriminatif dan impulsif; hati nurani menyatakan tindakan dan keadaan kita
agar menaati atau tidak menaati standar yang ada serta menyatakan bahwa
tindakan dan keadaan yang selaras dengan standar itu adalah sesuatu yang wajib
bagi kita. Tugas hati nurani ialah memberi kesaksian (Roma 2:15). Perasaan
menyesal yang dalam dan ketakutan terhadap hukuman setelah mengabaikan apa yang
wajib dilakukan sesuai dengan petunjuk
hati nurani, sebenarnya bukanlah terbit dari hati nurani, tetapi terbit dari
sensibilitas.
2.
Kehendak.
“kehendak ialah kekuatan jiwa
untuk memilih antara berbagai motif serta mengarahkan diri untuk melaksanakan
tindakan tertentu berdasarkan motif yang telah dipilih itu.” Pada umumnya
kemampuan manusia dibagi menjadi tiga, yaitu : kecerdasan berpikir,
sensibilitas, dan kehendak. Ketiganya berkaitan secara logis; jiwa harus
mengetahui dahulu sebelum dapat merasa, dan harus merasa dahulu sebelum
berkehendak. Kehendak manusia itu bebas dalam arti manusia dapat memilih untuk
melakukan apa saja sesuai dengan kodratnya. Manusia dapat berkehendak jalan,
namun tidak mungkin berkehendak terbang. Berjalan adalah sesuai dengan
kodratnya, tetapi terbang tidaklah demikian. Kehendak manusia tidaklah bebas
dalam arti dia terbatas oleh sifatnya sendiri.
C. ASAL USUL
JIWA
1.
Teori
pra-eksistensi. Berdasarkan teori ini, jiwa sudah ada dalam keadaan tertentu
sebelum terbentuk tubuh dan baru memasuki tubuh pada suatu saat tertentu pada
awal perkembangan tubuh. Beberapa ahli beranggapan bahwa para murid telah
dipengaruhi oleh pandangan ini ketika mereka bertanya tentang orang yang buta
sejak lahir, “Siapakah yang berbuat dosa, orang ini sendiri atau orang tuanya,
sehingga ia dilahirkan buta?” (Yohanes 9:2). Kita tidak tahu hal ini dengan
pasti, tetapi kita tahu bahwa Plato, Philo dan Origenes memang menganut
pandangan ini. Plato mengajarkan teori ini untuk menerangkan mengapa manusia
bisa mempunyai gagasan-gagasan di dalam dirinya yang tidak diperolehnya melalui
masukan-masukan dari pancaindranya. Philo mengajarkan untuk menerangkan
bagaimana jiwa terpenjara di dalam tubuh, dan Origenes menerima teori ini untuk
menerangkan bagaimana manusia bisa lahir dalam kondisi yang berbeda-beda.
Beberapa pihak telah menganut pandangan ini untuk menerangkan kebejatan yang
diwarisi. Mereka beranggapan bahwa hal itu hanya dapat diterangkan berdasarkan
suatu tindakan penentuan nasib sendiri yang telah diambil ketika masih berada
di dalam suatu eksistensi yang sebelumnya.
2.
Teori
penciptaan. Menurut pandangan ini, jiwa tiap-tiap orang langsung diciptakan
oleh Allah. Jiwa itu memasuki tubuh pada tahap awal perkembangan tubuh, mungkin
pada saat penghamilan. Hanya tubuh yang merupakan hasil pengembangbiakan dari
generasi sebelumnya. Teori ini memelihara sifat rohani jiwa, juga
mempertahankan pandangan Alkitab bahwa jiwa dan tubuh itu berbeda ketika
menyatakan bahwa jiwa yang abadi tidak berasal dari tubuh yang jasmaniah. Teori
ini juga menjelaskan bagaimana Yesus tidak mewarisi jiwa yang berdosa dari
ibu-Nya. Beberapa ayat Alkitab yang menyatakan bahwa Allah adalah Pencipta jiwa
dan roh (Bilangan 16:22; Pengkhotbah 12:7; Yesaya 57:16; Zakharia 12:1; Ibrani
12:9) dikutip untuk mendukung pandangan ini. Aristoteles, ambrosius, Yerome, dan Pelagius dan
bertahun-tahun kemudian juga Anselmus, Aquinas serta sebagian besar teolog
Katolik Roma dan Reformasi mendukung teori ini. Para teolog dari aliran
Lutheran umumnya menerima teori tradusianisme.
3.
Teori tradusian. Teori ini beranggapan bahwa
seluruh umat manusia telah diciptakan di dalam Adam, baik tubuh maupun jiwanya,
dan bahwa keduanya itu diturunkan dari dia kepada semua keturunannya.
Tertulianus nampaknya merupakan sarjana yang telah mengusulkan pandangan ini,
sekalipun beliau mempunyai pandangan yang terlalu materialistis tentang jiwa.
Augustinus tidak tegas dalam mengungkapkan pendapatnya yang berkaitan dengan
asal usul jiwa, sehingga ada yang beranggapan bahwa beliau menganut
kreasionisme (teori penciptaan), sedangkan yang lainnya menganggapnya menerima
pandangan tradusian. Para teolog aliran Lutheran pada umumnya menerima
pandangan tradusian ini. Teori tradusian nampaknya paling selaras dengan
pelajaran Alkitab. Menurut Shedd,
Alkitab “mengajarkan bahwa manusia itu suatu spesies, dan pengertian spesies
menyiratkan pengembangbiakan keturunan yang persis sam dengan orang tuanya,”
Shedd menambahkan, “Setiap individu, pada umumnya, tidaklah diturunkan secara
sebagian-sebagian tetapi secara keseluruhan. Dalam Kejadian 1:26-27, laki-laki dan
perempuan bersama-sam disebut ‘manusia’.” Dalam kejadian 5:2 Allah menyebutkan
laki-laki dan perempuan sebagai “manusia”, maksudnya, Allah menghadapi mereka
berdua sebagai satu spesies.
4.
Keberatan-keberatan
terhadap teori tradusian. Beberapa keberatan telah dikemukakan terhadap teori
tradusian ini. (1) dikatakan
bahwa menurut teori tradusian ini pastilah Kristus juga menerima sifat berdosa
dari Maria ibu-Nya. Jawaban kami ialah bahwa sifat manusiawi Kristus telah
dikuduskan dengan sempurnanya oleh pekerjaan Roh Kudus sewaktu Ia dikandung
Maria; atau lebih tepat, sifat manusiawi yang diterima-Nya dari Maria telah
disucikan sebelum Ia lahir (Lukas 1:35; Yohanes 14:30; Roma 8:3; II Korintus
5:21; Ibrani 4:15; 7:26; I Petrus 1:19 dan 2:22). (2) Dikatakan bahwa dalam
tradusianisme tersirat pembagian subtansi, dan bahwa dalam semua pembagian
tersirat perluasan subtansi material. Jawaban kami ialah bahwa hal ini memang
benar dalam hal pembagian oleh manusia, tetapi bukan oleh Allah. Allah dapat
membagikan dan menyebarkan suatu subtansi primer yang tidak kelihatan dengan
memakai cara yang sama sekali berbeda dengan cara yang dipakai manusia untuk
membagi suatu subtansi material. (3) Keberatan lain yang dikemukakan terhadap
pandangan tradusian ialah jikalau dosa pertama Adam dan Hawa telah dipertalikan
dengan umat manusia karena sebagai orang tua yang pertama mereka adalah kepala
umat manusia, maka seharusnya segala perbuatan berdosa mereka juga dipertalikan
dengan keturunan mereka. Bagaimanapun juga, tindakan-tindakan berdosa mereka
sesudah peristiwa kejatuhan dalam dosa tidaklah sama dengan tindakan dosa yang
pertama. Dosa yang pertama itu saja yang melanggar peraturan (Kejadian 2:16-17)
yang telah ditetapkan Allah untuk menguji manusia.
XVII
Kejahatan
Manusia : Latar
Belakang
dan Masalah-Masalahnya
I. LATAR
BELAKANG KEJATUHAN MANUSIA
A.
HUKUM ALLAH
1.
Arti hukum Allah. Hukum Allah, secara khusus, merupakan perwujudan kehendak
Allah yang dilaksanakan oleh kuasa-Nya. Hukum Allah memiliki dua bentuk: hukum dasar
dan pembuatan undang-undang yang positif. Hukum dasar ialah hukum yang
terkandung dalam unsur-unsur, subtansi-subtansi, serta kekuatan makhluk-makhluk
yang berakal dan yang tidak berakal. Hukum ini terdiri atas dua jenis: yang
alamiah atau fisik, dan yang moral. Hukum alamiah berlaku untuk alam bendawi.
Hukum alamiah tidak mutlak perlu; suatu tatanan lain dapat dipikirkan. Hukum
alamiah juga bukan merupakan suatu tujuan tersendiri; hukum itu ada demi
ketertiban moral.
2.
Tujuan hukum Allah. Secara negatif, hukum Allah tidaklah diberikan sebagai
sarana untuk menyelamatkan manusia. Paulus mengatakan, “Sebab andaikata hukum
Taurat diberikan sebagai sesuatu yang dapat menghidupkan, maka memang kebenaran
berasal dari hukum Taurat” (Galatia 3:21). Hukum itu tidak dapat menghidupkan
karena hukum itu sendiri lemah atau “tak berdaya oleh daging” (Roma 8:3).
Ayat-ayat Alkitab yang menjanjikan hidup kepada orang-orang yang menaati hukum
(Imamat 18:5; Nehemia 9:29; Yehezkiel 18:5-9; Matius 19:17; Roma 7:10; 10:5; Galatia
3:12) berbicara secara teoretis dan hipotetis, seakan-akan manusia tidak
mempunyai sifat yang duniawi sehingga sanggup melaksanakan seluruh kehendak
Allah. Akan tetapi, karena manusia sama sekali diperbudak oleh egonya sendiri,
ia tidak dapat menaati hukum Allah (Roma 8:7), dan sebagai akibatnya, manusia
tak mungkin memperoleh hidup dan kebenaran dari hukum Allah.
3.
hubungan orang percaya dengan
hukum Allah. Nampaknya ada perbedaan yang nyata dalam hubungan orang percaya
dengan hukum Allah pada masa sekarang bila dibandingkan dengan hubungan itu
pada masa lalu. Alkitab mengajarkan bahwa dalam kematian Kristus, orang percaya
tidak hanya dibebaskan dari kutuk hukum Taurat (Galatia 3:13), maksudnya, dari
hukuman yang dijatuhkan kepadanya oleh hukum itu, tetapi bahwa orang percaya
telah dibebaskan dari hukum itu sendiri (Roma 7:4; Efesus 2:14, 15; Kolose
2:14).
B. SIFAT DOSA
1. Dosa adalah sejenis kejahatan yang khusus.
Ada dua macam kejahatan yang sama sekali berbeda, yaitu kejahatan fisik dan
kejahatan moral. Banjir, gempa bumi, musim kemarau, binatang buas dan
sebagainya itu merupakan kejahatan fisik dan bukan kejahatan moral atau dosa.
Dalam pengertian inilah dapat dikatakan bahwa Allah mengadakan bencana alam
atau kejahatan fisik (Yesaya 45;7; lihat juga 54:16). Selanjutnya, kejahatan
seseorang yang tidak waras jiwanya tidak dapat dianggap dosa. Dosa adalah
kejahatan moral. Karena manusia adalah makhluk yang berakal, maka ia mengetahui
bahwa bila ia melakukan apa yang tidak boleh ia lakukan, atau tidak melakukan
apa yang seharusnya ia lakukan, maka ia dapat dituduh telah berbuat dosa.
2.
Dosa merupakan pelanggaran terhadap hukum Allah. Dosa adalah ketiadaan
persesuaian diri dengan, atau pelanggaran terhadap, hukum Allah. Karena kita
adalah makhluk-makhluk moral dan berakal, kita tentu saja harus tunduk kepada
hukum kebenaran. Masalahnya hukum manakah yang harus kita taati sebagai hukum
kebenaran. Hodge menjelaskan bahwa hukum kebenaran itu bukanlah (1) akal kita,
sebab kalau demikian maka setiap orang akar menetapkan hukum bagi dirinya
sendiri dan oleh karena itu tidak mungkin ia akan merasa bersalah; (2) tatanan
moral alam semesta, karena tatanan moral semesta merupakan sesuatu yang tidak
berwujud dan tidak dapat membebankan kewajiban yang harus ditaati atau
menjatuhkan hukuman bila terjadi ketidaktaatan; (3) perhatian terhadap
kebahagiaan alam semesta, karena sudah jelas bahwa kebahagiaan belum tentu
searti dengan kebaikan; (4) kebahagiaan diri kita sendiri, karena pandangan
semacam itu menjadikan kelayakan sebagai tolok ukur benar dan salah; tetapi (5)
hukum kebenaran itu adalah ketaatan kepada kepemimpinan oknum yang berakal,
yaitu Allah, yang mahabesar, abadi, dan tidak dapat diubah sifat-sifat-Nya yang
sempurna.
3.
Dosa merupakan baik suatu prinsip atau sifat maupun perbuatan. Tidak adanya
persesuaian diri dengan hukum Allah meliputi kekurangan baik dalam sifat maupun
dalam perilaku. Perbuatan-perbuatan dosa bersumber pada suatu prinsip atau
sifat yang berdosa. Pohon yang tidak baik menghasilkan buah yang tidak baik
(Matius 7:17-18). “Karena dari hati timbul segala pikiran jahat, pembunuhan,
perzinahan, percabulan, pencurian, sumpah palsu dan hujat” (Matius 15:19). Di
balik pembunuhan bersembunyi kebencian yang dahsyat, di balik perzinahan
bersembunyi nafsu yang berdosa (Matius 5:21-22, 27-28; lihat juga Yakobus
1:14-15). Alkitab membedakan antara dosa dengan dosa-dosa, yang pertama adalah
sifat, sedangkan yang kedua adalah perwujudan sifat tersebut. Dosa hadir di
dalam diri setiap orang sebagai sifat sebelum ia terwujud dalam berbagai
perbuatan yang berdosa. Paulus menulis, “Sebab keinginan daging adalah
perseteruan terhadap Allah, karena ia tidak takluk kepada hukum Allah; hal ini
memang tidak mungkin baginya. Mereka yang hidup dalam daging tidak mungkin
berkenan kepada Allah” (Roma 8:7-8).
4.
Dosa adalah pencemaran dan juga kesalahan. Sejauh dosa itu merupakan pelanggaran
hukum, maka dosa itu merupakan kesalahan sejauh dosa itu suatu prinsip, maka ia
merupakan pencemaran. Alkitab dengan jelas sekali membuktikan pencemaran yang
terbit oleh dosa. “Seluruh kepala sakit dan seluruh hati lemah lesu” (Yesaya
1:5); “hati manusia tak dapat diduga, paling licik dari segala-galanya dan
terlalu parah penyakitnya” (Yeremia 17:9, BIS); “Orang yang jahat mengeluarkan
barang yang jahat dari perbendaharaannya yang jahat” (Lukas 6:45); “Siapakah
yang akan melepaskan aku dari tubuh maut ini?” (Roma 7:24); “manusia lama yang
menemui kebinasaannya oleh nafsunya yang menyesatkan” (Efesus 4:22). Pencemaran
ini nampak dari dalam pengertian yang gelap (Roma 1:31; I Korintus 2:14; Efesus
4:18), imajinasi yang jahat dan sia-sia (Kejadian 6:5; Roma 1:21), nafsu-nafsu
yang merendahkan martabat (Roma 1:26, 27), perkataan yang tidak senonoh (Efesus
4:29), akal dan hati nurani yang najis (Titus 1:15), kehendak yang diperbudak
dan sesat (Roma 7:8, 19). Semua gejala ini terbit dari sifat yang tercemar.
Ketidakmampuan untuk menyenangkan hati Allah ini disebut “mati” oleh Alkitab.
Manusia dikatakan “sudah mati karena pelanggaran-pelanggaran dan dosa-dosa”
(Efesus 2:1, 5; lihat juga Kolose 2:13); maksudnya ialah bahwa manusia sama
sekali tidak mempunyai hidup rohaniah.
5.
Dosa pada hakikatnya adalah mementingkan diri sendiri. Sulit untuk menentukan
apakah yang menjadi prinsip hakiki dosa. Hal apakah yang membuat manusia
berdosa? Adakah itu kesombongan, ketidakpercayaan, ketidaktaatan ataukah sifat
mementingkan diri sendiri? Alkitab mengajarkan bahwa hakikat kesalehan ialah
kasih kepada Allah; bukankah hakikat dosa itu kasih kepada diri sendiri? “Kita
sekalian sesat seperti domba, masing-masing kita mengambil jalannya
sendiri-sendiri” (Yesaya 53:6). Harus diakui bahwa ada kadar kasih pada diri
sendiri yang pantas. Hal itu merupakan landasan bagi rasa harga diri, penjagaan
diri sendiri, perbaikan diri sendiri, serta rasa penghargaan yang tepat
terhadap orang lain. Semuanya itu tidaklah salah. Yang kami maksudkan sebagai
dosa adalah kasih pada diri sendiri yang berlebih-lebihan sehingga mendahulukan
kepentingan diri sendiri dari pada kepentingan Allah.
II. MASALAH-MASALAH YANG BERHUBUNGAN DENGAN
KEJATUHAN MANUSIA
A. BAGAIMANA
MUNGKIN MAKHLUK YANG KUDUS JATUH DALAM DOSA?
(1) Adam dan
Hawa diciptakan sebagai makhluk-makhluk yang bebas secara moral, serta tanpa
dosa, dengan kemampuan untuk berbuat dosa atau tidak berbuat dosa. (2)
Pencobaan yang dialami pasangan pertama ini berbeda dari pencobaan yang dialami
iblis, karena pencobaan manusia datang dari luar diri mereka; iblis yang
menggoda mereka untuk berbuat dosa. (3) Sekalipun godaan itu datang dari luar
dirinya, Adam sendiri telah mengambil keputusan untuk tidak menaati Allah dan
ia dianggap bertanggung jawab atas dosanya (I Timotius 2:14). (4) Bagaimana
suatu dorongan yang berdosa dapat terbit di dalam jiwa makhluk kudus yang tak
berdosa merupakan masalah yang melampaui pengertian kita. Satu-satunya
penjelasan yang memuaskan ialah bahwa manusia jatuh karena atas kemauannya
sendiri ia memutuskan untuk memberontak terhadap Allah. Iblis mempengaruhi
keinginan yang diberikan oleh Allah kepada manusia, yaitu keinginan akan
keindahan, pengetahuan, dan makanan (Kejadian 3:6). Keinginan-keinginan itu
sendiri baik dan tidak jahat bila diarahkan secara benar (I Timotius 4:4, 5;
lihat juga I Yohanes 2:16).
B. BAGAIMANA MUNGKIN ALLAH YANG ADIL DAPAT
BERTINDAK SECARA ADIL KETIKA MEMBIARKAN MANUSIA DICOBAI?
1.
Perlunya
suatu masa percobaan. Allah telah memberikan kepada manusia kemampuan untuk
memilih yang memungkinkan manusia mengadakan pilihan yang bertolak belakang
dengan kehendak Allah yang sudah diketahuinya. Kemampuan untuk memilih inilah
yang nampaknya merupakan syarat yang dibutuhkan untuk masa percobaan dan perkembangan
moral. Manusia tidak diciptakan sebagai sebuah mesin yang akan hidup untuk
memuliakan Allah tanpa ada kebebasan untuk memilih apakah ia mau berbuat
demikian atau tidak. Memang, manusia diciptakan dengan kecenderungan untuk
tunduk kepada Allah. Namun, karena ia memiliki kemampuan untuk memilih yang
sebaliknya, maka kecenderungan ini akan diperkuat apabila ia dengan tegas
memilih untuk patuh kepada Allah, sedangkan ia mempunyai kesempatan untuk
memilih yang sebaliknya.
2.
Perlu
adanya seorang penggoda. Iblis jatuh tanpa ada godaan dari luar. Iblis berbuat
dosa dengan sengaja, didorong oleh ambisi yang tidak sehat, dan sebagi
akibatnya ia menjadi iblis. Seandainya manusia jatuh dalam dosa tanpa ada yang
menggodanya, maka itu berarti manusia menciptakan dosanya sendiri, sehingga
manusia menjadi iblis. Peristiwa tersebut menyingkap kemurahan Allah karena Ia
tetap memungkinkan penebusan manusia.
3.
Kemungkinan
menolak godaan. Di dalam pencobaan itu sendiri sama sekali tidak ada kekuatan
yang dapat memaksa manusia berbuat dosa. Kemampuan manusia untuk memilih taat
kepada Allah adalah sebesar kemampuannya untuk memilih agar tidak taat. Adanya
kemungkinan untuk berbuat dosa saja tidak pernah membuat orang menjadi berdosa.
Pastilah, penolakan yang tegas akan membuat iblis pergi pada waktu itu seperti
halnya sekarang ini (Yakobus 4:7). Kemungkinan inilah yang menunjukkan
kemurahan Allah. Dengan melawan godaan, sifat kudus manusia akan diperkuat
menjadi watak yang kudus; penolakan terhadap godaan akan menghasilkan manusia
yang penuh kebajikan.
XVIII
Kejatuhan Manusia: Kenyataan Serta Dampak-Dampak Langsung
Kejatuhan Manusia: Kenyataan Serta Dampak-Dampak Langsung
Sekalipun akal manusia
mau tidak mau harus mengakui adanya dosa, akal manusia sama sekali tdak mampu
menjelaskan asal usul serta kehadirannya di dalam diri manusia. Alkitab
menyatakan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa melalui pelanggaran Adam.
I.ASAL USUL DOSA DALAM TINDAKAN PRIBADI ADAM
Dosa merupakan suatu
fakta; namun bagaimana dosa itu mula-mula terjadi di antara manusia? Berbagai
pandangan yang tidak benar haruslah di evaluasi, barulah keadaan yang
sebenarnya dapat di sajikan.
A.DOSA
TIDAKLAH KEKAL
Dualisme kosmis
beranggapan bahwa ada dua prinsip yang ada dengan sendirinya dan bersifat
kekal, yaitu baik dan buruk. Benda di anggap mengandung kejahatan. Menurut
pandagan ini, dosa itu selamanya sudah ada. Pandangan ini menjadikan Allah
suatu oknum yang terbatas dan bergantung. Pandangan ini juga menghancurkan
gambaran tentang dosa sebagai suatu kejahatan moral.
B.DOSA
TIDAK BERSUMBER PADA KETERBATASAN MANUSIA
Leibniz dan Spinoza beranggapan bahwa dosa bersumber pada
keterbaasan manusia.
Dosa hanya merupakan akibat yang dengan sendirinya timbul karna manusia itu terbatas. Allah sebagai hakikat yang mutlak itu semata-mata baik. Maksudnya, Allah yang panteistis itu, tidak dapat menciptakan sesuatu tanpa batas. Hal ini terlihat dalam keterbatasan jasmaniah manusia; dan kita dapat juga mengharapkan bahwa sifat moral akan terbatas. Beberapa pengarang beranggapan bahwa kejahatan moral itu merupakan latar belakang syarat yang perlu untuk kebaikan moral. Kejahatan moral merupakan unsur dalam pendidikan umat manusia serta suatu sarana untuk mendapatkan kemajuan.
Dosa hanya merupakan akibat yang dengan sendirinya timbul karna manusia itu terbatas. Allah sebagai hakikat yang mutlak itu semata-mata baik. Maksudnya, Allah yang panteistis itu, tidak dapat menciptakan sesuatu tanpa batas. Hal ini terlihat dalam keterbatasan jasmaniah manusia; dan kita dapat juga mengharapkan bahwa sifat moral akan terbatas. Beberapa pengarang beranggapan bahwa kejahatan moral itu merupakan latar belakang syarat yang perlu untuk kebaikan moral. Kejahatan moral merupakan unsur dalam pendidikan umat manusia serta suatu sarana untuk mendapatkan kemajuan.
Teori ini jelas mengabaikan adanya perbedaan antara yang
jasmani dengan yang moral. Manusia secara fisik hanya bertanggung jawab sebatas
kemampuannya; namun dalam bidang moral manusia tidak terbatas dan oleh karena
itu mampu menaati Allah dengan sempurna. Dengan kata lain, dosa manusia tidak
bersumber pada sifat moral yang tidak sempurna. Ajaran Alkitab menegaskan bahwa
Allah yang berkepribadian itu ada dan bahwa manusia lah yang merupakan pencipta
dosanya. Kemudian, kejahatan moral tidak di perlukan untuk adanya kebaikan
moral.
C.DOSA
TIDAK BERSUMBER PADA PANCAINDERA
Schleiermacher beranggapan bahwa dosa bersumber pada
sifat yang berhubungan dengan pancaindera kita, sehingga dengan demikian
berarti bahwa pancaindera itu sendiri jahat. Akan tetapi, pancaindera itu
sendiri tidak merupakan sumber dosa, sekalipun seringkali di peralat oleh
perangai duniawi untuk berbuat dosa. Alkitab mengajarkan bahwa dosa tidak
terdapat dalam keadaan mula-mula manusia,tetapi dosa timbul karena pilihan yang
tegas dan tak dipaksa yang di tentukan oleh manusia sendiri.
D.DOSA
BERSUMBER PADA TINDAKAN ADAM YANG SUKARELA
Bagaimanakah
dosa itu mulai timbul? Alkitab mengajarkan bahwa karena satu perbuatan dosa
dari satu orang, dosa telah memasuki dunia, dan bersamaan dengan itu semua
akibat dosa yang terasa dimana-mana (Roma 5:12-19; I Korintus 15:21, 22). Satu
orang ini ialah Adam dan satu dosa tersebut ialah memakan buah dari pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kejadian 3:1-7; I Timotius 2:13,
13). Oleh penulis-penulis lainnya di Alkitab di anggap sebuah peristiwa
sejarah. Adam dan Hawa merupakan nama orang dan bukan simbolik. Selanjutnya,
ular bukanlah nama simbolik untuk Iblis, itu juga bukan Iblis dalam bentuk
ular. Ular yang betul itu adalah perantara tangan Iblis.
Ujian itu terdiri atas larangannya Adam dan Hawa makan
buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Nampaknya lebih masuk akal
bahwa pohon ini di ciptakan hanya untuk menguji manusia, karena setelah
memakannya Adam tetap tidak mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang
jahat. Adam tetap harus mencari keterangan dari Firman Tuhan untuk mengetahui
jawabannya. Pohon pengetahuan itu sendiri sebenarnya baik, dan buahnya itupun
baik, karena Tuhan yang menjadkannya; bukan pohonnya tetapi ketidaktaatan
itulah yang mengandung kematian. Tuhan ingin menguji ketaatan manusia kepada
kehendak-Nya.
Tidak ada apa-apa dalam larangan ini yang menunjukkan
bahwa Tuhan merencanakan kehancuran manusia. Jelas bahwa Tuhan tidak dapat di
salahkan atas kejatuhan manusia. Melalui “keinginan daging dan keinginan mata
serta keangkuhan hidup” (I Yohanes 2
:16), Hawa jatuh. Untuk meringkaskannya, wanita jatuh karena penipuan; laki-laki jatuh karena kasih sayang (Kejadian 3:13, 17; I Timotius 2:14). Alkitab menganggap dosa itu masuk melalui Adam dan bukan melalui Hawa (Roma 5:12, 14; I Korintus 15:22). Dosa yang pertama adalah keinginan dalam hati, tindakan memilih kepentingan pribadi di atas kepentingan Tuhan, mengutamakan diri sendiri dan bukan Tuhan,menjadikan diri tujuan yang utama dan bukan Tuhan. Tindakan mengambil buah terlarang sekadar mengungkap dosa yang telah di perbuat di dalam hati (Matius 5:21, 22, 27, 28).
:16), Hawa jatuh. Untuk meringkaskannya, wanita jatuh karena penipuan; laki-laki jatuh karena kasih sayang (Kejadian 3:13, 17; I Timotius 2:14). Alkitab menganggap dosa itu masuk melalui Adam dan bukan melalui Hawa (Roma 5:12, 14; I Korintus 15:22). Dosa yang pertama adalah keinginan dalam hati, tindakan memilih kepentingan pribadi di atas kepentingan Tuhan, mengutamakan diri sendiri dan bukan Tuhan,menjadikan diri tujuan yang utama dan bukan Tuhan. Tindakan mengambil buah terlarang sekadar mengungkap dosa yang telah di perbuat di dalam hati (Matius 5:21, 22, 27, 28).
II.BERBAGAI
DAMPAK LANGSUNG DARI DOSA ADAM
Berbagai dampak dosa
yang pertama bersifat langsung, luas jangkauannya,dan menakutkan. Dosa yang
pertama mempengaruhi hubungan nenek moyang pertama kita dengan Allah,
mempengaruhi sifat mereka, mempengaruhi tubuh mereka dan alam sekitar mereka.
A.DAMPAK
ATAS HUBUNGAN MEREKA DENGAN TUHAN
Nenek moyang
kita yang pertama mulai menyadari ketidaksenangan Allah terhadap mereka; mereka
telah melanggar perintah Allah yang tegas untuk tidak makan buah pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dan oleh karena itu mereka
bersalah. Hati nurani yang merasa tertuduh membuat mereka tidak dapat merasa
tenang. Adam mengatakan bahwa Hawa yang menyebabkan dia berbuat dosa (Kejadian
3:12); Hawa menyalahkan ular (ayat 13). Baik Adam maupun Hawa bersalah, tetapi
keduanya berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab atas dosa mereka itu kepada
yang lain.
B.DAMPAK
ATAS SIFAT MEREKA
Ketika Adam dan Hawa baru saja diciptakan, mereka tidak
memiliki sifat yang berdosa. Kini mereka merasa malu, hina, dan tercemar.
Kesadaran akan ketidaklayakan mereka itulah yang menyebabkan mereka membuat
pakaian dari daun ara (Kejadian 3:7). “Pada hari engkau memakannya, pastilah
engkau mati” (Kejadian 2:17). Kematian ini pertama-tama merupakan kematian
rohani, yaitu terpisahnya jiwa manusia dari Allah. Demikianlah, “dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang”
(Roma 5:12). Manusia menjadi orang berdosa (Roma 5:19). Pelanggaran yang
sesungguhnya bersumber pada sifat manusia yang berdosa.
C.DAMPAK
ATAS TUBUH MEREKA
Ketika mengatakan bahwa sebagai akibat ketidaktaatan
manusia “pasti akan mati” (Kejadian 2:17), Allah memaksudkan tubuh mereka juga.
Allah berfirman kepada Adam, “Sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi
debu” (Kejadian 3:19). Kata-kata Paulus “Sama seperti semua orang mati dalam
persekutuan dengan Adam” (I Korintus 15:22), terutama menunjuk kepada kematian
jasmaniah. Selanjutnya, karena kebangkitan tubuh merupakan bagian dari
penebusan (Roma 8:23), kita dapat
menyimpulkan bahwa kematian jasmaniah merupakan akibat dari dosa Adam.
Alkitab mengajarkan bahwa kematian jasmaniah merupakan bagian
dari hukuman dosa (Kejadian 3:19; Ayub 5:18, 19; 14:1-4; Roma 5:12; 6:23; I
Korintus 15:21, 22, 56; II Korintus 5:1, 2, 4; II Timotius 1:10). Namun
nampaknya bahwa tubuh alami (jiwani) akan di ubah menjadi tubuh rohani yang
mirip dengan tubuh-tubuh yang di ubah pada saat Kristus kembali untuk kedua
kalinya (bandingkan Kejadian 2:7 dengan I Korintus 15:44-49).
D.DAMPAK
TERHADAP LINGKUNGAN
Kita membaca dalam Alkitab bahwa ular itu terkutuk “di
antara segala ternak dan di antara segala binatang di hutan” (Kejadian3:14).
Jelaslah bahwa semua hewan ikut menderita akibat dosa Adam. Allah berfirman
“...Terkutuklah tanah karena engkau; dan dengan bersusah payah engkau akan
mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu; semak duri dan rumput duri yang
akan di hasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi
makananmu; dengan berpeluh engkau akan mencari makananmu,sampai engkau kembali
lagi menjadi tanah“ (Kejadian 3:17-19). Alkitab mengatakan di tempat lain bahwa
akan tiba saatnya ketika “makhluk itu sendiri juga akan di merdekakan dari
perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.
XIX
Kejatuhan
Manusia:Penghitungan dan dampak-dampak Rasial
Dosa adalah tindakan dan prinsip, kesalahan dan
pencemaran. Sejarah memperlihatkan hal ini dalam bentuk kisah-kisah tentang
keimanan dan persembahan korban di antara aneka kebudayaan di dunia ini.
Pengalaman Kristen secara serempak mengungkapkan kehadiran dosa dalam hati
orang yang belum di selamatkan berarti bahwa hati orang tersebut telah
mengeras.
I.KEUNIVERSALAN
DOSA
Alkitab dengan jelas mengajarkan keuniversalan dosa.
“Tidak ada manusia yang tidak berdosa” (I Raja-Raja 8:46); “Di antara yang
hidup tidak ada seorang pun yang benar di hadapan-Mu”(Mazmur 143:2); “Karena
semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23); dan
bahwa pendamaian, kelahiran baru, serta pertobatan merupakan
kebutuhan-kebutuhan universal (Yohanes 3:3, 5, 16; 6:50; 12:27; Kisah 4:12;
17:30). Ketika Alkitab berbicara soal manusia sebagai baik,maka yang di
maksudan ialah kebaikan yang berpura-pura saja (Matius 9:12, 13), atau kebaikan
dengan pamrih (Roma 2:14; Filipi 3:15). Di simpulkan bahwa memiliki sifat
duniawi adalah sifat khas manusia di seluruh dunia.
II.PENGHITUNGAN
DOSA
Akibat yang universal pastilah memiliki penyebab yang
universal juga. Alkitab mengajarkan bahwa dosa Adam dan Hawa telah menyebabkan
seluruh keturunan mereka berdosa (Roma 5:19) berbunyi “oleh ketidaktaatan satu
orang semua telah menjadi orang berdosa”. Oleh karena dosa Adam itulah kita
lahir ke dalam dunia dengan perangai yang rusak serta berada di bawah hukuman
Allah (Roma 5:12; Efesus 2:13).
A.TEORI
PELAGIANISME
Pelagius adalah seorang biarawan Inggris yang lahir
sekitar 370 TM. Ia mengemukakan ajaran-ajaran di Roma sekitar tahun 409, namun
semuanya di salahkan oleh Konsili di Kartago pada tahun 418. Teori ini
menyatakan bahwa dosa Adam hanya mempengaruhi diri Adam sendiri; bahwa setiap
jiwa di ciptakan secara langsung oleh Allah ketika lahir, di ciptakan dalam
keadaan tidak bersalah,bebas dari berbagai kecenderungan yang salah,dan mampu
taat kepada Allah sebagaimana Adam mula-mula; Allah hanya menuntut tanggung
jawab dari manusia atas kesalahan-kesalahan yang di lakukan sendiri; dan bahwa
satu-satunya akibat dosa Adam kepada keturunannya ialah bahwa perbuatan Adam
itu merupakan teladan yang buruk. Teori ini tidak pernah di akui sebagai
alkitabiah oleh denominasi apa pun, juga tidak pernah tercantum dalam pengakuan
iman manapun. Alkitab mengajarkan bahwa semua manusia telah mewarisi sifat
berdosa (Ayub 14:4; 15:14; Mazmur 51:7; Roma 5:12; Efesus 2:3).
B.TEORI
ARMINIANISME
Arminius
(1560-1609) adalah seorang guru besar di negeri Belanda. Pandangannya di sebut
Semi-Pelagianisme. Pandangannya dianut oleh Gereja Yunani, gereja-gereja
Metodis,serta gereja-gereja lainnya yang beraliran Arminianisme. Menurut teori
ini manusia itu sakit. Sebagai akibat pelanggaran Adam, manusia pada dasarnya
tidak mempunyai kebenaran yang semula dan, tanpa bimbingan ilahi, manusia sama
sekali tidak mampu mencapainya. Karna ketidakmampuan ini sifatnya fisik dan
intelektual, bukannya sukarela,maka ketika seseorang mulai sadar, Allah,
sebagai tindakan yang adil, memberikan kepadanya pengaruh Roh Kudus yang
khusus.
Sesungguhnya, manusia tidak di bilang bersalah karena
dosa Adam. Hanya bila manusia secara sadar dan sukarela menyerahkan kepada
kecenderungan-kecenderungan buruk inilah Allah memperhitungkannya kepada mereka
sebagai Dosa . Pernyataan, “Maut itu telah menjalar kepada semua orang karena
semua orang telah berbuat dosa” (Roma 3:12), di tafsirkan sebagai berarti,
bahwa semua orang secara pribadi menyetujui keadaan berdosa di dalam diri
mereka itu dengan cara melakukan pelanggaran. Menurut Alkitab, manusia berbuat
dosa di dalam Adam dan oleh karena itu, manusia sudah di nyatakan bersalah
sebelum ia sendiri berbuat dosa; bahwa sifat dosa di dalam manusia itu di
sebabkan oleh dosanya di dalam Adam; bahwa manusia tidak secara sadar menyerah
kepada kecenderungan untuk berbuat dosa pada waktu ia mulai sadar . Teori yang
di kenal dengan nama New School, yang telah meninggalkan pandangan Puritan yang
lama, sangat mirip dengan ajaran Arminianisme. Pandangan New School ini juga
beranggapan bahwa manusia hanya bertanggung jawab atas apa yang mereka sendiri
lakukan; bahwa sekalipun semua orang mewarisi kecenderungan untuk berbuat dosa,
dan semua orang memang berbuat dosa secepat mereka mulai sadar secara normal.
C.
TEORI PENGHITUNGAN TIDAK LANGSUNG
Teori
ini mengakui bahwa semua orang secara fisik dan moral sudah bejat sejak lahir,
dan bahwa kebejatan bawaan ini merupakan sumber semua perbuatan dosa, serta
kebejatan ini sendiri dosa adanya. Kebejatan fisik telah turun lewat kelahiran
alami dari Adam, sedangkan jiwa secara langsung diciptakan oleh Allah, tetapi
jiwa yang baru diciptakan tersebut langsung tercemar ketika bersatu dengan
tubuh. Kebejatan bawaan ini adalah satu-satunya hal yang diperhitungkan Allah
kepada manusia, namun hanya sebagai akibat pelanggaran Adam, dan bukan sebagai
hukuman. Dengan kata lain dosa Adam diperhitungkan secara tidak langsung. Teori
ini menjadikan kebejatan sebagai penyebab penghitungan, dan bukan penghitungan
sebagai penyebab kebejatan. Maksud Roma 5:12 ialah bahwa semua orang telah
berbuat dosa karena memiliki sifat yang berdosa.
Beberapa
hal perlu dikatakan tentang pandangan ini. Alkitab mengajarkan bahwa alasan
kebejatan kita adalah karena kita ikut mengambil bagian di dalam dosa Adam. Kebejatan
itu kesalahan kita, bukan nasib buruk. Kebejatan merupakan akibat penghukuman
dari dosa. Selanjutnya, pandangan ini merusak pararelisme antara Adam dengan
Kristus. Dosa Adam diperhitungkan kepada kita, sebagaimana halnya kebenaran
Kristus. Pandangan perhitungan tidak langsung ini menjadikan keselamatan itu
suatu pembenaran subjektif dan bukan kebenaran Kristus yang diperhitungkan pada
kita.
D.
TEORI REALISTIS
Menurut
pandangan ini umat manusia secara alami dan secara hakiki berada di dalam Adam
ketika Adam berbuat dosa. Di dalam dosa yang pertama ini, manusia menjadi cemar
dan bersalah, dan keadaan ini diturunkan kepada keturunan Adam. Semua keturunan
Adam telah mengambil bagian secara tidak bersifat pribadi dan tidak sadar
ketika Adam pertama kali berbuat dosa.
Sekalipun
pandangan ini lebih dekat pada ajaran Alkitab mengenai perhitungan dosa
daripada teori-teori sebelumnya, masih saja ada beberapa persoalan yang sulit
dijawab. Dapatkah manusia dikatakan bersalah untuk dosa yang tidak dilakukannya
dengan sengaja? Dan dapatkah manusia bertindak sebelum ia itu ada? Selanjutnya
bila manusia bersalah karena keikutsertaannya dalam dosa Adam pertama itu,
apakah ia juga ikut bersalah dalam dosa-dosa Adam sesudah itu? Adakah Kristus,
karena memiliki sifat manusia, juga mengambil bagian dalam dosa Adam ini?
Selain dari itu, adakah pandangan ini mengemukakan pararelisme yang diperlukan
antara Adam dengan Kristus?
Murray
mengatakan tentang pandangan ini, “Bila kita dihukum dan menderita kematian
karena kita ini bejat dan berpembawaan penuh dosa, maka satu-satunya analogi
atau persamaan terhadap pandangan ini adalah bahwa kita dibenarkan karena kudus
sudah menjadi pembawaan kita”.
E.
TEORI FEDERAL
Teori federal atau teologi perjanjian beranggapan bahwa
Adam adalah kepala alami dan federal atas umat manusia. Kepemimpinan federal
atau kepemimpinan representatif adalah dasar khusus bagi penghitungan dosa Adam
kepada keturunannya. Ketika Adam berbuat dosa, ia bertindak sebagai wakil umat
manusia. Allah memperhitungkan kesalahan dosa pertama itu kepada semua orang
yang diwakili oleh Adam ketika itu, yaitu seluruh umat manusia. Sebagaimana
dosa diperhitungkan kepada kita karena ketidaktaatan Adam, demikianlah
kebenaran dapat diperhitungkan kepada kita karena ketaatan Kristus (Rm 5:19).
Menurut pandangan federalisme, Adam merupakan kepala perjanjian sehingga
dosanya diperhitungkan dan dikaitkan pada keturunannya: dalam realisme, seluruh
umat manusia benar-benar turut berbuat dosa di dalam Adam.
Beberapa keberatan telah dikemukakan terhadap pandangan
ini. Dapatkah manusia dianggap bertangguang jawab atas pelanggaran suatu
perjanjian yang tidak ikut disahkannya? Kita memang bisa ikut menderita akibat
dosa orang lain, namun dapatkah seseorang dianggap bersalah karena dosa orang
lain? Selanjutnya, analogi diantara Adam dan Kristus tidak pararel secara
menyeluruh, karena “satu orang bisa saja taat sebagai pengganti orang lain agar
dapat menyelamatkan mereka, tetapi tidak mungkin seseorang bertindak tidak taat
sebagai pengganti orang lain agar dapat menghancurkan mereka.
Baik teori realistis maupun teori federal tentang
perhitungan dosa nampaknya menghadapi masalah-masalah yang mustahil dipecahkan,
namun harus diakui bahwa kedua pandangan ini juga menyelesaikan beberapa
persoalan. Mungkin ada posisi menengah yang mencantumkan baik konsepsi
perwakilan maupun hubungan alami dengan Adam.
F.
TEORI PERSONALITAS BERSAMA
Pandangan
ini menekankan hubungan yang erat dari seorang individu dengan kelompok mana ia
menjadi anggota. Dalam Perjanjian Lama ada contoh-contoh nyata tentang asosiasi
dan perwakilan semacam ini. Seantero keluarga dapat dibunuh karena dosa salah
satu anggotanya (bd Akhan, Yosua 7:24-26). Nama keluarga amat penting, seorang
anak dapat menghormati atau mencemarkan nama orang tua, sehingga nama itu bisa
dihapuskan (1 Samuel 24:22).
Dalam Roma 5, Paulus tidak berusaha untuk menyelesaikan
soal-soal filosofis yang timbul dalam teori realistis atau teori federal. Ia
malah menggunakan konsepsi Ibrani yang mendukung solidaritas umat manusia.
Sebagaimana ditulis oleh Berkouwer, “Paulus berpikir tentang suatu hubungan
yang tidak dapat disangkal serta solidaritas dalam kematian dan kesalahan. Pada
saat yang sama, ia tidak pernah berusaha menerangkan solidaritas ini secara
teoretis”. Teori ini menghadapi persoalan perhitungan secara sembarangan
sebagaimana halnya teori federal dan teori realistis, juga keikutsertaan dalam
dosa yang terjadi secara tidak sengaja seperti yang diketengahkan oleh teori
realistis.
XX
Kejatuhan
Manusia: Sifat Serta Akibat-Akibat Dosa
Akibat-akibat dosa
pertama Adam dapat dibahas berdasarkan tiga pokok utama: kebejatan,
kesalahan,dan hukuman.
1. KEBEJATAN
a. Arti
Kebejatan
Kebejatan ialah tidak adanya kebenaran
yang semula dan kasih sayang yang kudus terhadap Allah, termasuk pencemaran
sifat moral manusia dan kecenderungan untuk melakukan kejahatan. Baik Alkitab
maupun pengalaman manusia menegaskan kebejatan ini. Ajaran Alkitab bahwa semua
orang harus dilahirkan kembali menunjukkan bahwa kebejatan ini terdapat pada
semua orang.
b. Luasnya
Kebejatan
Alkitab mengajarkan
bahwa sifat manusia telah rusak sama sekali. Sekalipun demikian, ajaran
“kebejatan menyeluruh” mudah sekali menimbulkan salah paham dan salah tafsir.
Dari sudut negatif, kebejatan menyeluruh tidak berarti bahwa setiap orang
berdosa samasekali tidak memiliki sifat-sifat yang menyenangkan hati manusia,
bahwa orang berdosa melakukan, atau cenderung melakukan bermacam-macam dosa,
atau bahwa orang berdosa sangat membenci Allah. Yesus mengenali adanya beberapa
sifat yang menyenangkan dalam diri beberapa orang (Markus 10:21); Yesus juga
mengatakan bahwa orang Farisi dan ahli Taurat melakukan beberapa hal yang
diminta oleh Allah (Matius 23:23); Paulus menyatakan bahwa beberapa orang bukan
Yahudi mentaati hukum Taurat secara naluriah (Roma 2:14). Allah mengatakan
kepada Abraham bahwa kejahatan orang Amori akan menjadi semakin hebat (Kejadian
15:16); dan Paulus mengatakan bahwa “orang jahat dan penipu akan bertambah
jahat” (2 Timotius 3:13).
Dari
sudut positif, kebejatan menyeluruh berarti bahwa setiap orang berdosa
samasekali tidak mampu mengasihi Allah sebagaimana dituntut oleh hukum Taurat
(Ulangan 6:4, 5 ; Matius 22:37), bahwa orang berdosa sangat mengutamakan
dirinya sendiri dan bukan Allah (2 Timotius 3:2-4), bahwa orang berdosa menaruh
rasa tidak suka terhadap Allah yang kadang-kadang malah menyebabkan dia
memusuhi Allah (Roma 8:7). Kebejatan menyeluruh juga berarti bahwa setiap
kemampuan di dalam diri orang berdosa itu menjadi kacau dan tercemar (Efesus 4:18),
bahwa ia tidak memiliki, pikiran, perasaan, atau tindakan yang sepenuhnya
berkenan kepada Allah (Roma 7:18), dan bahwa ia kini menjadi semakin lama
semakin bejat dan ia tidak dapat berbalik samasekali dengan kekuatannya sendiri
(Roma 7:18). Kebejatan telah merasuki manusia secara menyeluruh, yaitu pikiran,
perasaan, dan kehendaknya.
Dengan kemauannya
sendiri ia tidak dapat memperbaharui dirinya, atau bertobat, atau menggunakan
iman yang menyelamatkan (Yohanes 1:12, 13). Akan tetapi, kasih karunia dan Roh
Allah telah siap untuk memungkinkan orang berdosa itu bertobat dan percaya
sehingga memperoleh keselamatan.
2. KESALAHAN
a) Arti
Kesalahan
Kesalahan berarti ganjaran hukuman, atau
kewajiban untuk memuaskan hati Allah. Kekudusan Allah, sebagaimana ditunjukkan
oleh Alkitab, memberi reaksi terhadap dosa, dan reaksi tersebut ialah “murka
Allah” (Roma 1:18). Dosa bila dipahami seagai pencemaran berarti
ketidaksesuaian dengan sifat Allah, tetapi sebagai kesalahan dosa itu merupakan
permusuhan terhadap kehendak Allah. Kesalahan terutama merupakan hubungan
dengan Allah, dan kedua, hubungan dengan hati nurani. Dalam hati nurani itu,
penghakiman Allah dinyatakan sebagian saja dan sebagai nubuat (1 Yohanes 3:20).
Ketekunan dan perkembanngan dalam dosa ditandai dengan merosotnya kepekaan
perasaan dan persepsi moral.
b) Tingkatan-tingkatan
Kesalahan
Alkitab mengakui adanya berbagai
tingkatan kesalahan yang disebabkan oleh berbagai jenis dosa. Prinsip ini
diakui dalam Perjanjian Lama dengan aneka ragam persembahan korban yang dituntut
untuk berbagai pelanggaraan di bawah hukum Musa (Imamat 4:7). Kenyataan ini
juga ditunjukkan dalam berbagai bentuk penghakiman dalam Perjanjian Baru (Lukas
12:47, 48; Yohanes 19:11; Roma 2:6; Ibrani 2:2, 3; 10:28, 29). Akan tetapi, ada
aliran tertentu yang telah membangun suatu ajaran yang salah dengan mengadakan
pemisahan antara dosa yang mematikan dan dosa yang tidak mematikan. Dosa yang
tidak mematikan adalah perbuatan dosa yang dapat diampuni, sedangkan dosa yang
mematikan adalah perbuatan dosa yang dilakukan dengan keras kepala dan dengan
sengaja sehingga mendatangkan kematian kepada jiwa. Terdapat paling sedikit
empat perangkat dosa yang berbeda-beda.
1) Dosa karena sifat yang berdosa, dan
pelanggaran pribadi. Manusia adalah orang berdosa karena
sifatnya penuh dosa, tetapi manusia juga menjadi orang berdosa karena ia
berbuat dosa. Kata-kata Kristus, “orang-orang seperti itulah yang empunya
Kerajaan Sorga” (Matius 19:14), berbicara soal keadaan tidak bersalah yang
relatif pada masa kanak-kanak, sedangkan kata-kataNya yang ditujukan kepada
orang Farisi dan ahli Taurat, “penuhilah juga takaran nenek moyang mu” (Matius
23:32), menunjukan kepada pelanggaran pribadi yang mereka lakukan sebagai
tambahan pada kebejatan yang mereka warisi dari orang tua mereka.
2) Dosa-dosa yang diperbuat karena
ketidaktahuan, dan dosa-dosa yang diperbuat dengan pengetahuan.
Dalam hal ini kesalahan seseorang ditentukan menurut banyaknya pengetahuan yang
dimilikinya. Makin banyak dan luas pengetahuannya, makin besar pula kesahannya
(Matius 10:15; Lukas 12:47, 48; 23:34; Roma 1:32; 2:12; 1 Timotius 1:13-16).
3) Dosa-dosa karena kelemahan, dan
dosa-dosa karena kesombangan. Pemazmur berdoa agar
ia terhidar dari dosa-dosa kesombongan (Mazmur 19:14), dan Yesaya berbicara
mengenai “mereka yang memancing kesalahan dengan tali kedustaan dan dosa
seperti dengan tali gerobak “ (5:18). Orang-orang inilah yang dengan tetap hati
dan dengan sadar berbuat dosa. Pada lain pihak, ketika menyangkal Kristus,
Petrus menunujukan apa yang dimaksud dengan dosa karena kelemahan. Petrus gagal
sekalipun ia telah membulatkan tekadnya untuk tetap bertahan (Lukas 22:31-34;
54:62). Sungguh menarik untuk memperhatikan bahwa dalam Alkitab tidak tersedia
kurban bagi dosa yang dilakukan dengan sengaja (Bilangan 15:30; bandingkan
dengan Ibrani 10:26).
4) Dosa-dosa karena kekerasan hati
yang tidak menyeluruh dan yang menyeluruh. Tingkatan
kekerasan hati serta tingkatan ketidakpekaan terhadap kasih karunia yang
berkali-kali ditawarkan oleh Allah akan menentukan tingkatan kesalahan dalam
hal ini. Seseorang saja bisa berpaling dari kasih kepada kebenaran serta
manjadi samasekali tidak peka terhadap bisikan Roh Kudus (1 Timotius 4:2;
Ibrani 6:4-6; 10:26; 2 Petrus 2:20-22; 1 Yohanes 2:19; 5:16, 17).
3. HUKUMAN
1. Arti
Hukuman
Hukuman adalah kesakitan atau kerugian
yang secara langsung dijatuhi oleh seorang pemberi hukum untuk mempertahankan
keadilannya, yang telah dihina oleh pelanggaran terhadap hukum. Ada perbedaan
antara disiplin dan hukuman. Disiplin bersumber pada kasih dan dimaksudkan
untuk memperbaiki (Yeremia 10:24; 2 Korintus 2:6-8; 1 Timotius 1:20; Ibrani
12:6), tetapi hukuman bersumber pada keadilan sehingga dengan demikian tidak
ada maksud untuk memperbaiki pihak yang melanggar hukum (Yehezkiel 28:22;
36:21, 22; Wahyu 16:5; 19:2). Hukuman juga tidak akan menghasilkan apa-apa yang
baik kecuali si terhukum memang patut dihukum. Hukuman yang merupakan sanksi
pelanggaran hukum bukanlah disiplin atau tinadakan yang memperbaiki, tetapi
tindakan balasan yang adil. Seorang pembunuh tidak diperbaiki perilakunya
dengan cara ia dihukum mati, ia hanya menerima tindakan balasan yang adil atas
perbuatannya. Hukuman mati merupakan mandat Ilahi (Kejadian 9:5, 6).
2. Sifat
Hukuman
Hanya dibutuhkan satu kata saja oleh
Alkitab untuk mengajukan hukuman atas dosa: kematian. Ada tiga macam kematian:
yang fisik, yang rohani, dan yang kekal.
1. Kematian fisik. Kematian fisik
merupakan pemisah jiwa dari tubuh. Dalam Alkitab
peristiwa ini dianggap sebagai sebagian hukuman atas dosa. Itu merupakan makna
yang paling masuk akal bagi Kejadian 2:17; 3:19; Bilangan 16:29; 27:3. Doa Musa
(Mazmur 90:7-11) dan doa Raja Hizkia (Yesaya 38:17, 18) mengakui unsur hukuman
dalam kematian fisik. Hal yang sama juga berlaku dalam Perjanjian Baru (Yohanes
8:44; Roma 4:24, 25; 5:12-17; 6:9, 10; 8:3, 10, 11; Galatia 3:13; 1 Petrus
4:6), akan tetapi, bagi orang Kristen kematian tidak lagi merupakan hukuman
karena Kristus telah mengalami kematian sebagai hukuman atas dosa kita (Mazmur
17:15; 2 Korintus 5:8; Filipi 1:21-23; 1 Tesalonika 4:13, 14). Bagi orang
Kristen tubauh itu tidur, sambil menantikan kemuliaan kebangkitan, dan jiwanya,
setelah terpisah dari tubuh, secara sadar memasuki kehadiran Tuhan Yesus.
2.
Kematian
rohani. Kematian rohani merupakan terpisahnya jiwa dari
Allah. Hukuman yang dinyatakan di Taman Eden dan telah menimpa umat manusia,
terutama kematian rohani (Kejadian 2:17; Roma 5:21; Efesus 2:1, 5). Dengan
kematian rohani manusia tidak lagi menikmati kehadiran dan kebaikan hati Allah
dan juga tidak lagi mengenal dan merindukan Allah. Karena itu, manusia perlu
dibangkitkan dari kematian (Lukas 15:32; Yohanes 5:24; 8:51; Efesus 2:25).
3.
Kematian
kekal. Kematian kekal adalah puncak dan kegenapan kematian
rohani. Kematian kekal adalah terpisahnya jiwa dari Allah secara kekal,
bersamaan dengan penyesalan yang dalam dan hukuman lahiriah lainnya (Matius
10:28; 25:41; 2 Tesalonika 1:9; Ibrani 10:31; Wahyu 14:11).
XVIII
Kejatuhan Manusia: Kenyataan Serta Dampak-Dampak Langsung
Kejatuhan Manusia: Kenyataan Serta Dampak-Dampak Langsung
Sekalipun akal manusia
mau tidak mau harus mengakui adanya dosa, akal manusia sama sekali tdak mampu
menjelaskan asal usul serta kehadirannya di dalam diri manusia. Alkitab
menyatakan bahwa manusia jatuh ke dalam dosa melalui pelanggaran Adam.
I.ASAL USUL DOSA DALAM TINDAKAN PRIBADI ADAM
Dosa merupakan suatu
fakta; namun bagaimana dosa itu mula-mula terjadi di antara manusia? Berbagai
pandangan yang tidak benar haruslah di evaluasi, barulah keadaan yang
sebenarnya dapat di sajikan.
A.DOSA
TIDAKLAH KEKAL
Dualisme kosmis
beranggapan bahwa ada dua prinsip yang ada dengan sendirinya dan bersifat
kekal, yaitu baik dan buruk. Benda di anggap mengandung kejahatan. Menurut
pandagan ini, dosa itu selamanya sudah ada. Pandangan ini menjadikan Allah
suatu oknum yang terbatas dan bergantung. Pandangan ini juga menghancurkan
gambaran tentang dosa sebagai suatu kejahatan moral.
B.DOSA
TIDAK BERSUMBER PADA KETERBATASAN MANUSIA
Leibniz dan Spinoza beranggapan bahwa dosa bersumber pada
keterbaasan manusia.
Dosa hanya merupakan akibat yang dengan sendirinya timbul karna manusia itu terbatas. Allah sebagai hakikat yang mutlak itu semata-mata baik. Maksudnya, Allah yang panteistis itu, tidak dapat menciptakan sesuatu tanpa batas. Hal ini terlihat dalam keterbatasan jasmaniah manusia; dan kita dapat juga mengharapkan bahwa sifat moral akan terbatas. Beberapa pengarang beranggapan bahwa kejahatan moral itu merupakan latar belakang syarat yang perlu untuk kebaikan moral. Kejahatan moral merupakan unsur dalam pendidikan umat manusia serta suatu sarana untuk mendapatkan kemajuan.
Dosa hanya merupakan akibat yang dengan sendirinya timbul karna manusia itu terbatas. Allah sebagai hakikat yang mutlak itu semata-mata baik. Maksudnya, Allah yang panteistis itu, tidak dapat menciptakan sesuatu tanpa batas. Hal ini terlihat dalam keterbatasan jasmaniah manusia; dan kita dapat juga mengharapkan bahwa sifat moral akan terbatas. Beberapa pengarang beranggapan bahwa kejahatan moral itu merupakan latar belakang syarat yang perlu untuk kebaikan moral. Kejahatan moral merupakan unsur dalam pendidikan umat manusia serta suatu sarana untuk mendapatkan kemajuan.
Teori ini jelas mengabaikan adanya perbedaan antara yang
jasmani dengan yang moral. Manusia secara fisik hanya brtanggung jawab sebatas
kemampuannya; namun dalam bidang moral manusia tidak terbatas dan oleh karena itu
mampu menaati Allah dengan sempurna. Dengan kata lain, dosa manusia tidak
bersumber pada sifat moral yang tidak sempurna. Ajaran Alkitab menegaskan bahwa
Allah yang berkepribadian itu ada dan bahwa manusia lah yang merupakan pencipta
dosanya.Kemudian, kejahatan moral tidak di perlukan untuk adanya kebaikan
moral.
C.DOSA
TIDAK BERSUMBER PADA PANCAINDERA
Schleiermacher beranggapan bahwa dosa bersumber pada
sifat yang berhubungan dengan pancaindera kita, sehingga dengan demikian
berarti bahwa pancaindera itu sendiri jahat. Akan tetapi, pancaindera itu
sendiri tidak merupakan sumber dosa, sekalipun seringkali di peralat oleh
perangai duniawi untuk berbuat dosa. Alkitab mengajarkan bahwa dosa tidak
terdapat dalam keadaan mla-mula manusia,tetapin dosa timbul karena pilihan yang
tegas dan tak dipaksa yang di tentukan oleh manusia sendiri.
D.DOSA
BERSUMBER PADA TINDAKAN ADAM YANG SUKARELA
Bagaimana kah
dosa itu mulai timbul? Alkitab mengajarkan bahwa karena satu perbuatan dosa
dari satu rang, dosa telah memasuki dunia, dan bersamaan dengan itu semua
akibat dosa yang terasa dimana-mana (Roma 5:12-19; I Korintus 15:21, 22). Satu
orang ini ialah Adam dan satu dosa tersebut ialah memakan buah dari pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat (Kejadian 3:1-7; I Timotius 2:13,
13). Oleh penulis-penulis lainnya di Alkitab di anggap sebuah peristiwa
sejarah. Dalam ulisan-tulisan alegoris tokoh-tokoh cerita tidak mempunyai nama
atau nama mereka bersifat simbolik. Adam dan Hawa merupakan nama orang dan
bukan simbolik. Selanjutnya, ular bukanlah nama simbolik untuk Iblis, iu juga
bukan Iblis dalam bentuk ular. Ular yang betul tu adalah perantara tangan
Iblis.
Ujian itu terdiri atas larangannya Adam dan Hawa makan
buah pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat. Nampaknya lebih masuk akal
bahwa pohon ini di ciptakan hanya untuk menguji manusia, karena setelah
memakannya Adam tetap tidak mampu mengetahui mana yang baik dan mana yang
jahat. Adam tetap harus mencari keterangan dari Firman Tuhan untuk mengetahui
jawabannya. Pohon pengetahuan itu sendiri sebenarnya baik, dan buahnya itupun
baik, karena Tuhan yang menjadkannya; bukan pohonnya tetapi ketidaktaatan
itulah yang mengandung kematian. Tuhan ingin menguji ketaatan manusia kepada
kehendak-Nya.
Tidak ada apa-apa dalam larangan ini yang menunjukkan
bahwa Tuhan merencanakan kehancuran manusia. Jelas bahwa Tuhan tidak dapat di
salahkan atas kejatuhan manusia. Melalui “keinginan daging dan keinginan mata
serta keangkuhan hidup” (I Yohanes 2
:16), Hawa jatuh. Untuk meringkaskannya, wanita jatuh karena penipuan; laki-laki jatuh karena kasih sayang (Kejadian 3:13, 17; I Timotius 2:14). Alkitab menganggap dosa itu masuk melalui Adam dan bukan melalui Hawa (Roma 5:12, 14; I Korintus 15:22). Dosa yang pertama adalah keinginan dalam hati, tindakan memilih kepeningan pribadi di atas kepentingan Tuhan, mengutamakan diri sendiri dan bukan Tuhan,menjadikan diri tujuan yang utama utama dan bukan Tuhan. Tindakan mengambil buah terlarang sekadar mengungkap dosa yang telah di perbuat di dalam hati (Matius 5:21, 22, 27, 28).
:16), Hawa jatuh. Untuk meringkaskannya, wanita jatuh karena penipuan; laki-laki jatuh karena kasih sayang (Kejadian 3:13, 17; I Timotius 2:14). Alkitab menganggap dosa itu masuk melalui Adam dan bukan melalui Hawa (Roma 5:12, 14; I Korintus 15:22). Dosa yang pertama adalah keinginan dalam hati, tindakan memilih kepeningan pribadi di atas kepentingan Tuhan, mengutamakan diri sendiri dan bukan Tuhan,menjadikan diri tujuan yang utama utama dan bukan Tuhan. Tindakan mengambil buah terlarang sekadar mengungkap dosa yang telah di perbuat di dalam hati (Matius 5:21, 22, 27, 28).
II.BERBAGAI
DAMPAK LANGSUNG DARI DOSA ADAM
Berbagai dampak dosa
yang pertama bersifat langsung, luas jangkauannya,dan menakutkan. Dosa yang
pertama mempengaruhi hubungan nenek moyang pertama kita dengan Allah, mempengaruhi
sifat mereka, mempengaruhi tubuh mereka dan alam sekitar mereka.
A.DAMPAK
ATAS HUBUNGAN MEREKA DENGAN TUHAN
Nenek moyang
kita yang pertama mulai menyadari ketidaksenangan Allah terhadap mereka; mereka
telah melanggar perintah Allah yang tegas untuk tidak makan buah pohon
pengetahuan tentang yang baik dan yang jahat, dan oleh karena itu mereka
bersalah. Hati nurani yang merasa tertuduh membuat mereka tidak dapat merasa
tenang. Adam mengatakan bahwa Hawa yang menyebabkan dia berbuat dosa (Kejadian
3:12); Hawa menyalahkan ular (ayat 13). Baik Adam maupun Hawa bersalah, tetapi
keduanya berusaha untuk mengalihkan tanggung jawab atas dosa mereka itu kepada
yang lain.
B.DAMPAK
ATAS SIFAT MEREKA
Ketika Adam dan Hawa baru saja diciptakan, mereka tidak
memiliki sifat yang berdosa. Kini mereka merasa malu,hina,dan tercemar.
Kesadaran akan ketidaklayakan mereka itulah yang menyebabkan mereka membuat
pakaian dari daun ara (Kejadian 3:7). “Pada hari engkau memakannya, pastilah
engkau mati” (Kejadian 2:17). Kematian ini pertama-tama merupakan kematian
rohani, yaitu terpisahnya jiwa manusia dari Allah. Demikianlah, “dosa masuk ke dalam dunia oleh satu orang”
(Roma 5:12). Manusia menjadi orang berdosa (Roma 5:19). Pelanggaran yang
sesungguhnya bersumber pada sifat manusia yang berdosa.
C.DAMPAK
ATAS TUBUH MEREKA
Ketika mengatakan bahwa sebagai akibat ketidaktaatan
manusia “pasti akan mati” (Kejadian 2:17), Allah memaksudkan tubuh mereka juga.
Allah berfirman kepada Adam, “Sebab engkau debu dan engkau akan kembali menjadi
debu” (Kejadian 3:19). Kata-kata Paulus “Sama seperti semua orangmati dalam
persekutuan dengan Adam” (I Korintus 15:22), terutama menunjuk kepada kematian
jasmaniah. Selanjutnya, karena kebangkitan tubuh merupakan bagian dari
penebusan (Roma 8:23), kita dapat
menyimpulkan bahwa kematian jasmaniah merupakan akibat dari dosa Adam.
Alkitab mengajarkan bahwa kematian jasmaniah merupakan
bagian dari hukuman dosa (Kejadian 3:19; Ayub 5:18, 19; 14:1-4; Roma 5:12;
6:23; I Korintus 15:21, 22, 56; II Korintus 5:1, 2, 4; II Timotius 1:10). Namun
nampaknya bahwa tubuh alami (jiwani) akan di ubah menjadi tubuh rohani yang
mirip dengan tubuh-tubuh yang di ubah pada saat Kristus kembali ntuk kedua
kalinya(bandingkan Kejadian 2:7 dengan I Korintus 15:44-49).
D.DAMPAK
TERHADAP LINGKUNGAN
Kita membaca dalam Alkitab bahwa ular itu terkutuk “di
antara segala ternak dan di antara segala binatang di hutan” (Kejadian3:14).
Jelaslah bahwa semua hewan ikut menderita akibat dosa Adam. Allah berfirman
“...Teerkutuklah tanah karena engkau; dan dengan bersusah payah engkau akan
mencari rezekimu dari tanah seumur hidupmu; semak duri dan rumput duri yang
akan di hasilkannya bagimu, dan tumbuh-tumbuhan di padang akan menjadi
makananmu; dengan berpekuh engkau akan mencari makananmu,sampai engkau kembali
lagi menjadi tanah“ (Kejadian 3:17-19). Alkitab mengatakan di tempat lain bahwa
akan tiba saatnya ketika “makhluk itu sendiri juga akan di merdekakan dari
perbudakan kebinasaan dan masuk ke dalam kemerdekaan kemuliaan anak-anak Allah.
XIX
Kejatuhan
Manusia:Penghitungan dan dampak-dampak Rasial
Dosa adalah tindakan dan prinsip, kesalahan dan
pencemaran. Sejarah memperlihatkan hal ini dalam bentuk kisah-kisah tentang
keimanan dan persembahan korban di antara aneka kebudayaan di dunia ini.
Pengalaman Kristen secara serempak mengungkapkan kehadiran dosa dalam hati
orang yang belum di selamatkan berarti bahwa hati orang tersebut telah
mengeras.
I.KEUNIVERSALAN
DOSA
Alkitab dengan jelas mengajarkan keuniversalan dosa.
“Tidak ada manusia yang tidak berdosa” (I Raja-Raja 8:46); “Di antara yang
hidup tidak ada seorang pun yang benar di hadapan-Mu”(Mazmur 143:2); “Karena
semua orang telah berbuat dosa dan kehilangan kemuliaan Allah” (Roma 3:23); dan
bahwa pendamaian, kelahiran bau, serta pertobatan merupakan kebutuhan-kebutuhan
universal (Yohanes 3:3, 5, 16; 6:50; 12:27; Kisah 4:12; 17:30). Ketika Alkitab
berbicara soal manusia sebagai baik,maka yang di maksudan ialah kebaikan yang
berpura-pura saja (Matius 9:12, 13), atau kebaikan dengan pamih (Roma 2:14;
Filipi 3:15). Di simpulkan bahwa memiliki sifat duniawi adalah sifat khas
manusia di seluruh dunia.
II.PENGHITUNGAN
DOSA
Akibat yang universal pastilah memiliki penyebab yang
universal juga. Alkitab mengajarkan bahwa dosa Adam dan Hawa telah menyebabkan
seluruh keturunan mereka berdosa (Roma 5:19) berbunyi “oleh ketidaktaatan satu
orang semua telah menjadi oran berdosa”. Oleh karena dosa Adam itulah kita
lahir ke dalam dunia dengan perangai yang rusak serta berada di bawah hukuman
Allah (Roma 5:12; Efesus 2:13).
A.TEORI
PELAGIANISME
Pelagius adalah seorang biarawan Inggris yang lahir
sekitar 370 TM. Ia mengemukakan ajaranajaran di Roma sekitar tahun 409, namun
semuanya di salahkan oleh Konsili di Kartago pada tahun 418. Teori ini
menyatakan bahwa dosa Adam hanya mempengaruhi diri Adam sendiri; bahwa setiap
jiwa di ciptakan secara langsung oleh Allah ketika lahir, di ciptakan dalam
keadaan tidak bersalah,bebas dari berbagai kecenderungan yang salah,dan mampu
taat kepada Allah sebagaimana Adam mula-mula; Allah hanya menuntut tanggung
jawab dari manusia atas kesalahan-kesalahan yang di lakukan sendiri; dan bahwa
satu-satunya akibat dosa Adam kepada keturunannya ialah bahwa perbuatan Adam
itu merupakan teladan yang buruk. Teori ini tidak pernah di akui sebagai
alkitabiah oleh denominasi apa pun, juga tidak pernah tercantum dalam pengakuan
iman manapun. Alkitab mengajarkan bahwa semua manusia telah mewarisi sifat
berdosa (Ayub 14:4; 15:14; Mazmur 51:7; Roma 5:12; Efesus 2:3).
B.TEORI
ARMINIANISME
Arminius
(1560-1609) adalah seorang guru besar di negeri Belanda. Pandangannya di sebut
Semi-Pelagianisme. Pandangannya dianut oleh Gereja Yunani, gereja-gereja
Metodis,serta gereja-gereja lainnya yang beraliran Arminianisme. Menurut teori
ini manusia itu sakit. Sebagai akibat pelanggaran Adam, manusia pada dasarnya
tidak mempunyai kebenaran yang semula dan, tanpa bimbingan ilahi, manusia sama
sekali tidak mampu mencapainya. Karna ketidakmampuan ini sifatnya fisik dan
intelektual, bukannya sukarela,maka ketika seseorang mulai sadar, Allah,
sebagai tindakan yang adil, memberikan kepadanya pengaruh Roh Kudus yang
khusus.
Sesungguhnya, manusia tidak di bilang bersalah karena
dosa Adam. Hanya bila manusia secara sadar dan sukarela menyerahkan kepada
kecenderungan-kecenderungan buruk inilah Allah memperhitungkannya kepada mereka
sebagai Dosa . Pernyataan, “Maut itu telah menjalar kepada semua orang karena
semua orang telah berbuat dosa” (Roma 3:12), di tafsirkan sebagai berarti,
bahwa semua orang secara pribadi menyetujuikeadaan berdosa di dalam diri mereka
itu dengan cara melakukan pelanggaran. Menurut Alkitab, manusia berbuat dosa di
dalam Adam dan oleh karena itu, manusia sudah di nyatakan bersalah sebelum ia
sendiri berbuat dosa; bahwa sifat dosa di dalam manusia itu di sebabkan oleh
dosanya di dalam Adam; bahwa manusia tidak secara sadar menyerah kepada
kecenderungan untuk berbuat dosa pada waktu ia mulai sadar . Teori yang di
kenal dengan nama New School, yang telah meninggalkan pandangan Puritan yang
lama,sangat mirip dengan ajaran Arminianisme. Pandangan New School ini juga
beranggapan bahwa manusia hanya bertanggung jawab atas apa yang mereka sendiri
lakukan; bahwa sekalipun semua orang mewarisi kecenderungan untuk berbuat
dosa,dan semua orang memang berbuat dosa secepat mereka mulai sadar secara
normal.
Komentar
Posting Komentar